Part 34

465 33 12
                                    

Happy Reading

Sejak menerima fakta mengejutkan tentang perasaan Tristan semalam, dari kejadian itulah saat ini Ariel mulai berusaha untuk merubah dirinya. Bukan secara penampilan, melainkan secara kepribadian. Jika selama ini kepribadiannya terlalu kekanak-kanakan dan seringkali terlihat menyedihkan, maka kedepannya dia harus lebih bersikap dewasa dan kuat. Untuk menghadapi dunia yang kejam ini bukankah dia harus menjadi lebih kuat agar tidak tertindas dan diremehkan. Terlebih lagi dari semua kejadian yang pernah dia alami, dia juga harus belajar dari semua itu.

Ditangannya sudah ada banyak informasi, tentunya untuk mendapatkan semua informasi ini tidaklah mudah. Ada nyawa yang harus dikorbankan, tentunya lewat perantara Niel Stamn -detektif swasta- yang pernah membantunya sekaligus sudah dianggap sebagai kakak oleh Ariel.

Saat ini yang Ariel perlukan tinggal lah  mendapatkan bukti yang kuat untuk menangkap si pelaku dan memberikan hukuman setimpal atas perbuatannya selama ini. Perbuatannya itu tentu sudah sangat melewati batas dan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.

Kasus kematian kedua sahabatnya memanglah sudah ditutup sejak lama dan berakhir dengan alasan bahwa itu hanyalah kasus bunuh diri dan kelalaian petugas rumah sakit.

Mengingat peristiwa itu tanpa sadar tangannya terkepal kuat.

Teman-teman ku di atas sana tidak akan tenang sebelum mendapatkan keadilan. Lihat saja nanti, batinnya.

Ariel menengadahkan kepalanya, menatap langit-langit kamar yang tampak remang-remang. Pikirannya terus berkelana memikirkan berbagai hal yang harus dia lakukan dan persiapkan. Dalam hal ini bukan hanya barang yang perlu Ariel siapkan, melainkan juga dengan mental.

Sudah sejak lama Ariel menerima kebenaran ini, namun dia masih ragu dan takut. Tentu saja dia takut, bagaimana tidak. Lawannya bukanlah orang biasa sedangkan Ariel sendiri hanyalah mahasiswi tingkat akhir yang bahkan alur kehidupannya saja terlihat kacau tak berbentuk.

Dia masih lemah dan belum siap pada saat itu. Tapi, untuk saat ini akan berbeda. Kematian orang-orang di sekitarnya sudah dilihat, lalu apa perlu kematian orang tersayang nya juga harus dia lihat? Tidak.

Hufff. Sesekali matanya menatap layar ponsel yang berwarna hitam, seolah tengah menunggu kabar dari seseorang. Namun, lama dia menunggu tetapi belum ada tanda-tanda pesan yang akan diterkirim untuknya.

Ariel mendesah pelan, dia bangkit dari posisi rebahan menjadi duduk dengan kaki menyilang.

"Apa aku begitu bersemangat ya? Ah, ya ampun. Bisa-bisanya aku sebodoh ini!" Ariel mengacak rambutnya, raut wajahnya tampak frustasi.

Ting!

Suara bunyi pertanda pesan masuk terdengar disusul layar ponsel yang menampakkan sebuah gelembung pesan di sana. Segera saja Ariel buka dan membaca pesan yang terkirim.

Deg!

Hah? I-ini ....

Kedua matanya membulat sempurna, raut wajahnya pun terlihat tidak karuan. Ariel benar-benar tidak tahu harus bagaimana menggambarkan kondisinya saat ini.

Setelah membaca seluruh pesan tersebut, segera saja Ariel menghubungi nomor si pengirim. Tidak membutuhkan waktu lama hingga panggilan pun langsung terhubung.

"Kau yakin dengan berita ini?" Ariel tampak khawatir.

"Iya. Aku yakin sekali. Kita sudah mendapatkan bukti, jadi apa yang harus ditakutkan. Kekuasaan? Uang? Aku memiliki semua itu. Koneksiku juga banyak, kau tenang saja Riel."

Ex Boyfriend Is My StepfatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang