Part 25

1.2K 57 24
                                    

Happy reading

***

Brakk

Suara benda jatuh terdengar jelas dari arah halaman, kemudian disusul suara seseorang yang tengah ribut. Hal itu mengalihkan atensi mereka dan mengecek siapa gerangan yang telah menciptakan keributan.

"Hei, kau yang salah. Jadi jangan menjadikan orang lain sebagai tumbal!"

"Tumbal? Jelas-jelas kau yang salah karena menyetir tidak melihat kanan kiri. Lihatlah, taman bunga ini menjadi rusak karena mu. Dasar bocah."

"Bocah? Hei! Jika aku bocah lalu kau itu apa? Tua bangka yang bau tanah?"

"Sudahlah, Liam."

"Tidak bisa begitu, Bri,"protes Liam yang tak mau mengalah.

"Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut?"

Seruan Viona membuat pandangan mereka teralihkan, kemudian dengan cepat Liam menghampiri Viona guna meminta pembelaan darinya. Hal itu tak luput dari pandangan Vito sehingga membuatnya mendengus tak suka dengan tingkat bocah satu itu.

"Bunda. Si pria tua bangka itu menuduhku merusak taman mu, padahal jelas-jelas dia yang membuatnya begitu. Mobilnya datang dengan kecepatan kemudian menabrak mobil ku lalu dengan refleks mobilku menabrak taman. Tapi dia menyalahkan ku," adu Liam sembari menatap mengejek para Vito.

"Hei! Jangan asal bicara dasar bocah ingusan."

"Buktinya kau tidak bisa mengelak bukan?"

Tatapan mengejek dari Liam sontak membuat Vito tak terima. Sehingga diantara keduanya terjadi adu tatap dengan aura permusuhan.

"Sudahlah. Kalian ini apa-apaan? Tingkah kalian bahkan sama seperti anak kecil, memalukan," seru Ariel yang berhasil menghentikan tingkah keduanya, lalu keduanya pun meminta maaf. Namun berbeda dengan mulut yang begitu mudah meminta maaf, sedangkan itu di dalam hati jelas sekali rasa tidak suka dan berbagai umpatan masih tersimpan jelas.

Karena tidak mau memusingkan hal itu, Ariel menyuruh mereka untuk masuk.
Mereka pun masuk ke dalam, masih dengan aura kurang bersahabat yang terus menguar. Walau begitu seperti biasa Viona lah yang selalu bisa mencairkan suasana. Menjadi yang paling dewasa diantara mereka sudah bukan hal baru lagi bagi Viona untuk menjadi penengah ditengah-tengah kelabilan para remaja yang baru beranjak dewasa ini. Sehingga dengan mudahnya dia langsung membuat suasana kembali cair.

Kini disinilah mereka, duduk di ruang keluarga sembari saling bercengkrama. Hal seperti ini adalah momen yang tepat disaat hujan tengah mengguyur kota. Berkumpul bersama sambil bercerita dengan diselingi lelucon membuat semuanya terasa sempurna. Ah, mungkin tidak semua yang merasakan momen tersebut. Karena, ada dua insan yang kini diam-diam tengah diliputi perasaan yang membingungkan. Hal itu tampak jelas dari sorot mata keduanya. Terlihat sekali dengan sengaja mereka menciptakan kontak mata satu sama lain lalu kemudian memalingkan pandangan.

Ini tidak seperti yang Ariel inginkan, baginya momen seperti ini justru terasa menyesakkan. Bahkan untuk sekedar menghirup nafas pun rasanya seperti seakan-akan ia sedang berencana untuk mencuri. Waktu seharian ingin menghabiskan dengan bermalas-malasan di ranjang pun sirna karena mendengar kondisi Bulan yang tiba-tiba kritis. Tidak, Ariel bukannya menyalahkan Bulan. Hanya saja kenapa harus disaat hujan tengah mengguyur seperti ini. Dan lagi, apa-apaan itu. Di sofa yang tidak jauh dengannya terlihat Tristan yang sesekali mencium tangan Viona. Bahkan pria itu bersikap seolah tidak terjadi apa-apa setelah tadi diam-diam menatapnya dengan tidak sopan. Walau Ariel akui kalau ia justru menanggapi apa yang pria itu lakukan, tapi tidak bisakah pria itu sedikit saja menjadi perasaannya. Entah dari mana datangnya, seketika udara disekelilingnya berubah menjadi panas dan pengap.

Ex Boyfriend Is My StepfatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang