Saktah #26 : Lupa Jalan

5.9K 839 190
                                    


Setiap keputusan pasti ada dua sisi yang berlawanan, untung dan rugi.

Keputusan untuk mundur dari kasus Puput juga begitu. Ada sisi untung dan ruginya.

Ruginya jelas aku menyakiti hati keluarga Puput, aku mematahkan semangat mereka, terutama Puput, aku sangat merasa bersalah padanya. Aku ingin sekali membuatnya bebas dari beban mental itu. Hingga sekarang aku masih sering menanyakan kabarnya.

Untuk sisi untungnya, aku terbebas dari ancaman dan tekanan yang sering aku dapat, aku juga lebih punya banyak waktu untuk memikirkan kasus Rey.

Setelah mendapat bukti kuat, aku berusaha semaksimal mungkin membantu keluarga Om Nazril untuk membebaskan Rey.

Dan atas semua usaha, dukungan dan doa dari banyak orang juga izin Allah, akhirnya setelah delapan hari ditahan, polisi membebaskan Rey. Selama kurang lebih satu minggu itu juga keluarga Semarang sering bolak balik kesini, hingga hari pembebasan Rey ini, Mas Ilyas dan Om Nazril yang paling sering di sini.

Semuanya membuahkan hasil baik, hari ini Rey bebas dan aku mendampingi Om Nazril menjemput Rey di kantor polisi.

"Kalau udah beres semua langsung pulang ke Semarang, mama udah nanyain kamu terus. Mau nekat ke sini tapi Papa larang." ujar Om Nazril pada Rey dalam perjalanan pulang.

Aku hanya bisa ikut mendengarkan, mau ikut berkomentar rasanya canggung dengan posisiku saat ini. Di mobil berempat, Om Nazril dan Rey di belakang, sedangkan aku duduk di depan, di samping sopir, yang tak lain adalah Mas Ilyas.

"Maafin Rey ya, Pa! Karena Rey, mama jadi sakit dan papa harus repot ke sana ke mari." jawab Rey yang mendadak membuat suasana haru.

Rey dan papanya itu mirip kelakuannya, jadi sekalinya ada momen haru, pasti haru banget.

"Nggak ada yang gratis, habis ini harus kasih papa cucu!" ujar Om Nazril sambil tertawa.

"Mau berapa?" tantang Rey.

Momen harunya cuma beberapa detik doang ternyata, sekarang udah balik ke sifat asal.

"Jual dulu itu kasur lantai kamu!" Tiba-tiba Mas Ilyas menyahut meskipun fokusnya tetap ke depan.

"Nggak dong! Mau tak hibahin ke anda, katanya bulan depan nikah!" jawab Rey yang langsung membuat Om Nazril berdehem keras.

Mas Ilyas salah ngomong kayaknya! Perasaan jadi nggak enak.

"Udah langsung aja! Ya kan Mbak?" Rey gantian bertanya padaku.

Benar kan! Acara jadi berubah gojlokan untukku, Mas Ilyas kurang kerjaan, pakai mancing-mancing segala.

"Apaan sih kamu, Rey! Awas usil, aku balikin kamu ke Pak Polisi!" jawabku

Bukannya berhenti, bapak anak yang duduk di belakang itu malah tertawa puas melihat aku dan Mas Ilyas yang salah tingkah. Untung saja Om Nazril segera mengganti topik.

"Nang! Kurangi jiwa gosipnya, bahaya itu!" ujar beliau memberi nasehat pada anak sulungnya.

"Kata Abi Iky, 'banyu miline medun'. Rey begini ya karena dapat siraman darah dari papa."  jawab Rey dengan tengilnya yang langsung mendapat hadiah jitakan dari papanya.

"Kalau Papa gosipnya seputar artis, lha kamu? Mainnya pejabat kayak gitu." ujar Om Nazril lagi.

Akhirnya aku pegel menunduk terus dan kini menoleh ke belakang sambil bertanya, "Jadi apa rencana kamu selanjutnya, Rey? Mau melaporkan kasus Rangga?"

Rangga adalah mantan suami Shanum.

"Nanti lah, Mbak! Aku beresin semua ini dulu, aku mau ketemu keluarga pasien juga. Setelah itu baru pikirkan langkah selanjutnya untuk Rangga. Sebenarnya aku nggak mau berurusan dengan dia, aku takut dia menyakiti Shanum lagi kalau aku sampai laporin dia, tapi kalau dipikir tindakan dia merugikan masyarakat juga."

10. SaktahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang