Koridor malam ini nampak begitu sepi. Tidak begitu banyak aktifitas seperti pada pagi ataupun siang hari, hanya segelintir orang-orang yang memang memiliki kepentingan saja melewati koridor bagian barat rumah sakit ini.
Kesehatan Jennie mulai membaik, meski dokter Choi masih harus memeriksa secara intensif keadaanya. Kejadian beberapa hari yang lalu pun mengharuskan kamar inap Jennie dipindahkan. Taeyong dan Lisa tidak ingin kecolongan lagi dengan keselamatan putri pertama mereka.
Orang itu..... Orang yang sudah mengintai kamar inap Jennie sejak kemarin pagi kembali melancarkan aksinya.
Kakinya melangkah begitu pelan namun pasti saat dirinya hampir mencapai pintu kamar tersebut. Tangan kanannya meraih handle pintu, ia memutarnya begitu pelan dan segera masuk ke dalam ruangan yang ia yakini hanya berisi Jennie seorang.
Sudut bibirnya terangkat saat pandangannya menangkap seorang gadis yang tengah tertidur di ranjangnya. Diedarkan pandangannya pada sekeliling area kamar sebelum kakinya kembali melangkah mendekati Jennie.
Tatapan benci begitu ketara sekali pada pandangannya. Dari balik masker hitam yang dikenakannya, ia menyeringai saat kedua tangannya terarah pada leher Jennie.
"Kau siapa?".
Kedua matanya membulat seketika saat tangannya ditahan oleh Jennie. Dugaannya salah. Gadis itu tidak tertidur seperti perkiraannya.
"Kenapa kau ingin membunuh ku?".
Ia masih diam.
"Siapa yang menyuruh mu?".
Pertanyaan baru kembali di lontarkan Jennie padanya.
"Kau harus mati. Kau harus membayar semua kelakuan mu".
Tanpa menghiraukan Jennie, ia kembali memaksakan kedua tangannya untuk mencengkram erat leher tersebut. Matanya semakin menyorotkan kebencian pada Jennie yang tengah berusaha melepaskan cengkramannya yang semakin kuat.
Berbagai macam upaya dilakukan Jennie, bahkan satu tangan gadis itu berusaha untuk melepas masker hitam milik orang yang ingin membunuhnya saat ini."Arrghh.. Min..ji".
Tubuh Jennie menegang, cengkraman itu terlepas dari lehernya saat ia berhasil melepas paksa masker hitam tersebut.
Ahn Minji, teman semasa SMP nya dahulu.
"Kenapa kau ingin membunuh ku? Bukan kah kita teman?". Air mata Jennie mengalir begitu saja. Ia sama sekali tidak membayangkan jika Minji lah orang yang sudah melakukan teror padanya.
"Teman?". Minji mengulanginya dan tertawa renyah mengingat masa-masa kebersamaan mereka dulu, "Kau menganggap ku teman?".
Dianggukkannya kepala Jennie begitu pelan, ia terisak pelan sembari memandangi wajah Minji, "Kau lupa? Bahkan kita sering menghabiskan jam istirahat bersama".
cukup.
Cukup bagi Minji mendengar semua itu dari mulut Jennie, kedua tangannya kembali mencengkram leher Jennie dan kali ini tanpa adanya perlawanan, "Kau yang membuat adik ku meninggal, apa aku bisa menyebut mu dengan teman?".
"Aa....a..pa mmakssud mmuu". Jawab Jennie begitu terbata.
Kedua ibu jarinya semakin menekan bagian tenggorokan Jennie, membuat gadis itu semakin memejamkan matanya kuat-kuat.
"Kau lupa? Kau berjanji akan meminjami ku uang, kau bilang jika kau akan kembali dengan membawa uang itu untuk operasi adik ku".
Jennie mencoba mengingat kembali semuanya, tangan kanannya mencoba menyingkirkan tangan Minji yang masih kuat mencengkram lehernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just like Now [ BLACKPINK X NCT ]
Fanfiction"mulai detik ini, jangan panggil aku Lalice". tatapannya masih kosong, menatap gundukan tanah yang masih basah. tidak ada setetes air mata yang mengalir membasahi pipinya. "kalau ku memanggil mu dengan Lisa, boleh kan?".