Part 31

546 31 1
                                    

Happy Reading

Sudah berapa lama dia menatapku seperti itu? Setidaknya itulah yang aku pikirkan saat ini. Pria tampan berambut pirang dengan badan atletis  dan berpakain santai yang tidak sengaja ku temui ketika tengah mencari barang di minimarket tadi tiba-tiba saja datang menghampiri ku dan menawarkan untuk makan es krim bersama.

Earln Mackenzie, pria itulah yang kini duduk di depanku sambil terus menatap  tanpa henti.

Aku menghela nafas untuk yang berulang kali, dalam benakku terus bertanya apakah pria itu tidak merasa bahwa lawan bicaranya merasa bosan? Bahkan dia tidak mengalihkan tatapannya barang sejenak. Kini aku benar-benar sudah jengah dengan tingkah menyebalkannya itu.

Aku berusaha tersenyum lebar walau rasanya amat sangat kesal. "Bisakah aku pergi sekarang?"

Raut wajahnya tampak terkejut, ekspresi nya itu memang tidak terlalu kelihatan, tetapi jika diamati dari perubahan bola matanya yang tiba-tiba membesar, jelas sekali ketahuan.  Dia memang hebat dalam mengekspresikan sesuatu. Ku akui itu, tapi hanya berlaku untuk orang lain dan tidak untukku.

"Hei, santai saja nona muda. Memangnya apa yang akan kau lakukan setelah ini? Tidak terlalu penting bukan? Jadi duduklah bersama ku sembari menikmati es krim ini."

Dia terlihat semakin menyebalkan di mataku, apalagi jika sambil tersenyum seperti itu. Tanpa beban dia tersenyum dan berkata seperti itu, apa tadi katanya? Dia pikir duduk di sini dengannya itu penting.

"Kalau begitu mari nikmati es krim ini dan utarakan tujuanmu menemui ku, Tuan Earln Mackenzie."

Earln justru terkekeh. "Kau terlihat menggemaskan ketika menyebut marga ku. Apakah itu artinya kau ingin menjadi nyonya keluarga Mackenzie?"

Apa itu maksud perkataannya? Dan lagi, apa ini. Mengapa mata nya tiba-tiba berkedip seperti itu. Aku bukannya menatap kagum atau bereaksi yang ada dibayangan pria itu, tatapan ku kali ini justru lebih ke ingin mual.

Untuk membuat lawan bicara ku tidak tersinggung aku pun tersenyum. "Terima kasih atas pujiannya.  Mengenai tawaran mu itu mungkin akan berlaku dilain waktu, Earln. Sedangkan sekarang yang ku inginkan adalah langsung ke intinya. Aku benar-benar tidak ada waktu untuk bersantai, sehabis ini aku harus menemui seseorang."

"Ah, sayang sekali. Padahal ada begitu banyak yang ingin aku katakan. Tapi, baiklah. Aku akan langsung ke intinya. Lagi pula tidak baik bukan jika menahan gadis cantik yang sedang buru-buru seperti ini. Bisa-bisa aku dicap jelek oleh mu," godanya, dia tertawa renyah.

"Rupanya kau tipe orang yang mudah akrab dengan orang lain, ya? Padahal kita hanya bertemu sekali saja. Dan tentunya dengan kondisi yang tidak cukup baik," celetukku, tanganku terangkat menopang dagu.

"Ahahaha, pujian mu sungguh indah. Kau salah, aku seperti ini hanya kepada beberapa orang yang sekiranya cocok dengan ku." Raut wajahnya mulai serius begitu pun dengan tatapan matanya. Berbeda sekali dari eksperinya yang tadi. Sungguh perubahan yang mengejutkan.

"Ngomong-ngomong, orang yang kau temui kemarin ... kabarnya kini ditemukan meninggal dunia di tempat tidurnya. Polisi mengatakan bahwa ini kasus bunuh diri akibat overdosis karena mengonsumsi obat-obatan dalam jumlah besar sekaligus. Di sana juga ditemukan beberapa botol minuman alkohol dan narkoba. Tapi, Ariel ... apa kau tidak merasa ada yang janggal?" Dia menatapku penuh selidik. Tangan kanannya terangkat menopang dagu, kini auranya terlihat angkuh dan menekan.

Entah perasaan ku saja atau bukan, suasananya kini terasa sesak. Setiap kata demi kata yang dia ucapkan seolah mengatakan bahwa aku tahu mengenai hal ini. Apalagi kalimat terakhirnya, sepertinya dia sengaja menekan dibagian itu.

Ex Boyfriend Is My StepfatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang