Hari baru dimulai dan pagi-pagi sekali Naren sudah datang ke rumah sakit dengan seikat bunga mawar kesukaan sang istri. Dengan senyuman merekah dan kepercayaan diri yang penuh, ia memutar kenop pintu dan masuk ke dalam.
"Pagi-"
"Ngapain kamu datang kesini?" tanya Nayla ketus.
"Aku mau jenguk kamu," balas Naren.
"Nggak perlu. Lebih baik kamu pergi dari sini."
Naren tersenyum tipis menatap gadisnya yang semakin hari terlihat semakin sehat. "Iya, makan yang banyak ya. Istirahat yang cukup."
"Tunggu.."
Naren spontan berhenti dan berbalik, "Kenapa?"
"Bunganya bawa pergi aja."
Mark yang mendengar hal itu pun sontak menahan tawa.
"Iya." Naren tersenyum. "Cepet sembuh ya."
Pria itu lantas pergi keluar kamar. Ia mengintip Nayla dari celah pintu yang dilapisi kaca, gadis itu tampak lebih bahagia setelah kepergiannya. Apa ia menyerah saja?
Naren menghela napas pelan kemudian pergi meninggalkan rumah sakit. Ia berjalan kaki menyusuri trotoar karena mobilnya sudah ia serahkan pada ayahnya dan dirinya bahkan tidak memiliki kendaraan untuk dinaiki sekarang.
Pria itu berjalan sampai tiba di pemakaman. Ia menaruh bunga yang dibawanya di salah satu makam kemudian tinggal disana untuk beberapa saat.
"Naren durhaka banget nggak sih, Ma? Naren baru dateng liat Mama disaat Naren lagi jatuh kayak gini."
Semilir angin menerbangkan rambut Naren yang agak panjang karena ia tak sempat pergi ke barber shop untuk memotongnya.
"Ma.. tolong bantu Naren.. Hidup Naren udah hancur, Ma. Naren udah kehilangan segalanya."
Pria itu menunduk, membiarkan bulir-bulir air matanya jatuh begitu saja di tanah.
"Kuatin Naren, Ma.. Naren nggak boleh nyerah kan?"
Naren menarik napas panjang kemudian menghapus air matanya. "Maaf, Ma. Akhir-akhir ini Naren agak cengeng."
Pria itu lantas mengambil ponselnya yang tiba-tiba berdering di saku celana.
"Halo?"
"Bang, lo dimana? Nana sakit, badannya panas."
"Gue kesana sekarang."
***
Manik Naren terlihat sayu, menatap wajah pucat putrinya yang tengah tertidur pulas. Ia lantas mengambil kain yang ada di dahi Nana dan mencelupkannya ke dalam air hangat sebelum ditaruh kembali ke dahi anak itu.
"Berat ya, Nak?"
Naren mengangguk pelan.
"Ini belum seberapa. Kamu yang kuat ya, Mama bantu dari atas."
Naren menoleh ke jendela dan melihat sekelebat bayangan putih yang menghilang tertiup angin. Ia menghela napas pelan kemudian kembali memperhatikan Nana.
"Mama.." lirih Nana.
"Sayang, Papa disini," ucap Naren sembari mengusap surai putrinya.
Perlahan Nana pun membuka mata dan menatap Naren yang ada di depannya. "Mama dimana?"
"Mama.." Naren menggantungkan ucapannya.
"Nana mau ketemu sama Mama."
"Mama lagi sakit, Sayang. Nana disini dulu ya sama Papa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DUREN (Duda Keren)
FanfictionPERHATIAN! Cerita ini akan menyebabkan oleng dari bias dan halu yang berlebih, tolong siapkan iman kalian. Bukan cuma itu, cerita ini akan membuat kamu ice moci sampai ubun-ubun dan juga mengabsen nama-nama hewan di kebun binatang. Jadi, sudah siap...