#45 Menyusun Puzzle

14 4 0
                                    

Gas terus yuk, selagi luang🥴😆
Tapi aku mau ingetin dulu nih, setelah baca jangan lupa vote part ini, oke?

Let's read...

***

Malam semakin larut, Arumi tak henti-hentinya mondar-mandir di ruang tamu rumahnya, sesekali ia mengintip dari balik tirai jendela. Ia mengkhawatirkan putri tunggalnya yang sampai saat ini belum juga tiba di rumah.

Ia mendesah semakin gelisah ketika kembali terdengar suara operator dari ponsel yang tengah ditempelkan ke telinganya. Ia menurunkan ponsel dan menatap layarnya, ini adalah kali ke sepuluh ia mencoba menghubungi ponsel putrinya malam ini, tetapi lagi-lagi Ara tidak mengangkatnya. Jelas hal itu semakin membuatnya khawatir.

***

"A, apa?" Sahut Rayan sedikit gugup

"Dia marah ga ya kalo gue tanyain soal ini?" Batin Ara. "Ga apa-apa Ra, lebih baik lo tanya langsung daripada lo terus nebak-nebak. Yang ada nanti jatuhnya malah jadi su'udzon" Ara menghela nafas "huft.. bismillah"

"Ini, gue ma.."

Tiba-tiba ucapannya terhenti saat terdengar ponselnya berbunyi dari dalam tasnya. Ia merogoh tasnya dan mengeluarkan ponsel. "Umma?" Ia menatap laki-laki di sebelahnya lagi, lalu ia meminta izin untuk menjawab panggilan telepon dari ibunya.

---

Lega.

"Alhamdulillah.. Lun, akhirnya kamu angkat telepon Umma" desis Umma dengan mata berbinar

Ara mengucapkan salam sekaligus meminta maaf karena baru sempat menjawab telepon Arumi. Tanpa banyak basa-basi, Arumi meminta putrinya untuk segera pulang, bahkan ia menawarkan untuk menjemput putrinya. Namun, Ara menolaknya. Karena ia tidak ingin merepotkan ibunya.

----

Selepas menutup teleponnya, Ara menyimpan ponselnya kembali ke dalam tas. Karena permintaan ibunya, ia berpikir sejenak dan memutuskan untuk mengurungkan pertanyaan yang akan ia sampaikan kepada laki-laki di sebelahnya.

Ara menatap jam tangannya "Ray, Gue balik ya. Ga kerasa udah setengah dua belas aja"

Rayan hanya terdiam dengan tatapan kosong.

"Dia malah bengong" keluh Ara pelan lalu memanyunkan bibirnya, hingga beberapa detik kemudian, ia tersenyum tipis saat terpikirkan sesuatu dalam benaknya. "Saatnya bales dendam!". Sedikit demi sedikit Ara mendekatkan wajahnya ke telinga Rayan sambil menahan geli ingin tertawa.

Sangat di luar ekspektasi, belum sempat Ara berteriak di telinga Rayan, sialnya laki-laki itu tiba-tiba menoleh kearahnya hingga wajah keduanya begitu dekat.

Rayan dan Ara terpaku, seolah keduanya membeku di dalam sebuah peti berisikan salju dan terjebak di dalamnya. Tatapan mereka terlihat begitu dalam, bahkan seakan-akan keduanya berharap waktu berhenti.

Tiba-tiba Ara mengerajapkan matanya yang kemudian diikuti Rayan. "Eh, lo mau ngapain deket-deket ke muka gue?" Pekik Rayan yang malah membuat Ara salah tingkah "gue? tadinya mau..". Rayan menatapnya curiga. "Heh, ngapain lo liatin gue begitu?". "Gue tau, tau dan amat sangat paham" decak Rayan "gue paham kalo lo masih belum bisa hilangin rasa nge-FANS lo sama gue". Ara menatapnya sinis. "Tapi, jangan nekat nyosor duluan dong. Lo kan cewek". "Najis!" Ketus Ara sambil bangkit dari duduknya, lalu menggendong tasnya.

PESAN UNTUK RAYANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang