#fantasi #fiksi
* * * * *
Playlist : Maybe, I - Des Rocs
* * * * *
"Ternyata mbaknya yang ngikutin dari tadi. Saya kasih dua pilihan, mati di tangan saya atau di tangan pacarnya Wulan. Sekedar info aja nih mbak, pacarnya Wulan suka kejam."
Luna mengeluarkan sebuah botol kecil dari tas selempangnya. Menyipratkan isinya ke arah wanita itu. Ia berhasil menghindar dengan membawaku serta, kami tertelan sekumpulan orang. Luna berusaha mengejar kami, mencari-cari bermodalkan intuisi dan energi wanita vampir ini.
Saat Luna menemukanku, wanita itu telah berhasil menancapkan gigi taringnya pada pergelangan tanganku. Luna yang melihatnya bukanya sigap membantuku malah menaikan sebelah alisnya, bersendekap menatap kasihan, entah padaku atau pada wanita ini.
"Rupanya mbaknya milih mati sengsara."
Sepersekian detik setelah ucapan Luna tersebut tiba-tiba aura disekitar kami menjadi lebih pekat. Orang yang tengah berlalu-lalang tanpa menyadari ada aku yang tengah meringis dengan tangan berdarah-darah juga turut merasakan aura pekat itu. Hingga tubuh wanita vampir itu tertarik mundur. Menahan perih ditanganku, aku berbalik sambil memegang pergelangan tanganku yang masih berdarah-darah.
Disana, berdiri seorang pria yang tengah mencengkeram kepala wanita tadi. Wanita itu berlutut sambil menangis ketakutan. Sesaat setelahnya teriakan mengerikan menggaung begitu mengerikan. Wanita itu menggelepar di atas tanah.
Sekumpulan orang disekitar kami mendadak terdiam. Teriakan seorang ibu memicu teriakan-teriakan lainnya yang justru membuat gaduh. Suara jentikan menggema seiring dengan berhentinya setiap aktifitas disekitarku. Orang-orang diam membeku seolah waktu tengah berhenti.
Dari kejauhan sosok lain tengah berjalan anggun. Dari cara berjalanya saja aku sudah mengenalnya. Sosok lelaki tinggi dengan coat coklat muda itu adalah Mr. Enrique. Tanpa sadar aku mengikuti setiap langkahnya, menatapnya seperti orang bodoh yang tersihir oleh aura kuat lelaki itu. Jangan salahkan aku karena mengagumi sosok itu.
Mr. Enrique berhenti sesaat di depanku, hanya untuk sekedar tersenyum dan mengatakan sesuatu yang justru membuat bulu kudukku meremang akibat ngeri.
"Enricko sedang dalam mood yang buruk. Tapi syukurlah kamu belum mati."
Setelahnya, Mr. Enrique melewatiku. Masih dengan senyum ramah yang justru kali ini terasa menyeramkan, lelaki itu menghampiri Luna. Gadis itu mengerjap saja sebelum nyengir lebar tanpa dosa. Mr. Enrique mengusap pucuk kepala Luna sebagai balasan. Terlihat manis jika saja tidak melihat bagaimana ekspresi Luna kini berubah memelas.
"Saya bilang apa sama kamu?" Tanya Mr. Enrique pada Luna, tersenyum tapi terasa mengancam.
"Luna." Panggilnya halus pada sang kekasih.
"Netflix-an aja di kos sama Wulan. Jangan ajak Wulan main kemana-mana dulu." Jawab Luna memelas.
"Lalu?" Lagi, pria itu bertanya lembut dan kali ini Luna merangsek ke pelukan kekasihnya. Ah, cara itu manjur juga, buktinya Mr. Enrique sudah nampak lega.
Fokusku pecah ketika tanganku ditarik hingga genggamanku pada luka dipergelangan tanganku terlepas. Seseorang tengah mengamati rembesan darah yang masih mengalir dari balik lubang bekas tancapan taring wanita tadi. Rahangnya terlihat mengeras, dahinya berkerut tanda bahwa lelaki yang sekilas mirip Mr. Enrique versi garang itu merasa tak suka. Enricko Grigori, kakak kembar Mr. Enrique, penulisku merangkap sebagai kekasihku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tales Tell Story [Kumpulan Cerpen]
Short StoryKumpulan cerita pendek dari berbagai genre.