Chapter 1

11.2K 1K 289
                                    

5 tahun kemudian..

“Kematian bukanlah kebalikan dari hidup, tapi bagian darinya” -Haruki Murakami.

Kematian adalah hal yang paling dekat dengan semua yang bernyawa. Tidak ada yang tahu kapan hari itu akan datang. Tidak ada yang tahu kapan mereka akan ditinggal oleh yang di kasihi. Beberapa merasakan duka yang dalam, hati yang perih atau airmata yang seakan tidak berhenti mengalir. Yang lain memiliki hati seluas lautan untuk sanggup mengikhlaskan yang dicintai pergi. Namun ada beberapa dari mereka yang terlalu mati rasa untuk kesedihan, karena terbiasa dengan kehilangan.

Didalam ruangan berarsitektur eropa abad pertengahan dengan sentuhan romantisme era klasik pada setiap dinding dan pilar terdapat satu pengacara dan empat orang lainnya mengenakan baju pemakaman berwarna hitam tengah mendengarkan pembacaan surat wasiat sekaligus pembagian warisan setelah meninggalnya kepala keluarga dirumah itu.

"7 % ?! Apa kau bercanda ?"

Pengacara bermarga Han yang mendengar pekikan wanita didepannya hanya bisa diam dan membenarkan letak kacamatanya. Menjadi seorang pengacara, pria tua itu telah terbiasa oleh suara teriakan ataupun makian dari kliennya.

"Ibu, kau tidak perlu berteriak", pria dengan kedua alis tegas itu berbicara dengan suaranya yang pelan.

"Diam !. Aku tidak pernah sudi kau panggil ibu !" wanita itu menyalak. Membiarkan otot halus dipelipisnya ketara, sementara rahangnya mengeras dengan murka diseluruh wajahnya.

"Ayah hanya menggunakan namamu untuk kepentingan publik, kau harus berterimakasih dia masih memberimu 7% walaupun kalian sudah bercerai", Sehun berbicara kembali.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa mendiang ayah dari Park bersaudara, Park Won Hae menikahi Seo Jung Hwa untuk kepentingan nama baiknya di pemerintahan. Memiliki seorang istri berasal dari negara lain bukanlah sesuatu yang umum bagi seorang politisi. Hal yang paling parah namun menggelikan dalam waktu yang bersamaan adalah saat publik mulai mempertanyakan nasionalismenya. Oleh karena itu Park Won Hae secara terpaksa menikahi wanita lain  berdarah Korea.

Mendengar kalimat kurang ajar dari putra mantan suaminya semakin membuat wanita itu mendidih. Bibir yang dipoles oleh lipstik merah tua itu mengerat, kedua tangannya mengepal kuat penuh dengan emosi sebelum meraih tas berhiaskan berlian miliknya dengan kasar dan melenggang pergi dari ruangan. Kakinya membuat langkah yang lebar setelah meludahkan makian untuk semua anggota keluarga Park.

"Aku tidak tahu jika ayahmu menikahi wanita pemarah"

Park bersaudara itu tersenyum kecil mendengar ucapan ibu kandungnya. Wanita yang berusia setengah abad itu mengenakan dress selutut berwarna hitam. Diatas kepalanya terdapat hiasan topi dengan fishnet (jaring) yang sedikit menutupi sebagian wajah mendungnya.

"Anda bisa bertanya kepada saya tentang warisan dari mendiang  ketua majelis Park. Namun untuk pembagiannya, saya tidak bisa melakukan apapun karena apa yang tertulis sudah mutlak" ucap pengacara Han lalu meletakkan dokumen pembagian warisan mendiang Park Won Hae.

"Tentang kursi Ketua SJ Corp,  kenapa tidak Sehun saja yang menerimanya ?" tanya Chanyeol.

"Chanyeol, kau tahu aku tidak bisa melepaskan tanggung jawabku di SH Entertaiment begitu saja" ucap Sehun dengan cepat sambil menggelengkan kepalanya. Kedua alisnya berkerut samar, tidak setuju dengan ucapan saudaranya. Dia tahu bahwa Chanyeol tidak pernah berhasrat menjadi bagian dari SJ Corp. Namun Sehun juga tidak bisa menyerahkan posisinya sebagai Direktur SH Entertaiment kepada orang lain dan menempati posisi mendiang ayahnya  begitu saja.

THE ASHEN EYES (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang