EMBUN
Sudah bisa diprediksi kalau aku galau berat begini pasti efeknya bisa berhari-hari. Bahkan sudah beberapa waktu berlalu pun efeknya masih sangat terasa. Dan sekarang aku sedang menikmati sakit kepala yang lumayan menyiksa, mengharuskan aku pergi ke dokter untuk meminta obat agar aku tetap kuat menjalani aktifitas.
Selesai berobat aku masih duduk di kantin rumah sakit untuk menunggu Rey, pemuda itu kebetulan juga sedang ada urusan di rumah sakit ini. Tak lama kemudian aku melihat sosoknya yang selalu rapi melambaikan tangan, mendekat ke tempatku duduk.
Sebelum mengutarakan tujuannya bertemu denganku, dia mengamati wajahku yang sedikit pucat. Mungkin.
"Mbak Bening sakit apa?"
"Pusing aja, dari kemarin banyak yang harus dipikirkan." jawabku.
"Termasuk mikirin Abang Gantengku ya?" candanya.
"Jelas. Bikin pusing!"
Rey tertawa puas mendengar jawabanku, dengan orang ini aku nggak perlu lagi menutupi apapun, aku yakin dia sudah tau bagaimana kisah rumitku dengan abangnya, sejak awal dia yang selalu Mas Ilyas ajak jika bertemu denganku.
Rey kembali fokus pada tujuan utamanya. "Ini kalau Mbak Embun lagi sakit, besok aja aku bahas masalahku, Mbak!"
Aku menggeleng. "Nggak apa-apa. Alhamdulillah udah nggak sakit banget. Ada apa kamu tumben ngajak ketemu?"
Sebelum menjawab Rey meminum kopi yang dia bawa tadi. "Aku cuma mau pencerahan aja Mbak. Kalau aku sebagai masyarakat biasa mengirim laporan dugaan korupsi begitu bisa ditindak lanjuti nggak?"
Aku mulai tertarik dengan pertanyaan Rey, tapi masih agak ragu juga, anak ini sukanya bercanda.
"Kenapa tiba-tiba bahas sesuatu yang asing bagi kamu, Rey?"
Pria itu tersenyum lebar lalu menjawab, "Panjang sih Mbak ceritanya. Intinya ada sangkut pautnya dengan Shanum. Mbak Embun udah tau kan kalau istriku itu seorang janda? Tapi Janda Ting-ting Mbak!"
Setelah mengucapkan itu dia langsung tertawa. Mau tidak mau aku ikut tertawa melihat kebahagiaannya. Aku sudah mendengar banyak cerita tentang Shanum, salut sama kebesaran hati keduanya untuk menerima keadaan masing-masing. Aku yakin Rey tidak mempermasalahkan hal itu, tapi ketika mengetahui kenyataanya pasti dia tambah bahagia.
"Terus apa hubungannya dengan kasus korupsi tadi?" tanyaku.
Rey masih terlihat ragu untuk menjelaskan lebih lanjut, tapi pada akhirnya dia tetap bercerita, "Singkatnya aku punya sesuatu yang bisa membuktikan seseorang melakukan tindak korupsi, Mbak! Tapi masih banyak sekali hal yang aku pertimbangkan. Pengin sekali melaporkan, tapi aku kan nggak begitu tau tentang hukum begitu, makanya aku tanya sama Mbak Embun."
"Memang kita sebagai warga negara yang baik, teorinya harus melaporkan jika kita punya bukti kuat. Sekarang sistem laporan begitu sudah lebih mudah, bisa lewat online. Tapi yang namanya pelaporan harus benar-benar disertai bukti kuat, kalau tidak malah bisa balik ke kamu. Melaporkan juga harus disertai identitas yang lengkap dan jelas. Jadi kalau kamu yakin, silahkan maju tapi kalau masih banyak pertimbangan, lebih baik kamu pikir ulang. Tau sendiri kan di negara kita ini hukum masih suka dipermainkan oleh oknum yang tak bertanggung jawab?"
Sambil meminum kopinya, Rey terlihat merenungkan penjelasanku.
Di saat Rey sibuk dengan pikirannya, fokusku teralihkan oleh pesan yang masuk ke nomor ku. Pesan misterius dari nomor tidak dikenal.
Bukan sekali ini aku mendapat pesan misterius yang mengarah ke ancaman, tapi yang kali ini cukup membuat aku sedikit cemas. Aku memang sedang berurusan dengan kasus pelecehan yang melibatkan seseorang yang masih punya hubungan keluarga dengan pejabat.
KAMU SEDANG MEMBACA
10. Saktah
Romans"Belajar apa hari ini Gus, dengan anak-anak?" "Tajwid. Anak-anak belajar Bacaan istimewa dalam al quran, bacaan gharib." "Kenapa membaca al quran harus dengan tajwid, Gus?" "Perintah Allah. Agar kita menjaga kemurnian Al quran, melafadzkan sesuai h...