2 Tahun di Pulau Bali (1/2)

41 9 2
                                    

#fiksi #romansa

___________________________________
Playlist : Meghan Trainor - Drama Queen
___________________________________

Njelimet : rumit
Longor : bego, saking begonya sampe kayak idiot.
Ora usah bu : gak usah bu
Raine : mukanya
___________________________________


Eros baru pulang dari luar kota, tepatnya kemarin sore ia mendarat di bandara Ngurah Rai. Rasa rindu, lelah dan semua perasaan yang menumpuk selama dua minggu meninggalkan rumah demi pekerjaan telah ia bayar lunas. Tapi pagi harinya pria itu sudah dibuat pening oleh kelakuan istrinya.

Lihat apa yang Eros temukan pagi-pagi buta seperti ini. Stok pil kontrasepsi yang tidak pernah Eros harapkan kehadiranya. Jika saja Eros tidak turut terbangun ketika istrinya menuju dapur, dan jika Eros tidak sedang iseng membuntuti sang istri, maka ia tidak akan pernah tau istrinya ternyata mengkonsumsi pil kontrasepsi tersebut.

"Jadi?" Tuntut Eros dengan nada tegasnya.

Wanita yang susah payah ia nikahi dua tahun silam itu hanya menunduk tak berani menatap sang suami. Salah satu kebiasaanya saat menyembunyikan sesuatu, dan Eros sudah paham betul akan hal itu.

"Fi..?"

Panggilan khas Eros yang selalu berhasil membuat nyali sang istri menciut. Wanita itu mendongak, memberanikan diri menatap Eros yang tengah berdiri kukuh di hadapanya. Keduanya berada di meja makan. Si wanita duduk menghadap Eros yang tengah berdiri bersendekap, matanya menyorot tegas. Gestur pria itu nampak tenang tapi entah mengapa justru sangat mengintimidasi.

"Kamu kalo berdiri bisa biasa aja gak? Aku berasa jadi napi dan kamu sipirnya." Ujar Fifi berusaha jujur.

"Saya biasa saja, gak ada yang salah sama cara berdiri saya. Pikiran kamu aja itu."

"Ya...ya... Gimana ya Er..."

Eros menghela napas, melepaskan kaitan tanganya yang sebenarnya bersendekap dari tadi. Beberapa strip pil kontrasepsi beserta pil pencegah kehamilan didorong Eros tepat ke depan Fifi. Wanita itu mengerjap, menatap bergantian antara pil-pil itu dan suaminya.

"Sejak kapan?"

Sebenarnya Fifi sangat benci jika Eros sudah memberikan pertanyaan singkat semacam itu. Bukan karena Fifi kurang paham, tapi justru itu terdengar menakutkan.

"Pertanyaanya bisa dipanjangin dikit gak? Kamu serem kalo nanyanya pendek-pendek gitu."

"Seeeeeejak kaaapaaaaan?"

Pria itu sengaja memanjangkan intonasi setiap katanya, namun Fifi langsung memelototinya kesal.

"Ya gak gitu juga maksudnya."

Eros kembali menghela napas pendek. Sudah jelas, bahkan tanpa harus mendengar jawaban dari Fifi pun Eros sudah bisa menebak. Jika istrinya itu mulai memperumit jawabanya sendiri, maka seratus persen dipastikan bahwa wanita itu tau dirinya bersalah dan sukar menyembunyikanya.

"Fi..."

"Kamu nyeremin kalo gini."

Tipe wanita yang Eros idamkan adalah sosok yang jujur dan tidak bisa berbohong, Eros mendapatkanya dari sosok Fifi. Masalahnya, Fifi ini kerap kali membuat Eros pening dengan kejujuran njelimetnya*.

"Jangan bilang dari awal nikah kamu udah program KB diam-diam."

Wanita itu mengerjap kemudian kembali menunduk sambil memainkan jemarinya. Eros meraup wajahnya frustasi. Pantas saja Fifi tidak juga hamil, padahal Eros yakin dia sudah cukup giat berusaha. Eros juga yakin jika istrinya itu mudah hamil.

Buktinya dulu dipertemuan pertama, Eros berhasil menghamili Fifi, sementara bibitnya yang tidak sengaja tertanam pada perempuan lain tidak berkembang menjadi janin. Ternyata masalahnya bukan ada pada mereka tapi pil-pil sialan itu.

"Kenapa?" Tanya Eros lagi, dengan sisa kewarasanya.

"Udah aku bilang kan, kamu serem kalo nanyanya pendek-pendek begitu."

"Dari sepuluh menit lalu saya cuma nanya sejak kapan dan kenapa. Kamunya aja yang rumit. Saya gak pernah ngelarang kamu, bentak kamu, maksa kamu buat hamil, enggak pernah loh Fi. Bahkan saya tau kalo kamu cuma alesan penasaran nyoba kondom ini-itu, saya tau loh kalo kamu gak mau hamil tapi apa pernah saya protes? Kan enggak, susah banget cuma buat ngomong 'sayang ayok kita diskusiin masalah anak'. Gitu loh Fi."

Eros menarik napas kembali lalu menatap Fifi yang justru melongo saja. Pria itu menautkan alis memberi kode agar istrinya itu memberi tanggapan. Bukanya tanggapan yang Eros harapkan, ucapan yang keluar dari mulut Fifi malah semakin membuat Eros habis kesabaran, jengkel sendiri.

"Seingetku aku gak pernah manggil kamu sayang."

Eros menarik napas dalam lalu menghembuskanya mencoba bersabar. Pria itu melangkah meninggalkan Fifi.

"Eros-"

"Packing baju kamu-"

"Kamu ngusir aku?" Fifi segera menyela ucapan Eros.

"-seperlunya aja... jangan biasain motong omongan suami."

Fifi ikut berdiri mengikuti langkah lebar Eros menuju kamar mereka. Di sana, Eros meraih ponselnya lalu memainkanya sebentar sebelum membuka pintu penghubung tempat walking closet mereka berada.

"Mau kemana?"

Fifi masih terus mengekori Eros tepat di belakang tubuh besar pria itu. Sudah biasa pikir Eros. Terkadang dia bingung dengan peranya di rumah ini, sebagai suami kah atau sebagai ayah?

Ah ya, Eros lupa jika sebelumnya ia berjanji akan menggantikan posisi ayah bagi Fifi, dan karena bujukan itulah akhirnya Fifi mau dinikahi tepat waktu setelah sebelumnya mendadak berubah pikiran, tepat sebulan sebelum tanggal pernikahan.

Alasanya klasik, wanita itu terlalu takut menjalin sebuah komitmen sakral sejenis pernikahan, ia takut akan gagal menjadi istri yang baik, dia juga takut tidak bisa melayani Eros dengan benar sehingga suaminya akan berpaling.

Saking dongkolnya Eros kala itu, ia sampai berpikir untuk menculik bapaknya Fifi, memaksa calon mertuanya itu untuk menikahkanya dengan anak bungsunya. Masa bodoh walau cuma secara agama dan tanpa kehadiran mempelai wanita, toh bukanya masih dianggap sah. Urusan pengesahan secara hukum negara itu belakangan.

Tapi lagi-lagi tamparan pedas dari calon kakak iparnya kembali menyadarkan akal sehat Eros. Pria itu masih mengingat dengan jelas apa yang Citra katakan waktu itu.

"Ganteng-ganteng kok edan. Mbak dulu udah pernah bilang kan kalo Fifi itu jangan dikejar, kasih kepastian, kejelasan yang logis. Kamu itu ganteng, pinter nyari duit, tapi kok longor*. Bikinin perjanjian pra-nikah sana loh."

Dan benar, setelah diskusi mengenai perjanjian pra-nikah, Fifi tidak lagi secara random ingin membatalkan pernikahan. Wanita itu kerap kali mengutarakan kekhawatiranya pada Eros dan berakhir dengan keduanya mencari jalan keluar bersama.

Eros yang masih dibuntuti Fifi kini menurunkan satu koper kecil dan dibukanya lebar tepat dibawah kaki istrinya itu. Mau tidak mau Fifi jadi ikut berjongkok mengamati Eros yang dengan asal memasukan beberapa baju milik Fifi. Tanpa perlu diperintah, wanita itu mengambil alih pekerjaan Eros. Mulai mengemas beberapa baju ke dalam koper.

"Kamu mau ngirim aku kemana?" Tanya Fifi sambil mendongak, wanita itu menatap Eros cemas.

"Saya nggak akan kirim kamu kemana-mana, kamu bukan barang dan saya bukan mas-mas J*E. Kita ke Surabaya siang nanti."

Seketika Fifi berhenti mengemasi bajunya. Apa kata Eros barusan? Ke Surabaya? Ke rumah Fifi maksudnya? Apa Fifi mau dipulangkan? Wah, tidak bisa dibiarkan.



TBC





Copyright©181222 By_Vee

The Tales Tell Story [Kumpulan Cerpen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang