31. Pelarian

808 107 38
                                    

Nayla memperhatikan jam dinding yang menunjukkan pukul 4 pagi, semalam Naren pergi entah kemana dan belum pulang sampai sekarang. Gadis itu menghela napas pelan bangkit dari tempat duduk. Ia sedikit terkejut ketika ada seseorang yang membuka pintu apartemen.

"Mas Naren?"

Naren menatap Nayla sebentar kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar.

"Darimana, Mas?" tanya Nayla.

"Bukan urusan kamu."

Nayla menahan tangan Naren dan menarik pria itu ke ruang tengah. "Darimana?"

"Nay, aku capek," ucap Naren.

"Capek ngapain? Mabuk?" tajam Nayla setelah mencium aroma alkohol.

"Cerewet banget sih!"

"Kamu kenapa berubah gini sih, Mas?!"

"Aku capek kerja terus, Nay! Aku juga butuh hiburan! Memangnya nggak boleh?!"

Nayla tertawa sarkas, "Sama siapa kamu mabuk? Sama mantan istri kamu itu?"

"Iya. Dia lebih menarik dan agresif daripada kamu! Dia bisa puasin nafsu aku, nggak kayak kamu yang selalu nolak!"

Kedua tangan Nayla terkepal kuat, "Tapi aku ini istri sah kamu, Mas!!"

Naren tertawa, "Harusnya Karina dateng lebih awal sebelum kita menikah."

"Kamu nyesel nikah sama aku?!"

"Gimana ya? Aku bingung, aku sebenarnya masih cinta sama Karina tapi aku juga cinta sama kamu. Apa kamu mau dimadu?"

"BRENGSEK!"



Plak!



"SIAPA YANG KAMU BILANG BRENGSEK?!"

Nayla menunduk, memegangi pipinya yang terasa perih akibat tamparan Naren.

"Orang tua kamu yang brengsek, bisanya cuma morotin aku."

Nayla menghapus air matanya kemudian lebih memilih pergi daripada tambah sakit hati mendengar penuturan suaminya itu.

"Pergi sana! Aku nggak peduli!"

Nayla membanting pintu apartemen kemudian bersandar pada tembok. Tubuhnya merosot jatuh ke bawah hingga ia terduduk di lantai. Lorong apartemen masih terlihat sepi karena ini masih subuh.

Tak pernah terbayangkan olehnya, Naren yang selalu ia anggap sempurna dari tutur kata dan sikapnya itu bisa menyakitinya sampai seperti ini.





***






"Hey- Nayla?"

Nayla hendak pergi, namun Mark dengan cepat menahan tangan perempuan itu.

"Ngapain pagi-pagi buta gini udah keluyuran?" 

Nayla tak menanggapi pertanyaan lelaki itu, ia hanya menunduk dan enggan menatap Mark.

"Hey, what's going on?" Mark sedikit menunduk untuk melihat wajah Nayla. 

Gadis itu menggeleng pelan.

"Lo nangis?" tanya Mark yang lagi-lagi dibalas gelengan. "It's okay to cry."

Mark menarik Nayla ke dalam pelukannya dan membiarkan gadis itu menangis untuk meluapkan segala kesedihannya.

"It's okay. I'm with you."

Nayla memeluk Mark seerat mungkin tanpa mempedulikan apapun. Inilah yang benar-benar ia perlukan saat ini, pelukan hangat dari seseorang.

DUREN (Duda Keren)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang