#romance #bagian-1
——————————————————
Cool One's Heels (Phrase) ==>
- Be keep waiting (source : Oxford language)
-To wait for a long time. Related with word 'stay, wait, hope, look for, look forward to' , and so on. (source : dictionary.com)
Retoris ==> majas yang berupa pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu dijawab. (source : wikipedia.org)
Bahasa ibu (bahasa asli, bahasa pertama) ==> bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak lahir melalui interaksi dengan keluarga dan masyarakat lingkungannya. (source : wikipedia.org)
Noona (Korean) ==> sebutan untuk perempuan yang lebih tua oleh laki-laki yang lebih muda.
Noona Romance ==> tema di drama korea yang menceritakan percintaan tentang perempuan yang berkencan dengan pria yang lebih muda. (source : idntimes.com)——————————————————
Dia memacu mobilnya cukup kencang. Siapa yang akan mengira bahwa kenakalanya semasa SMA ternyata akan berguna di masa depan. Wanita yang tengah berada dibalik kemudi ini menatap lurus sambil sesekali memincingkan mata, konsentrasi penuhnya tertuju pada jalanan kota Seoul yang lumayan ramai. Dia heran, apa tidak ada program PPKM di negara ini? Padahal di negara kelahiranya program tersebut sedang dalam masa perpanjangan. Eh? Memang programnya belum selesai? Ah, sudahlah.
Tiiiiinnn....!!
"Jan**k! Eh, astagfirullah.. dilarang misuh di negara orang, Ana bego! Bangga banget gua jadi orang Jawa." Decaknya kesal.
Wanita itu kembali mengemudikan mobilnya setelah menarik nafas mencoba tenang. Sungguh hari libur yang merepotkan, dan semua ini terjadi karena artisnya. Ponsel wanita itu berbunyi dan nama yang sangat tidak diharapkan telah muncul pada layar smartphone-nya. Ia menekan tombol pada layar kecil ditengah dashboard mobil, kemudian telpon tersambung. Terimakasih untuk perkembangan teknologi yang semakin maju.
"Kau dimana? Lama sekali." Protes si penelpon menggunakan bahasa Korea.
"Lima menit lagi sampai. Pesanlah sesuatu kalau memang kekasihmu itu lapar. Kau benar-benar mengganggu hari liburku, Jeka!" Dengus si wanita frustasi.
"Kau manager-ku, sudah seharusnya—"
Tiba-tiba ucapan lelaki itu terpotong oleh rengekan seorang wanita.
"Honey.. kemarilah, aku kedinginan.."
"Honey kakikmu kuwi!"
Umpatan yang ia keluarkan pertanda dongkol itu justru menimbulkan kekehan samar dari lelaki yang menelponya. Sialan! Dia melupakan fakta bahwa laki-laki diseberang telepon sedikitnya mengerti beberapa kata dalam bahasa Indonesia, terutama umpatan-umpatan kasar.
"Pokoknya cepatlah datang Ana, aku mulai pusing dengan kelakuannya."
"Belajarlah memanggilku noona atau kak, bukanya— hallo? hallo? hallooooo.. Halo Bandung... bentar lagi gua tinggal minggat ke Bandung juga lu, setan! Eh, astagfirullah.." Ana mengelus dada.
Sudahkah ia katakan bahwa artisnya itu satu paket lengkap antara kurang ajar, kurang sopan, kurang waras, dan kurang jelek mukanya? Kalau belum, ia akan dengan senang hati menceritakanya. Namanya adalah Jeon Guk, nama panggungnya adalah Jeka, bagaimana nama Jeon Guk menjadi Jeka? Entahlah, itu urusan perusahaan. Usianya baru menginjak 24 tahun dan Jeka tidak pernah memanggilnya dengan sapaan noona atau paling tidak kak, padahal Jeka berusia setahun lebih muda darinya.
"Kita kan seumuran jadi ya sudahlah." Katanya kala itu.
"Tetap saja kalau dihitung menurut umur korea, aku lebih tua!" Balas si wanita yang mulai kesal, juga kala itu. Dan perdebatan berakhir panjang.
Kirana Puspa adalah nama wanita yang kini tengah memarkirkan mobilnya disebuah parkiran gedung apartemen. Dengan rasa kesal yang coba dinetralisir sedari tadi, Ana mencoba secepat mungkin menuju unit apartemen milik Jeka.
Tit tii tit tilulit.
Pintu terbuka. Ana segera mengelus dada ketika langkahnya harus tersendat tepat di ruang tamu. Bagaimana tidak, lihatlah pertunjukan dewasa yang sedang bocah artis itu pertontonkan. Pemuda itu bertelanjang dada dan terbaring pasrah di atas sofa. Sebenarnya tidak masalah buat Ana, bahkan wanita itu sering melihat yang lebih ekstrim. Yang menjadi masalah adalah sosok beringas di atas tubuh Jeka, gadis itu sedang menduduki— astaga! Mana cuma menggunakan dalaman pula, pantas dia kedinginan.
Menyadari keberadaan managernya, Jeka dengan segera bangkit membuat sosok gadis pakaian dalam barusan hampir saja terjengkang. Bibir gadis itu sudah mencebik dan menatap tidak suka kepada Ana.
"Kau lama, mana skrip drama untuk minggu depan?" Tanya Jeka sumringah.
"Honey—"
"Di ruang kerjamu, semua berkas yang kau butuhkan ada disana kalau kau belum amnesia."
Tanpa sungkan, Ana melangkah menuju dapur, mengabaikan gadis yang sedang kesal karena baru saja ia interupsi ucapanya.
Suara berisik, rengekan manja, hingga lengkingan gadis tadi sayup-sayup terdengar hingga ke dapur. Ana memilih mengabaikanya hingga suara bantingan pintu membuatnya berjengit saking kagetnya. Tidak berapa lama kemudian Jeka datang sambil menenteng skrip drama. Pemuda itu duduk tepat di depan Ana yang tengah sibuk memotongi bahan masakan.
"Kau tau, kau membuatku hampir gila." Ucap Jeka tiba-tiba.
Ana menghentikan kegiatanya, lalu melirik Jeka yang ternyata sedang bertopang dagu menatapnya. Sejenak Ana berpikir bahwa Jeka sedang merayunya, akan tetapi semua pikiranya buyar saat Ana menyadari keberadaan skrip drama yang telah terbuka. Wanita itu acuh saja dan memilih melanjutkan kegiatanya.
"Sejujurnya aku ingin memperbaiki segalanya, tapi sepertinya itu mustahil." Jeka kembali bermonolog dan kali ini dengan intonasi terluka.
"Kau... lebih memilih menghabiskan waktu bersamanya." Lanjut Jeka nampak serius.
Langsung saja Ana menyadari cuplikan dialog yang pemuda itu ucapkan. Wanita itu mengerti dan apa salahnya membantu Jeka dengan skripnya, Ana managernya dan bukankah membantu artisnya menghafalkan skrip adalah tugas manager juga. Bermodalkan daya ingat yang luar biasa, Ana mulai menatap Jeka intens sebelum mengatakan dialog lanjutanya.
"Kau salah paham, kami tidak hanya berdua, ada banyak orang disana. Bukan hanya dia."
"Jadi kau mengakuinya? Berniat menghabiskan waktu dengan dia."
Ana mengerutkan dahi. Ia ingat betul setiap dialog yang ada didalam skrip, dan dialog Jeka barusan tidak ada. Ah, pemuda itu sedang melatih improvisasinya. Oke, baiklah. Kali ini Ana juga bisa membantunya, itu sih mudah.
"Sudah aku jelaskan bukan, jika kami tidak hanya berdua, bahkan terlalu banyak orang untuk acara semacam itu." Balas Ana dramatis.
"Kau tampak nyaman jadi mustahil kalau acara piknik itu dihadiri banyak orang. Aku mengenalmu noona, dan kau bukan tipikal yang akan betah berada dikeramaian."
Ana kembali menghentikan kegiatan mengiris sayuran. Rasa-rasanya ini bukan lagi latihan dialog, malah lebih terdengar sebuah sindiran sarkas yang terlampau halus diutarakan. Dan apa itu barusan? Noona? Skrip Jeka itu bukan bertema noona romance seingat Ana. Improvisasi ngawur macam apa itu.
"Apa ini maksdunya?" Tanya Ana mulai curiga. Bukanya menjawab, Jeka justru mengidikan bahu lalu mengistruksikan Ana untuk kembali berkutat dengan masakanya.
TBC
Copyright© 050222 By_Vee
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tales Tell Story [Kumpulan Cerpen]
Short StoryKumpulan cerita pendek dari berbagai genre.