"Papa~"
Naren mulai bergerak ketika Nana mencium pipinya. "Kok udah bangun sih?" tanya Naren setengah sadar.
"Iya, soalnya ini kan udah pagi. Ayo, Papa juga bangun."
Naren tak mendengarkan putrinya, ia malah menarik selimut dan tidur karena matanya masih terasa berat sekali.
"Papa, ayo bangun!!" seru Nana.
Tak ada pergerakan dari Naren, hanya dengkuran halus yang terdengar di kamar itu.
"Papa.. laper.."
Naren menarik Nana ke dalam pelukannya, "Laper? Nana mau makan apa?"
"Nasi telur," ucap Nana.
Naren meregangkan tubuhnya kemudian bangkit dari tempat tidur diikuti Nana.
"Papa, mau stobeli!!" seru Nana.
"Nanti ya, habis makan nasi," balas Naren yang saat ini tengah mencuci beras.
"Mau sekarangg!" Nana merengek sembari menarik ujung kaos yang dikenakan Naren.
"Ck." Naren berhenti dari kegiatannya kemudian menatap putrinya. "Suka banget ya buat Papa marah pagi-pagi?"
Nana menggeleng lemas kemudian pergi menuju ruang tengah untuk bermain.
Naren menghela napas panjang kemudian bergegas membuat telur dadar. Ia melirik jam dinding yang baru menunjukkan pukul 6 pagi. Sebenarnya ia masih hari ini bingung mau kerja atau tidak. Hatinya menyuruh untuk tidak masuk, namun otaknya malah menyuruhnya untuk bekerja karena hari ini ada rapat dengan direksi.
Selesai menggoreng telur, Naren membiarkannya di wajan begitu saja kemudian ia mengecek nasi yang ternyata belum matang. Tak ambil pusing, ia lantas menghampiri Nana yang bermain dengan bonekanya di ruang tamu.
"Nana sayang nggak sama Papa?" Pertanyaan random itu terlontar begitu saja dari bibir Naren tanpa maksud apa-apa.
"Sayangg banget!!" balas Nana.
"Seberapa besar?"
"Sebesar ini!!" Nana menggerakan kedua tangannya membentuk lingkaran.
"Tapi Papa sayangnya seeeebesarrr ini." Naren tak ingin kalah, ia pun menggerakan tangannya seperti Nana, namun karena tangannya lebih panjang dari putrinya maka lingkaran yang dibuatnya tentu saja lebih besar.
"Nana sayangg seebeesaaarrr ini!!" Nana mencoba untuk memperluas jangkauannya namun gadis itu malah jatuh terduduk ke belakang karen saking semangatnya.
Naren tertawa melihat kelakuan putrinya, dalam sekejap ia melupakan segala penat dan bebannya.
Nana pun bangkit kemudian duduk di pangkuan ayahnya, "Papa.. telfon Bu Dokter dong. Nana kangen.."
"Nanti ya, Sayang. Sekarang masih pagi, nggak sopan," ucap Naren sembari meraba kening putrinya untuk memeriksa suhu tubuh.
"Tapi, Nana udah kangen.."
"Sebentar." Naren bangkit kemudian mengambil ponselnya di kamar, ia mengirimi Nayla beberapa pesan bersamaan dengan nasinya yang sudah matang.
Pria itu lantas mengambil semangkuk nasi dan mencampurnya dengan telur serta menambahkan rumput laut kering. "Ayo, makan dulu."
Nana berlari menuju meja makan kemudian duduk di hadapan Naren. "Yeyy! Nasi telur!!" Nana berseru sembari mengangkat sendok plastiknya tinggi-tinggi.
Naren terkekeh pelan kemudian menyajikan nasi telur campur rumput laut yang sebelumnya sudah dibentuk bulat-bulat kecil oleh lelaki itu.
"Terima kasih makanannya, Papa." Nana mengucapkan ritualnya sebelum makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUREN (Duda Keren)
FanfictionPERHATIAN! Cerita ini akan menyebabkan oleng dari bias dan halu yang berlebih, tolong siapkan iman kalian. Bukan cuma itu, cerita ini akan membuat kamu ice moci sampai ubun-ubun dan juga mengabsen nama-nama hewan di kebun binatang. Jadi, sudah siap...