8. Perjodohan

1.5K 168 11
                                    

Pandangan Nayla tak bisa terlepas dari gambar yang tergeletak di atas meja. Itu adalah gambar yang dibuat Nana untuknya tempo hari. Keluarga lengkap yang tersenyum cerah, secerah matahari berbentuk bulat tak sempurna berwarna kuning yang berada di bagian atas gambar.

"Ini salah lo, bukan salah Mas Naren." Nayla bermonolog, menyalahkan dirinya sendiri karena terlalu berekspetasi tinggi. 

"Siapa yang salah?" Nayla spontan terkejut kemudian cepat-cepat memasukkan gambar Nana ke dalam laci. 

"I-ibu? Sejak kapan ada disana?" tanya Nayla ketika melihat sosok wanita paruh baya yang berdiri di ambang pintu. 

"Baru aja," ucap Maha kemudian berjalan menghampiri putrinya. "Kamu lagi ngapain?" 

"Hmm lagi duduk aja," balas Nayla seadanya. 

"Kayaknya kamu lagi banyak pikiran." 

Nayla terkekeh kemudian menggeleng, "Pikiran apa? Nggak ada kok."

Maha menghela napas pelan, "Ibu yang udah rawat kamu selama 26 tahun. Kamu nggak bisa sembunyiin sesuatu dari Ibu." 

Nayla hanya menunduk sembari memainkan jemarinya. 

"Ada apa? Ayo cerita," desak Maha. 

"Hmm aku lagi jatuh cinta, Bu," ucap Nayla malu-malu. 

"Jatuh cinta? Sama siapa?" 

"Sekitar seminggu yang lalu ada anak perempuan umur 4 tahun yang jadi pasien aku, Bu. Namanya Nana," ucap Nayla. 

"Jangan bilang kamu jatuh cinta sama ayah dari anak itu?" 

"Hmm.. iya, Bu." 

"Astaga Nayla!!" seru Maha. "Bisa-bisanya kamu jatuh cinta sama suami orang?!" 

"Dia duda, Bu." 

Maha memijat pelipisnya, "Kamu jatuh cinta sama duda yang udah punya anak umur 4 tahun??!!!" 

 "Tapi wajahnya nggak keliatan duda, Bu. Dia masih muda." 

"Berapa umurnya?" Maha menginterogasi. 

"Hmm lebih tua 1 atau 2 tahun dari aku mungkin, Bu." 

"Itu akibatnya nikah muda, mental belum siap ujung-ujungnya pisah dan anak yang jadi korban," Maha mengomel. 

Nayla menghela napas pelan, ia ingin membela Naren namun ia urungkan karena malas berdebat dengan ibunya. 

"Apa pekerjaannya?" tanya Maha. 

"Aku kurang tau sih, Bu." 

"Laki-laki nggak jelas," gumam Maha. "Terus kalo dia kerja, anaknya gimana?" 

"Nana biasanya dititip di penitipan anak, Bu." 

Maha berdecih. "Bisa-bisanya naruh anak di penitipan." 

Nayla menghela napas pelan, "Ibu jangan ngomong gitu dong, nanti kalo aku punya anak juga nggak ada pilihan lain selain bawa dia ke penitipan." 

"Nggak!" seru Maha. 

"Kalo kamu punya anak, biar Ibu yang jaga. Ibu nggak mau cucu Ibu tumbuh dari kasih sayang orang lain." 

"Yaudah, terserah," Nayla mengibaskan tangannya kemudian bangkit untuk merapikan tempat tidur yang sedikit berantakan. 

"Malam ini kamu ada acara?" tanya Maha. 

"Enggak, Bu." 

"Kita dapat undangan makan malam dari keluarga Hauten, kamu harus ikut." 

DUREN (Duda Keren)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang