Part 27

938 41 10
                                    

Happy Reading

***

    Sudah seminggu lebih semenjak malam itu, kini hubungan diantara Ariel dan Tristan telah membaik. Walau belum sepenuhnya. Tristan pun masih sering berubah-ubah sifatnya, walau begitu setidaknya mampu mengurangi kekacauan hati Ariel.

Seperti halnya pagi ini, senyum merekah terus tersungging di bibir Ariel. Bahkan tak jarang orang-orang menatapnya aneh, tentunya tidak menjadi masalah bagi sang pemilik senyum. Karena yang terpenting adalah suasana hatinya yang tengah membaik. Bagaikan cuaca di musim semi dengan bunga-bunga cantik  menghiasi, burung-burung berterbangan kesana-kemari, serta angin sejuk berhembus menerpa rumput-rumput liar. Begitulah deskripsi suasana hati seorang Ariel saat ini.

"Tidak kah kau merasa lelah? Menyunggingkan bibir mu sepanjang hari tentu tidaklah mudah," ucap Laras.

Ariel menatap wajah kusut Laras, dia tersenyum lagi. "Ada baiknya kau menutup mulut mu jika tidak bisa memberikan respon positif."

Laras tidak menanggapi sindiran Ariel. Gadis itu mengubah duduknya menjadi menghadap Ariel.

"Aku tidak akan bertanya, karena tebakan ku pasti benar." Laras balik bertanya.

Ariel mengangkat alisnya, " Kalau begitu tebaklah."

Gadis berpenampilan sedikit tomboy itu memajukan wajahnya, membuat posisi keduanya menjadi sangat dekat. Hanya terhalang meja yang menjadi pembatas keduanya.

"Tristan si pria bajingan itu," bisiknya penuh penekanan.

Dan benar. Raut wajah Ariel berubah. Terlihat sekali dia terkejut, namun hanya sebentar sebelum kemudian kembali terlihat biasa.

Melihat respon dari sahabatnya, dia menyeringai lebar. Merasa bahwa tebakannya tepat sasaran.

Ariel menghembuskan nafas kasar, ia mendorong menjauh wajah Laras dengan tangannya. Sehingga memberikan ruang baginya berbicara.

"Kau memang sahabatku."

Laras memekik senang. "Ah! Tebakan ku benar!"

Ariel menopang dagunya. "Jangan berlebihan, apa kau tidak mau mendengar cerita ku?"

Lalu ia menatap sekitar, memastikan belum ada dosen yang masuk. Kemudian ia kembali menatap Laras, menunggu jawaban.

"Tidak perlu dan tidak butuh," tolak Laras dengan tegas.

Kedua alis Ariel mengerut, "Mengapa?"

"Dulu kalian berpisah karena kesalahpahaman, lalu setelah bertahun-tahun tidak bertemu akhirnya kalian dipertemukan kembali. Pertemuan kalian pun dengan keadaan yang berbeda. Dia Ayah mu, dan pria itu suami Bunda Viona. Tidakkah kau memikirkan perasaan Ibu mu? Bagaimana perasaannya jika dia tahu kau memiliki rasa terhadap suaminya, bahkan suaminya dengan bodoh juga ikut meladeni sikap mu. Kita sesama perempuan, apa kau tega menyakiti perasaan perempuan lain hanya demi cinta mu yang bahkan belum tentu akan abadi?"

Laras menghentikan ucapannya, sengaja dia lakukan untuk melihat respon Ariel. Namun yang dia dapati hanya tatapan nanar dari gadis itu. Mungkin sedang mencerna ucapannya.

"Banyak yang sedang terjadi selama ini. Kehidupanmu, perasaanmu, sahabatmu, bahkan teror misterius. Tapi bukan berarti kau bisa mendahulukan ego mu itu. Kau harus memikirkan perasaan or–"

"Laras!" sela Ariel memotong ucapan Laras.

Laras menoleh terkejut, dia menatap bertanya pada gadis yang kini berubah menatap terkejut dirinya. Sebelum kemudian raut wajahnya berubah menegang, menyadari kesalahan yang tidak sengaja dia buat.

Ex Boyfriend Is My StepfatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang