Part 13

1.9K 84 6
                                    

"Menjadi egois bukanlah sikapku. Tapi, apakah salah jika sekali saja aku bersikap egois demi mendapatkan kebahagiaan yang selama ini ku nantikan?"-Ariel Ayunda Agrista

***


Suara teriakan kesakitan menggema disepanjang lorong, dinding serta lantai yang semula bersih tanpa noda kini dipenuhi oleh bercak darah yang berceceran. Bahkan bau anyir darah sampai memenuhi indra penciuman bagi siapa saja yang berada di sana.


Tap

Tap

Tap

Suara langkah kaki seseorang menggema disepanjang lorong. Bersamaan dengan itu, suara teriakan yang tadi terdengar jelas kini berubah menjadi senyap. Kesan sunyi pun tiba-tiba menguasai, dinginnya udara malam pun semakin terasa menusuk kulit.

Setiap langkah yang orang itu pijak membawa kengerian tersendiri bagi orang-orang yang berada di sana. Tiap kepala yang semula terangkat kini dengan sekejap langsung tertunduk patuh. Hingga, langkah orang tersebut pun berhenti disalah satu pintu berwarna hitam yang kini warnanya mulai tercampur debu.

Ceklek...

Suara pintu terbuka, menampilkan keadaan ruangan yang mengenaskan didalamnya. Dimana terdapat seorang perempuan dengan penampilan acak-acakan serta tubuh yang dipenuhi darah yang sudah mengering dan bekas luka sayatan serta cambukan hampir memenuhi lengan dan kakinya terlihat jelas tengah mencoba untuk berdiri dengan menopang kursi kayu yang berada didekatnya, namun lagi-lagi dia pun terjatuh. Raut wajahnya terlihat sayu, kantung matanya terlihat menghitam menandakan perempuan itu tidak bisa tidur dengan nyenyak. Tubuhnya pun mulai kurus, wajahnya yang cantik itu pun memucat.

Sudah kesekian kali perempuan itu terjatuh, namun hal itu tidak membuat dia menyerah, dia justru semakin berusaha. Hingga saat dia mencoba lagi tiba-tiba ada tangan yang merengkuh tubuhnya, menjadi penopang agar perempuan itu tidak terjatuh. Dengan perlahan orang itu memapah perempuan itu untuk duduk dikursi. Setelahnya dia menyodorkan segelas air putih yang terdapat dimeja kepada perempuan itu. Dengan perlahan perempuan itu mulai menegak habis minumannya.

"Terimakasih," lirih perempuan itu dengan nada lemah.

Orang itu tidak menjawab, dia lebih memilih untuk duduk dikursi yang berada di sebelah perempuan itu lalu menatap wajah pucat perempuan itu dengan intens. Perempuan itu sadar jika dirinya tengah diperhatikan, namun dia mengabaikan hal tersebut.

"Kenapa?... kenapa kau biarkan aku hidup?" tanya perempuan itu dengan sorot mata yang tak bisa diartikan menatap lurus ke depan.

"Aku harus menjawab apa?"

"Cih. Dasar pria brengsek," desis perempuan itu penuh kebencian sembari menatap tajam kearah pria tersebut.

Pria itu menatap remeh, "Belajarlah berdiri dengan baik dulu, baru kau boleh mengatai diriku seperti itu."

Selepas mengatakan itu, pria tersebut berdiri lalu melangkahkan kaki meninggalkan ruangan itu berserta perempuan yang baru dia temui.

Dengan mata menyorot tajam kearah pintu yang baru saja tertutup, perempuan itu berdecak sinis.

"Dasar iblis."

***

Ariel tidak henti-hentinya menatap layar ponsel dengan sesekali menampilkan raut muka tidak suka ketika balasan pesan satu persatu terkirim.

"Mereka itu keterlaluan sekali," gumamnya kesal.

Ariel menghembuskan nafas kasar. Mengingat tingkahnya kemarin memang benar sangat keterlaluan. Itulah mengapa sekarang ia tidak berani keluar dan lebih memilih mengurung diri di dalam kamar. Rasanya ia sudah tidak punya muka untuk sekedar bertatap muka dengan Mama ataupun Tristan. Rasanya sangat malu sekali jika harus bertatapan dengan mereka. Mama dan Tristan memang tidak bertanya tentang kejadian kemarin, tapi itu justru semakin membuat ia semakin merasa bersalah. Ariel mengacak rambutnya kasar lalu menenggelamkan wajahnya pada bantal. Kedua tangannya pun memukul-mukul bantal mencoba menyalurkan rasa kesal.

Ex Boyfriend Is My StepfatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang