The Thief (3/4)

58 10 0
                                    

#romance #part3

Suasana ruang tv itu cukup hening, hanya sesekali suara umpatan kaget yang reflek memecah sepi. Tiga orang lelaki pertengahan dua puluhan dan dua gadis usia belasan tengah khusuk menonton film horor. Felicia salah satunya. Teman akrab Lusi tersebut tengah memperhatikan tingkah sang kakak yang membuatnya mendengus. Sesekali Feli— begitu biasa dia dipanggil— akan ikut berteriak karena kaget oleh umpatan Theo. Theo adalah teman dari sang kakak. Bersama dengan Rey, Theo dan kakaknya berhasil menggondol uang tunai dari rumah Lusi. Benar adanya, Felicia adalah adik kandung Felix, perampok sekaligus objek obsesi dari Lusi.

"Anjing!!"

"Aaargh..!"

Theo mengumpat sedangkan Feli berteriak kaget. Kesal, Feli melemparkan remot tepat mengenai kepala Theo.

Pletak!

"Sakit bego'!" Umpat Theo sembari mengelus-elus kepalanya.

"Kaget goblok!"

Ruangan kembali hening, hanya suara tv yang kembali terdengar. Feli kembali memperhatikan sang kakak yang nampak tidak terganggu dan malah terlihat nyaman berada diposisinya. Coba Feli deskripsikan. Ruang tv rumahnya memiliki sofa panjang yang menghadap langsung ke layar. Para lelaki memilih selonjoran diatas karpet, sementara Feli dan Lusi duduk diatas sofa. Tidak masalah sebenarnya. Hanya saja melihat Felix tampak nyaman bersandar dipaha Lusi membuat Feli mendengus jengah. Lihatlah lelaki yang katanya risih berdekatan dengan Lusi. Sampai beberapa jam lalu Felix masih berkata keras setiap kali Lusi mencari-cari kesempatan untuk menyentuh Felix. Tapi lihat dia sekarang, bahkan lelaki itu membiarkan Lusi mengusap rambutnya. Oh, dan juga lihat itu, tangan Lusi bahkan sudah mengusap-usap sisi leher Felix! Apa itu yang katanya risih?

"Lusi."

Semua orang menoleh pada Rey yang tiba-tiba bersuara. Rey adalah genius IT. Salah satu dari tiga perampok di rumah Lusi. Jika Theo dan Felix bertugas untuk memasuki rumah dan merampok, maka Rey bertugas menyabotase seluruh keamanan rumah. Lelaki itu pula yang menyamar sebagai pengantar makanan dan memberikan dosis obat tidur tinggi pada siapapun yang menyantap makanan yang ia antar.

Lusi hanya mengguman, dan yang lainnya kembali fokus pada layar tv.

"Besok mau jalan-jalan tidak?"

Lagi-lagi semua orang menoleh pada Rey. Mereka semua tau insiden beberapa waktu lalu, dimana Lusi membantu Rey dengan urusan hacking-nya. Keduanya mengurung diri seharian dan ketika keluar nampak wajah Rey yang bersinar senang. Sejak itu keduanya akrab, banyak mendiskusikan masalah hacking dan teknologi.

Kali ini mereka memperhatikan, menunggu apa yang akan lelaki pendiam itu katakan.

"Kemana?" Tanya Lusi ringan.

Dan karenanya, Felix langsung mendongak menatap gadis itu dengan kerutan nyata dikeningnya. Merasa aneh karena yang Felix tau Rey sudah mentraktir Lusi habis-habisan sehari setelah pekerjaanya selesai dibantu gadis itu. Lalu ini apa lagi? Kencan atau apa!

"Car free day."

"Dia mana mau ke—"

"Ayok! Jam berapa? Besok kan? Aku boleh jajan apa saja loh ya, kakak yang bayarin."

Felix melotot mendengar Lusi bertepuk tangan antusias, bahkan gadis itu dengan seenaknya menyerobot kalimatnya. Lusi menyadari ketidak sukaan Felix karena ucapanya terpotong begitu saja. Gadis itu nyengir sambil mencoba kembali meraih sisi leher Felix untuk dielusnya. Lelaki itu tidak merespon, tidak juga menolak sentuhan kecil yang Lusi lakukan. Lusi tersenyum saja menyadari tidak adanya penolakan dari Felix, namun Lusi juga menyadari bahwa sedari tadi Felicia menatapnya aneh.

"Bang Felix! Lo bohong ke gue ya?" Hardik Feli langsung saja.

Felix menatapnya bingung. Mata Feli memincing ketika telunjuknya mengarah pada tangan mungil Lusi yang bertengger disisi leher Felix. Menyadari maksud adiknya, Felix langsung menyingkirkan tangan kurang ajar itu dengan kasar, tubuh Lusi sampai terhuyung hampir jatuh menimpa Theo. Lusi menggumamkan kata maaf sambil tersenyum sungkan pada Theo.

Melihat perbedaan sikap Lusi kepada Theo dan Rey selalu membuat Felix kesal. Jika biasanya Felix akan berusaha tidak perduli, kini rasanya dia sudah muak. Ditariknya lengan Lusi, memaksa gadis itu untuk berdiri bersamanya.

"Udah malem. Anak dibawah umur gak boleh begadang." Titah Felix tegas.

"Gue juga seumuran Lusi, kok gue gak pernah disuruh tidur cepet sama abang? Pilih kasih lo bang." Cebik Feli.

Felix memejamkan mata, lupa jika terdapat satu makhluk lagi yang seumuran dengan Lusi.

"Lo juga. Masuk kamar sana."

"Telat lo bang."

Feli menarik lengan Lusi, menggiringnya memasuki kamarnya. Lusi memang semakin sering menginap di rumahnya. Apalagi semenjak siang itu Felix membawanya pulang. Yang Feli dengar dari sang kakak adalah Lusi mencoba mengancam Felix menggunakan namanya. Rupanya insiden menyebarnya salah satu video skandal yang berhasil dibuka dari hard disk hasil curian Felix-lah penyebabnya. Lusi tau bahwa yang menyebarkan video tersebut dan berusaha menjatuhkan Lusi adalah Felicia sendiri, Lusi juga mengakuinya, semua ancaman liciknya untuk Felix tanpa terlewat. Waktu itu Lusi mengatakan hal yang tidak pernah Feli sangka.

"Kamu gak perlu merasa iri sama aku. Abangmu banyak duit kalo kamu gak tau. Dia sayang sama kamu. Dan aku? Bundaku sudah meninggal, ayahku masuk penjara karena kasus korupsi. Jika bukan karena papa entah nasibku seperti apa, itupun kayaknya papaku bakalan kamu ambil."

Feli sempat terkesiap. Memang benar Feli memiliki ketertarikan kusus dengan papa dari temanya ini, tapi Feli baru mengetahui fakta bahwa papa Lusi ternyata adalah papa tirinya.

"Kenyataan bahwa lo punya segalanya itu yang buat gue iri! Ngerti gak sih lo!" Kesal Feli kala itu.

"Kalo yang kamu maksud punya segalanya itu uang, popularitas, kekuasaan, dan kencantikan. Kayaknya kamu bodoh deh." Lusi terkekeh sementara Feli sudah meradang.

"Gini Fel, kalau soal uang kamu gak usah kuatir, ada papaku yang kalo kamu minta hartanya juga bakalan dikasih. Soal popularitas dan kekuasaan, kamu kapan sadarnya sih kalo sebenernya aku dompleng kamu dari awal masuk. Soal kecantikan, lah kan kamu juga cantik. Kalo masalahmu adalah si bangsat mantan kamu itu, kamu harusnya bersyukur dia ninggalin kamu. Tuh, dia hamilin siswi sekolah sebelah."

Felicia mulai kembali berpikir. Benar yang Lusi katakan padanya. Tidak ada yang perlu Feli irikan dari Lusi. Lalu Feli kembali mengumpat kesal ketika Lusi kembali membuka mulutnya.

"Lagian kalo kamu suka uang, kamu bisa nikahin papaku. Uangnya banyak orangnya ganteng, semuanya akan jadi punya kamu itu. Aku udah ada bagian dari mendiang bunda, dan itu tidak bisa diklaim siapapun kecuali aku."

Mulai saat itu rasa iri Feli berangsur menghilang, meski tidak sepenuhnya hilang karena dia masih merasa kesal setiap kali Felix tanpa sadar lebih memperhatikan Lusi dari pada dirinya. Felix selalu mengatakan risih dan terganggu selama beberapa pekan Lusi mengusik ketenanganya, disaat yang sama Felix mulai merasa nyaman. Feli melihatnya dengan jelas, bahkan Theo dan Rey juga menyadarinya. Itu sebabnya Theo tidak pernah melewatkan kesempatan untuk menggoda Felix, sengaja berdekatan akrab dengan Lusi yang akhirnya membuat Felix bertindak bodoh tanpa sadar. Rey yang pendiam jadi mengikuti jejak Theo.





TBC

Copyright©090722 By_Vee

The Tales Tell Story [Kumpulan Cerpen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang