Part 26

1.2K 53 16
                                    

Happy reading

***

Setelah melalui berbagai perdebatan dan penolakan pada akhirnya pun dengan sangat terpaksa Ariel harus menyetujui keputusan Viona. Berbagai cara dan alasan bahkan sudah tidak mempan lagi sehingga mematahkan ekspetasi Ariel yang sudah ia susun secara rapi.

Dan di sinilah dirinya berada, duduk dengan tenang di sudut ruangan bersama berbagai jenis hidangan makanan yang tertata rapi di meja. Sesekali pandangannya melirik Tristan di depan sana yang tengah berbincang dengan para rekan bisnis beserta tuan rumah.

Awalnya Tristan menyuruh Ariel untuk tetap berada di sisinya, namun dengan beralasan tidak tahan jika harus berdiri saja akhirnya Tristan memperbolehkan Ariel untuk tidak mendampinginya. Hal itu tentu dengan syarat bahwa Ariel tidak boleh pergi terlalu jauh dari pandangannya. Karena enggan memperpanjang pembicaraan Ariel pun menyetujuinya.

Ariel memejamkan mata sembari meresapi rasa nikmat dari makanan yang ia makan. "Aku akui makanan di sini cukup lezat."

"Kau kenapa?" tanya Tristan yang melihat perbedaan raut wajah Ariel.

Menyadari akan kedatangan Tristan membuat Ariel membuka mata kemudian menatap bingung Tristan.

"Sudah selesai?"

"Berbincangnya sudah, tetapi acaranya belum," jawab Tristan sekenanya.

Ariel mengangguk mengerti sebagai respon.

"Kita akan pulang larut atau sore?" tanya Ariel dengan pandangan menelusuri sekeliling.

Tristan menoleh kala mendengar pertanyaan Ariel, kemudian dia membenarkan letak dasi nya baru setelah itu menjawab.

"Menurutmu."

Ini bukan jawaban, melainkan pertanyaan. Dengan kesal Ariel menatap tajam Tristan, walau sebenarnya hal itu sama sekali tidak berpengaruh baginya.

"Kita pulang lebih awal," tegas Ariel yang tidak ingin dibantah.

"Besok hari Minggu, apa kau tidak ingin menikmati malam Minggu ini denganku?"Tatapan Tristan mengarah pada Ariel. Sontak tanpa sadar membuat Ariel seakan terhipnotis ke dalamnya.

"Bagaimana?" tanya Tristan menyadarkan lamunan Ariel.

Ariel yang ketahuan menatap secara terang-terangan pada Tristan pun seketika gelagapan. Rasa malu dan mulas secara bersamaan bercampur menjadi satu, bahkan mungkin saja kini wajahnya sudah mirip seperti kepiting rebus. Hal itu tentu tak luput dari perhatian Tristan, hingga tanpa sadar membuat senyum tipis tersungging di bibirnya.

"Ada apa? Kau baik-baik saja? Wajahmu terlihat merah," ejek Tristan yang mana justru membuat wajah Ariel semakin memerah karena malu. Rasanya ingin sekali ia memukul kepala pria itu agar mulutnya tidak mengeluarkan ucapan seenaknya.

Dengan kasar Ariel mengambil kertas undangan yang entah bagaimana bisa berada di meja dekatnya kemudian mengipaskannya ke wajah.

"Lain kali jaga mata dan mulutmu itu. Itu tidak baik didengar dan dilihat oleh anak kecil, Pah."

Mungkin jika mereka tidak sedang berada dikeramaian seperti saat ini, bisa saja Tristan sudah tergelak akibat ulah gadis di hadapannya ini. Sungguh lucu melihat tingkah gadis ini, bahkan mendengar bagaimana dia memanggilnya 'Papa'. Ah, rasanya sangat lucu.

Tristan akui, panggilan seperti itu belum cocok baginya yang mana masih muda. Apalagi yang memanggilnya adalah gadis yang usianya hanya terpaut beberapa tahun saja darinya. Dan itu adalah mantan kekasihnya dahulu. Sungguh ironi hidupnya ini.

Ex Boyfriend Is My StepfatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang