Entah sudah berapa lama, Nayla duduk termenung di meja makan sembari memperhatikan Naren yang sedang membacakan dongeng untuk Nana di ruang tengah. Pria itu terlihat begitu lelah, namun ia masih menyempatkan diri untuk membaca dongeng pengantar tidur.
Jujur saja Nayla benar-benar kagum pada Naren, karena selain baik, pria itu juga pekerja keras dan sayang sekali pada keluarganya. Andai saja Nayla tidak kehilangan ingatannya, mereka pasti sudah hidup bahagia.
Nayla spontan gelagapan dan langsung membuang muka ketika pandangannya tak sengaja bertemu dengan Naren, wajahnya pun berubah merah padam karena menahan malu.
Diam-diam, Nayla melirik Naren yang sedang memindahkan Nana ke dalam kamar. Tak lama kemudian, pria itu pun keluar dan merapikan mainan Nana yang masih berserakan di ruang tengah.
"See? Dia itu sempurna, Nay," gumam Nayla.
Naren menyeka keringat di dahinya kemudian berjalan menghampiri Nayla, "Maaf kamu harus nunggu lama, Nana kalo sama aku memang agak susah tidurnya, beda kalo sama kamu."
"Sama aku?" tanya Nayla.
"Iya," balas Naren seadanya karena malas memperpanjang percakapan. "Ayo, aku bantu kamu prepare buat besok."
"Mas? Aku boleh minta sesuatu?"
"Apa?"
"Aku mau digendong ke kamar."
"Masih sakit?" tanya Naren.
Nayla menggeleng, "Mungkin ini terakhir kalinya kamu bisa gendong aku."
Naren menghela napas berat walau akhirnya mengangguk. Ia lantas menggendong Nayla ke kamar tanpa mau menatap gadis itu.
Nayla pun mengalungkan tangannya di leher Naren sembari bersandar pada bahu pria itu, "Mas, kamu marah ya sama aku?"
Naren menggeleng kemudian menurunkan Nayla begitu saja di atas tempat tidur.
"Kenapa kamu nggak mau natap aku?" tanya Nayla.
Naren tak menghiraukan ucapan gadis itu, ia langsung saja menurunkan koper dari atas lemari kemudian mengemasi pakaian Nayla.
"Mas Naren, jangan kayak gini dong. Kamu udah cuekin aku dari kemarin," ucap Nayla. "Apa kamu marah gara-gara Mark?"
Naren masih diam saja dan sibuk melipat baju-baju Nayla.
"Mas Naren!" seru Nayla.
"Kenapa?" tanya Naren tanpa menoleh sama sekali.
"Liat aku sini, Mas!"
Naren menghela napas panjang kemudian menatap Nayla yang duduk di atas tempat tidur. "Apa?"
"Besok aku mau pergi, kamu jangan cuekin aku dong."
"Memangnya apa bedanya sih, Nay?" tanya Naren kemudian kembali menunduk sembari melipat baju. "Aku cuek atau enggak, kamu akan tetap pergi kan?"
"Iya, tapi setidaknya kamu nggak mau buat kesan yang baik gitu sebelum aku pergi?"
Naren tertawa hambar, "Pergi ya pergi aja, Nay. Aku nggak mau tambah sakit hati."
"Mas Naren kok ngomongnya gitu sih?"
"Terus aku harus gimana?" pelan Naren. "Apa aku harus gembira liat kepergian kamu?"
Kepala Nayla tertunduk perlahan, "Mas, ini juga keputusan yang berat buat aku."
Naren tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya, "Aku ke toilet sebentar ya."
Nayla mengangkat dagu dan melihat Naren sudah menghilang dari hadapannya, terkadang ia berpikir apa keputusan yang dibuatnya ini sudah tepat? Gadis itu benar-benar bingung karena ada banyak sekali hal yang mengganjal di hatinya.
Nayla pun turun dari tempat tidur dan pergi keluar kamar. Ia mengamati setiap sudut apartemen, tempat ini memang terasa tidak asing namun ia masih tak bisa mengingat apapun. Langkahnya tiba-tiba terhenti di ruang tengah, ia menatap foto dirinya, Naren beserta Nana sedang tersenyum begitu bahagia, katanya itu diambil ketika hari pernikahan mereka.
Tanpa sadar, air mata menetes di pipi Nayla ketika ia meraba foto tersebut. "Apa ini? Kenapa gue nangis?"
Nayla cepat-cepat menghapus air matanya kemudian berjalan menuju kamar Nana. Ia tak tau kenapa, namun kakinya melangkah begitu saja memasuki kamar itu dan melihat Nana tengah tertidur pulas sembari memeluk boneka.
Nayla spontan berpegangan pada tembok kemudian duduk di ujung tempat tidur karena kepalanya tiba-tiba terasa pusing. Ia lantas menundukkan kepalanya dalam-dalam sembari memejamkan mata. Saat itu juga, Nayla melihat sekelebat memori yang hilang dalam ingatannya hingga membuatnya menangis secara tiba-tiba.
"Nayla?"
"Mama!"
"Bu Dokter!"
Suara-suara itu seperti saling bersahutan dalam kepalanya membuat dada Nayla terasa semakin sesak.
"Nay, kamu bisa denger aku?" Suara riuh itu mendadak hilang tergantikan oleh suara Naren yang terdengar begitu nyata. "Nayla? Hey, kamu kenapa?"
Perlahan Nayla membuka mata dan melihat tangan Naren tengah menggenggam erat tangannya yang bergetar hebat.
"Nayla, kamu nggak apa-apa kan?"
"Kamu siapa?" tanya Nayla.
Naren pun tampak kebingungan namun ia berusaha untuk tetap tenang. "Istirahat aja ya, Nay."
Nayla hanya diam ketika Naren menggendongnya menuju kamar, iapun merasa dejavu dengan hal ini.
"Ini dimana?" tanya Nayla ketika Naren menurunkannya di tempat tidur.
"Hmm, ini cuma mimpi," balas Naren asal. "Sekarang tutup mata kamu, istirahat ya?"
"A-aku takut.. suara-suara itu mengganggu sekali," ucap Nayla bergetar.
Naren pun bingung harus berbuat apa, ia lantas berbaring di sebelah Nayla dan membawa gadis itu ke dalam dekapannya. "Kamu jangan takut, ada aku disini."
Nayla menatap Naren cukup lama hingga akhirnya gadis itu merasa matanya semakin memberat.
"Aku ngantuk, tapi aku takut buat tutup mata."
"Memangnya ada apa?" tanya Naren.
"Suara tembakan, air, kolam renang, darah.. rasanya sesak."
"Hmm.." Naren tampak berpikir keras. "Kalo aku bacain dongeng gimana?"
"Dongeng apa?"
"Sebentar ya, aku ambil bukunya dulu." Naren pun berlari keluar kamar dan kembali membawa beberapa buku serta segelas air.
"Minum dulu, Nay."
Nayla pun mengambil posisi duduk kemudian menegak habis segelas air yang diberikan pria itu. "Kepalaku pusing banget."
"Kamu perlu banyak istirahat." Naren membantu Nayla untuk rebahan kemudian membuka salah satu buku dongeng milik Nana.
"Can you give me a kiss?"
Naren dibuat pusing tujuh keliling dengan tingkah random Nayla, namun dengan senang hati ia memberikan sebuah ciuman hangat pada sang istri.
"I love you," ucap Nayla.
"Aku nggak tau apa yang ada sekarang ada dipikiran kamu, Nay. But, I love you too."
Naren terus-menerus mengusap lembut kepala Nayla sampai akhirnya gadis itu terlelap dalam pelukan hangatnya.
"What's wrong with you?" tanya Naren sembari memperhatikan wajah sang istri yang terlihat begitu tenang saat tertidur.
"Aku udah bilang, jangan paksa diri kamu buat inget semuanya dan sekarang liat, ingatan kamu bukannya membaik malah jadi tambah buruk, Nay."
"Maaf sayang, ini semua salah aku."
***
To be continued...
Maaf ya baru sempet updatee💞
KAMU SEDANG MEMBACA
DUREN (Duda Keren)
FanfictionPERHATIAN! Cerita ini akan menyebabkan oleng dari bias dan halu yang berlebih, tolong siapkan iman kalian. Bukan cuma itu, cerita ini akan membuat kamu ice moci sampai ubun-ubun dan juga mengabsen nama-nama hewan di kebun binatang. Jadi, sudah siap...