Defloration 2

87 10 0
                                    

#romance #fiksi #bagian-akhir

________________________________

Konservatif :
kolot, bersikap mempertahankan keadaan, kebiasaan, dan tradisi yg berlaku.
(source : KBBI)

Defloration (n) /ˌdiːflɔːˈreɪʃ(ə)n/ :
The taking of a woman's virginity.
(source : lexico.com)

Pillow talk :
The relaxed, intimate conversation between two sexual partners after sexual activity, usually accompanied by cuddling, caresses, kissing, and other physical intimacy.
(Source : wikipedia)
(After sex conversation)
________________________________

Pagi harinya aku terbangun dengan keadaan disorientasi sesaat, bahkan aku tidak yakin itu pagi atau sore. Yang aku tau hanya aku yang terbangun sendirian di atas tempat tidur yang sama tanpa Shinta disampingku. Selama hampir setahun menjalani tugas semacam ini, kali ini adalah pengalaman pertamaku. Setelah sepertinya semalaman hanya berpelukan sambil menjadi teman curhat klienku, pagi harinya aku ditinggal oleh klienku. Biasanya setelah tugasku selesai, akan ada sesi pillow talk dan tidak lama klienku akan tertidur, saat itulah aku akan pergi. Tapi tidak masalah, karena akan selalu ada yang pertama untuk segalanya, bukan?

Sambil menikmati guyuran air shower aku kembali mengingat kejadian semalam, rasanya ada kepingan memori yang hilang. Oh, benar! Mimpi erotisku semalam sungguh luar biasa. Kurang bejat bagaimana lagi aku ini, bahkan ketika Shinta sedang anteng terlelap dipelukanku, masih sempat-sempatnya aku bermimpi nakal denganya. Setiap sentuhan, aroma dan rasa dari jengkal tubuhnya bahkan masih dapat kurasakan. Argh! Mimpi sialan! Mengingatnya saja sudah membuatku harus sedikit lebih lama mengguyur diri.

Setelah selesai dengan mandi dan segala urusan di dalamnya, aku merapikan diri, tidak lupa masker untuk menutupi separuh wajahku, lalu kemudian bergegas keluar. Ditengah kesibukanku mengenakan sepatu, sebuah suara menghentikanku.

"Where you going?"

Aku berbalik dan mendapati Shinta dengan bathrobe-nya sedang duduk didepan meja makan. Kamar hotel mewah yang Shinta sewa memiliki fasilitas layaknya sebuah studio apartemen. Terdapat meja makan, mini bar, meja kerja, ruang tv, bahkan jaccuzi di balkon kamar.

"Sarapan dulu. Aku nggak nyangka kalau kamu akan bangun sesiang ini." Tawarnya sambil memainkan gelas jusnya. Damn girl! Why you look so hot?!

"Enggak, makasih. Kalau aku ikut sarapan sama dengan aku membuka identitasku." Tolakku berusaha sopan dan tanpa sadar sudah melepaskan bahasa bule yang dari semalam kami gunakan.

Gruu~~

Suara apa itu? Perut siapa yang berbunyi barusan? Shinta selapar itu kah?

Gruu~~

Shinta mengulum senyum sebelum bangkit dari tempatnya duduk untuk menghampiriku.

"Cacing di dalam perutmu sudah demo masal. Kamu bisa sarapan di meja bar, membelakangiku meskipun percuma."

Shinta mengulurkan tanganya untuk menyerahkan sebuah topeng yang teramat aku kenali. Aku mengernyit bingung menatapnya penasaran. Lah! Topengnya kok mirip dengan yang aku kenakan semalam ya? Dapat dari mana dia?

"Aku penasaran terus aku copot dan sekarang aku kembalikan."

Aku menerima topeng yang Shinta berikan, masih mengernyit bingung bahkan ketika Shinta terkikik geli melihatku kebingungan. Wanita itu mendorong pelan tubuhku yang jauh lebih besar darinya, memaksaku duduk di meja makan. Dan aku hanya menurut saja.

The Tales Tell Story [Kumpulan Cerpen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang