"Karina udah di penjara."
"Gue udah nggak peduli lagi sama dia Van," pelan Naren. "Gue cuma mau fokus sama kesehatan anak sama istri gue."
Jovan mengangguk, "But at least, she deserve that."
"Iya, lebih baik dia masuk penjara daripada meresahkan orang-orang."
"Gue punya kenalan dokter dari Singapura, beliau bisa bantu Nayla."
"Thanks Van, tapi.." Naren menggantungkan ucapannya.
"Tapi kenapa, Bang?" tanya Andy yang sedaritadi hanya menyimak.
"Mark mau bawa Nayla berobat ke luar negeri."
"Apa bedanya gue datengin dokter dari luar negeri sama dia dibawa berobat ke luar negeri, Ren?" tanya Jovan. "Lo suaminya dan lo yang berhak buat keputusan, bukannya orang lain."
"Di mata dia gue cuma sebatas orang lain, Van," pelan Naren. "I lost her."
"I told you, lo nggak kehilangan dia tapi lo menjauh dari dia dan ngasi kesempatan buat Mark ngambil hatinya!"
"Terus gue harus gimana? Ada di deket dia dan buat dia nggak nyaman?" tanya Naren. "Lo liat sendiri kan Dy gimana Nayla ngamuk waktu gue coba tenangin dia?"
Perlahan kepala Andy tertunduk.
"Gue nggak diem, Van. Setiap hari gue berusaha buat bujuk dia walau gue tau ujung-ujungnya bakalan diusir dan hari ini gue sadar kalo apa yang gue lakuin ini sia-sia."
"Tapi sekarang kita udah punya jalan keluarnya, Ren. Lo nggak mungkin kan biarin Nayla pergi berdua sama Mark ke luar negeri?"
"Kalo itu semua untuk kesehatan dan kebahagiaan Nayla, gue nggak keberatan."
"Ren.."
"Udahlah Van, gue udah muak, gue capek, gue mau nyerah aja dan fokus sama Nana. Belakangan ini gue terlalu abai sama dia sampai hari ini dia harus dirawat di rumah sakit."
"Tapi ini semua bukan salah lo, Ren. Bisa nggak sih lo berhenti nyalahin diri sendiri?"
"Ini semua memang salah gue Van, gue bahkan nggak becus jagain istri dan anak gue."
Bugh!
Jovan mendaratkan satu pukulan di wajah Naren karena saking kesalnya dengan temannya itu. "Terus aja salahin diri sendiri! Muak gue sama lo, Ren!"
Andy membantu kakaknya berdiri kemudian menatap kepergian Jovan, "Belum pernah gue liat Bang Jovan semarah itu."
Naren tertawa hambar, "Dia terlalu peduli sama gue makanya sampe main tonjok gini."
Andy menghela napas pelan kemudian menyeka darah di sudut Naren menggunakan tisu.
"Gue bisa sendiri." Naren mengambil alih tisu tersebut dari tangan adiknya. "Mending lo pulang, Icung sama Yuri udah nungguin lo di rumah."
"Bang, gue nggak mungkin ninggalin lo sendiri dalam keadaan kayak gini!"
"Gue bisa urus keluarga gue sendiri, Dy. Tolong jangan buat gue merasa jadi cowok paling lemah di dunia ini."
"Iya! Hidup aja sana sama ego lo!" seru Andy kemudian beranjak pergi.
Naren tersenyum tipis menatap kepergian adiknya. "Andy just being Andy."
***
"Lagi merhatiin apa?"
Nayla menghela napas pelan kemudian menyerahkan sebuah kertas kepada Mark. "Rasanya kayak dejavu, Mark. Aku pernah liat gambar ini sebelumnya, tapi aku lupa."
KAMU SEDANG MEMBACA
DUREN (Duda Keren)
FanfictionPERHATIAN! Cerita ini akan menyebabkan oleng dari bias dan halu yang berlebih, tolong siapkan iman kalian. Bukan cuma itu, cerita ini akan membuat kamu ice moci sampai ubun-ubun dan juga mengabsen nama-nama hewan di kebun binatang. Jadi, sudah siap...