Part 16

1.6K 69 24
                                    

"Zona nyaman yang selama ini selalu ku rasakan, kini sudah tak lagi ada. Secara perlahan, langkah ku mulai menyebrang melewati perbatasan menuju ke daerah yang tak seharusnya ku pijak." –Ariel Ayunda Agrista.

***


"I-ini kan... " tangan Ariel gemetar kala melihat apa yang ada di dalam kertas yang baru saja dia ambil.

Ah, ralat. Ini bukan hanya sekedar kertas, melainkan foto. Foto dimana Ariel tengah tersenyum kearah para binatang yang ada di dalam kandang.

Dan dibalik foto itu, ada sebaris kata yang membuat Ariel terdiam kaku.

Tidak lama lagi, hadiah ku akan aku kirim. Semoga kau menyukainya.

Apa maksud dari kalimat itu? Memangnya siapa dia sampai repot-repot mengirimkan hadiah untukku. Begitulah yang Ariel pikirkan.

Kini, bukan cemas dan takut lagi yang Ariel rasakan. Melainkan rasa penasaran yang mendalam terhadap identitas si pengirim.

Memikirkan ini, membuat Ariel pusing. Mungkin lebih baik jika ia membahas ini dengan Brian dan yang lain. Mungkin saja mereka bisa membantu mencari tahu apa maksud ini semua.

Di saat yang sama, Brian dan Poy tengah berusaha menghentikan Liam dan Laras yang sedari tadi beradu argumen. Bahkan beberapa umpatan pun terdengar menyelip dalam kata demi kata yang terucap.

Laras menunjuk tepat di depan wajah Liam dengan geram. "Hei! Seharusnya tadi kau tidak meninggalkan aku sendirian, dan semua ini tidak akan pernah terjadi! Dasar bodoh!" seru Laras yang merasa kesal dengan sikap Liam tadi.

Liam melotot tidak terima. "Hei, itu bukan salah ku, tapi salah dirimu! Jika kau tidak tebar pesona seperti itu, mereka tidak akan menggoda mu," sindir Liam.

"Kau?!"

"Apa?!"

Dan beginilah akhirnya, upaya Brian dan Poy untuk memisahkan mereka pun tidak berhasil. Bahkan ucapan tegas dari Brian pun tidak mampu menghentikan mereka.

"Mereka cocok jika dinikahkan, bagaimana menurut mu?" Poy bertanya kepada Brain sambil berbisik pelan. Karena takut jika Laras dan Liam mendengar.

Brian hanya melirik sekilas kearah Poy lalu menganggukkan kepala bertanda setuju.

Merasa jengah dengan sikap kekanakan mereka, Brian memilih menjauh dari mereka. Lalu tatapannya menelusuri sekitar, berusaha mencari keberadaan Ariel.

Ngomong-ngomong, sudah lebih dari satu jam Ariel pergi untuk jalan-jalan. Namun, belum ada tanda-tanda kapan anak itu akan kembali. Hal itu tentunya membuat Brian cemas. Walau tatapan dan raut wajahnya terlihat datar, tapi siapa yang tau apa yang saat ini Brian rasakan.

"Poy," panggil Brian.

"Hah? Kenapa?" tanya Poy.

"Ariel belum kembali, dia tidak tersesat kan?"

Ucapan Brian membuat Poy mengerutkan kening. "Tersesat bagaimana? Dia kan sudah dewasa, mana mungkin dia te– eh ... Iya juga, ya. Sudah satu jam lebih tapi dia belum juga kembali. Aku jadi khawatir." ucap Poy sambil menatap jam tangannya.

Kini perasaan cemas juga menghinggapi hati Poy. Walaupun terkadang sikapnya sering terlihat tak peduli dengan sekitar, tapi jika membahas Ariel semuanya akan berbeda. Bagi Poy sendiri, Ariel adalah perempuan yang paling berharga setelah sang Bunda tentunya.

"Aku akan mencari dia," ucap Brian.

"Aku ik– ARIEL?!" belum sempat Poy menyelesaikan ucapannya, tidak sengaja netranya menangkap sosok Ariel yang berjalan mendekat kearah mereka. Sehingga membuat dirinya mengurungkan niat untuk mencari.

Ex Boyfriend Is My StepfatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang