Festival Bulan Hitam (2/2)

45 6 0
                                    

#historical #fiksi

* * * * *

Playlist : Hijo de la Luna (Leydown cover)

* * * * *


Aku menatap bengis pada pria ini. Sorotnya malah menunjukan hal sebaliknya. Pria itu nampak sedang kalut. Beberapa kali aku mencoba menembus isi pikiranya, tapi sepertinya ia tidak mengijinkanya. Aramis mencekal tanganku dan mendekatkan bibirnya ditelingaku.

"Jangan minum apapun, jangan makan apapun, jangan sentuh apapun, jangan percaya siapapun. Pergilah sebelum William menarikmu untuk membuka festival ini."

Setelah mengatakanya, Aramis menarik diri dan menatapku tajam. Tatapan kami beradu beberapa saat. Dia hanya diam sementara aku tanpa sadar sedang menyelami pikiranya. Hanya ada satu hal yang terlintas dikepalaku mengenai isi pikiranya, yaitu festival berdarah ini membahayakan nyawaku.

"Kami persilahkan calon ratu Westernland untuk membuka Festival Bulan Hitam."

Undangan William menggema. Mau tak mau aku harus menurutinya. Tepat ketika aku berada disamping William, pria itu memberikan segelas champagne. Lagi-lagi aku tidak memiliki banyak pilihan kecuali mengangkat gelas ditanganku sebagai tanda bahwa aku resmi membuka Festival Bulan Hitam.

Kemudian hal berikutnya yang aku saksikan adalah hal yang paling mengerikan. William tiba-tiba tumbang bersimbah darah, diikuti dengan beberapa tamu yang mulai jatuh kejang tampak seperti keracunan. Situasi menjadi sangat kacau. Tawa bengis, jerit tangis, dan suara hantaman tak hentinya menari-nari memasuki gendang telingaku. Perkelahian, baku hantam, dan saling tusuk terjadi di sana-sini. Mereka sibuk mencari mangsa untuk dihabisi. Bahkan aku melihat putri dari William dengan bangganya menggeret tubuh saudaranya dengan tidak manusiawi.

Seseorang menarik tanganku, menyadarkanku dari keterkejutan. Dia adalah Aramis. Pria itu menarikku menjauh sambil sesekali menendang dan melemparkan apa saja di dekatnya pada beberapa orang yang menghalangi jalan kami.

"Sudah saya katakan untuk menghapuskan festival ini. Anda terlalu keras kepala." Tuturnya masih dengan kaki yang sibuk menendangi setiap orang yang mencoba mendekat.

"Se-sebenarnya festival ma-macam apa ini?" Tanyaku tergagap. Aku syok sekali.

"Bulan Hitam adalah saat dimana bulan tertutup sempurna dan semua kekuatan sihir menghilang. Saat seperti ini dimanfaatkan oleh petinggi terdahulu untuk membebaskan segala aturan, batasan, dan tentu saja hubungan. Siapapun boleh bertindak apapun sesuai keinginan mereka. Termasuk merampas tahta dan melakukan pembunuhan secara terang-terangan. Siapa yang kuat, dialah yang menang."

Aku mengernyit mulai berpikir dan paham. Jadi para bangsawan itu sedang mengincar posisiku. Memanfaatkan sebuah tradisi untuk urusan politik pemerintahan, atau memang sejak awal tradisi ini adalah sebuah permainan politik para pendahulu Westernland. Konspirasi yang sungguh tidak manusiawi.

"Di saat seperti ini tidak ada lagi kawan atau lawan, semua bertindak sesuka hati. Kecuali orang-orang di luar keluarga bangsawan, rakyat, dan orang luar kerajaan Westernland. Mereka tidak diperkenankan mengikuti festival yang sesungguhnya." Imbuhnya.

Aku terpekik kaget ketika melihat Aramis tiba-tiba tersungkur. Seseorang yang entah siapa kini sedang mencoba menyerang Aramis. Keduanya terlibat baku hantam dan tidak butuh waktu lama beberapa orang mulai bergabung. Siapapun pasti dapat menyimpulkan bahwa para bangsawan gila itu sedang mengincarku. Beruntungnya aku memiliki Aramis yang ternyata piawai seni bela diri.

Meski demikian, sehebat apapun Aramis, pria itu tetap memiliki batasan, apalagi di saat kekuatan sihirnya hilang pada malam bulan hitam ini. Aramis hampir tumbang. Wajah rupawan miliknya kini tertutup oleh darah yang mengalir dari kepalanya. Dan aku hanya bisa diam menyaksikan pria yang melindungiku itu berada diujung maut. Apa yang bisa aku lakukan? Apa? Aku memejamkan mata, tidak sanggup melihat tubuh gagah Aramis telah tergelatak tak berdaya. Kaki-kaki berbalut sepatu fantovel mahal itu masih melayang menendang tubuh Aramis.

Harusnya sebagai Villefort aku memiliki keistimewaan bukan?. Aku calon ratu, keturunan raja terdahulu, tidakkah aku berbeda? Apa yang harus aku lakukan?

Tanganku terkepal karena marah. Aku marah kepada diriku sendiri. Aku marah kepada orang-orang gila ini. Aku marah kepada siapapun yang membuat festival terkutuk ini. Festival ini harus berakhir apapun resikonya. Bahkan jika istana ini harus hancur karenanya.

Mataku memejam semakin erat seiring dengan gelombang amarah yang kian memuncak. Aliran listrik yang sempat aku rasakan saat membuka pintu ruangan suci itu kembali terasa. Semakin lama semakin kuat hingga rasa-rasanya tubuhku ikut melayang.

"Enyah kalian semua!!"

Setelah meneriakan kalimat tersebut tubuhku melemas, melayang seperti terhempas jatuh dari ketinggian, kemudian aku tidak merasakan apapun. Ah, sepertinya kisah hidupku berakhir disini.

* * * * *

Mataku terasa silau, aku membuka mata dan seketika pening menyerang kepalaku. Sesaat aku mengalami disorientasi, namun segera tersadar ketika seseorang memelukku.

"Nona...! Akhirnya anda sadar juga..!"

Mataku membola menyadari bahwa aku mengenal gadis ini. Dia adalah pelayanku di Westernland, pelayan yang mengendap-endap pergi setelah memasangkan belati pada kakiku. Dan dimana aku? Kamar ini jelas bukan bagian dari istana karena desain ruangan ini terlalu modern. Ditambah dengan pemandangan gedung-gedung tinggi di luar jendela kaca luas itu. Dan menara Eiffel? Aku di Paris?

"Kau sudah lelah tertidur rupanya. Seminggu bukan waktu yang singkat Gayatri."

Kupandangi pria yang tengah membantuku duduk ini. Aku semakin bingung saja tapi tidak melawan.

"Westernland hancur." Ungkap pria itu. Aku diam menunggu kepanjutan ceritanya.

"Kau dilengserkan dan gelarku dicabut. Kita dianggap penghianat kerajaan."

"Aramis..."

"Panggil aku Luca, itu namaku sekarang. Kau, aku, dan Diana sudah tidak ada sangkut pautnya dengan Westernlad setelah kau menghancurkan aula istana dengan sihirmu."

"Malam itu tubuhmu tiba-tiba melayang dan mengeluarkan api emas, kilatan listrik keluar dari kepalan tanganmu, lalu kau meledakan hampir seluruh bangunan istana." Jelasnya lagi.

Dahiku berkerut karena bingung, lalu sebuah ingatan menghantamku. Aku mengamati setiap inci tubuh pria gagah yang duduk disampingku ini. Dari atas kebawah kembali lagi keatas, memastikan keadaannya. Aram— maksudku Luca hanya tersenyum saja.

"Para Mariposa yang mengobatiku. Sepertinya kau yang memanggilnya tanpa kau sadari." Ujarnya seolah bisa membaca pikiranku.

Jujur saja aku masih bingung dengan semua yang terjadi. Westernland, kristal sihir, dan Festival Bulan Hitam. Baguslah jika aku sudah tidak lagi berada di istana antah berantah itu. Aku kembali menatap Luca. Pria itu tersenyum hangat, senyuman khas miliknya. Dan jika keadaanya sudah seperti ini, bolehkah aku sedikit berharap akan berakhir dengan sedikit bumbu percintaan di antara aku dan Luca? Semoga saja.



END



Copyright©161122 By_Vee

The Tales Tell Story [Kumpulan Cerpen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang