Happy Reading
Dalam kesunyian malam yang menyelimuti, secercah cahaya bulan menelusup dibalik celah-celah jendela yang tidak tertutup oleh gorden. Ruang rawat yang gelap lantaran lampu tak dinyalakan itu tampak begitu seram. Namun, suasana seperti ini sangat menenangkan bagi gadis yang tengah duduk di ranjang pasien itu.Raut wajahnya tampak datar, tatapan matanya pun terlihat kosong menatap dinding. Sisa-sisa air mata masih membekas di wajah cantik itu. Dia terlihat seperti mayat hidup. Tidak ada cahaya kehidupan yang bersinar terang di dalam dirinya. Benar-benar terlihat menyedihkan.
Dalam kesunyian yang melanda, suara pintu yang dibuka terdengar memecah keheningan. Namun, tidak juga membuat gadis itu bergeming barang sedikit. Dia masih tenggelam dalam lamunannya tanpa menghiraukan kehadiran seseorang.
"Ariel," gumamnya pelan. Matanya menatap sendu gadis cantik di depannya.
"Ini aku ... Tristan." Kepalanya menunduk, tak kuasa jika terlalu lama menatap kondisi gadis itu.
Tristan menarik kursi yang berada di sebelahnya kemudian menjatuhkan bokongnya di kursi.
Untuk sesaat Tristan tidak mengeluarkan suara. Dia seakan ikut tenggelam dalam kesunyian.
Suara pintu yang tiba-tiba terbuka membuat atensi Tristan sedikit teralihkan namun tidak membuatnya menoleh.
Sementara itu, Poy yang baru saja kembali pun sedikit terkejut saat melihat Tristan di sini. Hanya saja kali ini dia tidak heboh.
Seakan menyadari situasinya, Poy bergerak hendak menutup pintu dan keluar dari sana. Namun, suara Tristan langsung menahan pergerakannya. Dia terdiam, menunggu kalimat selanjutnya yang akan pria itu sampaikan.
"Tetaplah di sini dan jaga Ariel."
Tristan bangun dari duduknya. Tumitnya bergerak memutar, disusul beberapa langkah kaki yang perlahan menjauhi ranjang.
Di depan pintu, dia berhenti. Tangan kanannya terangkat guna menepuk pundak Poy lalu membisikkan sesuatu yang mana sempat membuat tubuh Poy menegang. Hanya sesaat, karena setelahnya Poy mengangguk walau terkesan kaku. Sebelum benar-benar pergi, Tristan sempat menoleh untuk menatap Ariel sekali lagi. Dirasa sudah cukup, dia pun berjalan keluar melewati Poy.
Setelah memastikan bahwa Tristan benar-benar pergi, Poy langsung menutup pintu. Dia tidak langsung berjalan ke sofa dan merebahkan tubuhnya. Melainkan malah menyenderkan tubuhnya pada dinding di sebelah pintu. Kedua matanya terpejam erat, sementara pikirannya sedang mencerna apa yang dia lihat tadi.
"Sial. Bisa-bisanya aku hampir goyah. Pantas saja Ariel sulit terlepas dari pria itu. Dasar sialan!" Poy berdecak kesal sambil sesekali mengutuk dan melontarkan umpatan kepada Tristan kala mengingat ucapan pria itu barusan.
"Ariel. Milikku. Jaga dia baik-baik. Jangan sampai dia terluka lagi. Kau paham?"
***
Suara derap langkah kaki yang terdengar terburu-buru memenuhi koridor. Bertepatan dengan pintu yang dibuka, munculah sosok pria berpakaian serba rapi lengkap dengan jas yang terpasang dengan rapi di tubuhnya. Terlihat gurat khawatir memenuhi wajah tampan itu. Beberapa butir keringat sebesar biji jagung sesekali menetes membasahi keningnya.
Seorang pria lain yang sejak tadi berdiri di samping pintu langsung menyapa pria yang baru saja datang dengan sopan. Lalu mempersilahkan pria itu untuk masuk.
Tanpa menunggu lagi pria itu pun segera masuk lalu berdiri di depan meja kerja tuan nya. Dia tidak langsung berbicara dan menyampaikan apa yang membuat dia terlihat ketakutan seperti itu, dia memilih bungkam. Lebih tepatnya dia takut apabila langsung berbicara akan mengganggu sang tuan yang tengah berkutat dengan berkas-berkas penting di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex Boyfriend Is My Stepfather
RomanceMenceritakan tentang kesalahpahaman dalam suatu hubungan yang berakhir perpisahan. Dan setelah 5 tahun kemudian,mereka yang pernah menjadi sepasang kekasih itu harus dipertemukan dengan keadaan yng berbeda.Dimana sang pria yang dulu pernah menjadi k...