Prolog

14.1K 1K 256
                                    

Sejak dulu, ibu panti selalu memberi sebuah nasihat yang sama untuknya. Mengingatkannya untuk tidak melakukan hal ini dan itu untuk kebaikan dirinya dengan alasan yang tidak begitu jelas. Pemilik iris cokelat terang madu itu selalu tertawa setiap kali mendengarnya. Dia bertanya-tanya mengapa ibu panti tidak pernah lelah mengatakan lelucon itu kepadanya. Sehingga pria itu mulai berpikir mungkin ibu panti mungkin merasa tidak begitu setuju dengan keinginannya untuk melanjutkan sekolah di Seoul, yang mana itu berarti dia harus meninggalkan panti.

Hingga kemudian hari ini tiba, dimana dia mengolok-olok dirinya sendiri karena menganggap remeh wanita paruh baya yang dulu dia anggap terkesan protektif kepadanya. Bahkan saat dia memutuskan untuk keluar dari panti asuhan dan berusaha untuk hidup diatas kakinya sendiri, nasihat terakhir yang ibu panti berikan padanya adalah untuk selalu berhati-hati karena dunia akan selalu menjadi kejam untuk orang sepertinya.

Bahwa dia tidak seharusnya menghirup udara yang sama dengan orang-orang bersetelan jas dengan harga puluhan juta dari atas hingga sepatu kulit dibawah kaki mereka. Bahwa dia tidak seharusnya terlibat dengan orang-orang seperti mereka.

Baekhyun menurunkan pandangannya saat terdengar bunyi panggilan masuk dari smartphone model lama yang berada di saku jaketnya. Itu adalah hadiah dari ibu panti saat dia berulang tahun di usia 15 tahun, tepat saat dia memutuskan untuk pergi  karena mendapatkan beasiswa dari salah satu sekolah menengah atas elit di Seoul berkat prestasinya yang dilirik sekolah itu.

Awalnya Baekhyun sangat ragu saat meninggalkan Bucheon, ibu panti dan anak-anak yang telah dia anggap sebagai adik kecilnya sendiri. Tapi pria itu mencoba untuk melihat sisi yang baik. Mungkin di Seoul dia bisa mengubah hidupnya lebih baik dimulai dari pendidikan yang mendukung. Sebuah pemikiran yang klise, karena tidak semua hal berjalan sesuai dengan apa yang pria itu rencanakan. Wanita paruh baya itu benar,  bahwa dunia akan selalu menjadi kejam untuk orang sepertinya.

"Angkat telponmu" , ucap pria paruh baya yang saat ini duduk didepannya. Terlihat terganggu saat dering panggilan kedua terdengar.

Baekhyun bergumam maaf sebelum mengeluarkan smartphone itu dari sakunya. Menemukan kontak nama yang membuatnya sempat menahan napasnya sebentar. Sementara pria paruh baya didepannya itu masih menatapnya, menunggu.

Baekhyun menelan ludahnya dengan kasar, berharap mengurangi kegugupannya sebelum menggeser tombol hijau diatas layar persegi panjang ditangan kanannya.

"H-halo ?"

"Baekhyun, aku hanya ingin memberitahu tentang makan malam nanti, aku mungkin akan sedikit terlambat karena ada hal yang harus segera kuselesaikan. Jadi kau bisa datang lebih dulu, aku sudah membuat reservasinya"

"Y-ya, tentu"

Terjadi hening untuk beberapa saat sebelum suara dari seberang kembali terdengar.

"Oke, akan menelponmu lagi nanti"

Kemudian panggilan itu berakhir dan Baekhyun menyimpan smartphonenya kembali kedalam saku jaketnya.

"Apakah itu putraku ?" ucap pria paruh baya didepannya dan Baekhyun mengangguk dengan kaku. Atmosfer disekitarnya terasa menekan paru-parunya. Membuat aliran oksigen didalam darahnya tidak bekerja dengan baik. Lehernya terasa tercekik.

Helaan napas berat dari pria paruh baya didepannya membuat Baekhyun semakin tidak nyaman ditempat duduknya. Dia sebenarnya telah mengira bahwa hal semacam ini akan datang padanya. Tahu benar bahwa mereka berasal dari dunia yang berbeda bagaimanapun semua orang memandangnya.

"Dong il" ucap pria paruh baya itu lalu pria bersetan jas tidak kalah rapi yang berdiri disampingnya segera meletakkan sebuah amplop besar di atas meja, dihadapan Baekhyun.

THE ASHEN EYES (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang