_ILYAS _
Sudah umum kalau memberi nasehat itu lebih mudah dari pada menjalankan. Baru kemarin aku memberi pendapat pada salah seorang mahasiswa yang bertanya tentang menyikapi perselisihan antara anak dan orangtua, sekarang aku sendiri harus menghadapinya. Dan ternyata memang seberat itu.
"Gimana, le? Simbah pengin ikut melihat kamu nikah,"
Aku hanya bisa menampilkan senyum termanis untuk menjawab pertanyaan rutin simbah. Aku sebut pertanyaan rutin karena simbah mengajukan pertanyaan itu seminggu tiga kali.
"Kia dulu aja, Mbah! Ilyas mah gampang."
Merasa dirinya disebut, Kia langsung melempar tatapan tajam sambil komat kamit.
"Ya nanti giliran Kia. Dia kan wanita, kalau nggak menunggu lelaki pilihannya, ya nunggu abi kalian yang jodohin. Kalau kamu kan lelaki, masa mau nunggu abi yang nyariin? Atau udah ikhlas kalau simbah yang cariin?"
Kia yang menyetrika baju tertawa tanpa suara, posisinya yang di belakang simbah menjadi tempat strategis sekali untuk meledekku.
Cucu Simbah Hanif ada empat, aku, Azkia, Rey dan Arsha. Tapi entah kenapa hanya aku yang selalu simbah dorong untuk menikah, mungkin karena umurnya paling banyak kali ya? Alhamdulillah nasibku...
"Ikut ke Temanggung ya? Simbah mau memenuhi undangan."
Lagi-lagi aku hanya bisa tersenyum sambil menyanggupi permintaan simbah. Rencana tidak ingin ikut menghadiri acara haul tapi kalau simbah sudah dawuh, mau gimana lagi?
Akhirnya pagi ini aku ikut rombongan ke Temanggung. Ada simbah kakung dan simbah putri, umi, abi, Kia dan satu santri ndalem yang menyetir.
Sekitar dua jam menempuh perjalanan, akhirnya sampai ke tempat tujuan. Di sebuah pesantren yang diasuh oleh teman abi yang bernama Gus Haqi. Konon katanya dulu sempat nyantri juga sama simbah, dan waktu aku bayi di aqiqahi, Gus Haqi ini yang menggendongku keliling ke jamaah sholawat yang hadir sambil aku dipotong rambutnya.
"Mas, itu lho yang pakai gamis biru muda sama jilbab hitam." bisik Kia ketika kita sudah dipersilahkan duduk.
"Kenapa?"
"Ya itu coba lihat!" Kia kembali berbisik.
"Apanya?"
"Itu lho namanya Mbak Jihan, yang dibilang abi, simbah mau jodohin Mas Ilyas sama dia."
"Oh.."
Kia yang sudah hilang kesabaran tak segan mencubit perutku sehingga aku harus mati-matian menjaga image di depan keluarga Gus Haqi.
Aksi ributku dan Kia baru berhenti saat abi dan umi kompak melirik ke kami berdua, daripada berpotensi ribut lagi sama Kia, aku memilih menyingkir ke luar, duduk bersama Kang Ulin—santri yang menyetir tadi.
Sepanjang menunggu acara selesai, aku tetap istiqomah duduk bersama Kang Ulin, baru beranjak ketika Abi terlihat keluar diikuti keluarga yang lain. Aku dan Kang Ulin mendekat untuk bersalaman dengan Gus Haqi.
Sebelum benar-benar pamitan, Gus Haqi merangkul pundakku. "Nggak nyangka waktu cepat sekali berlalu ya, Mas? Anaknya sudah dewasa." ujar beliau pada abi. "Dulu suka sekali makan ikan tapi malas dengan durinya." imbuh beliau.
Abi membalas tawanya sambil menjawab, "Dulu paling suka mengekor panjenengan ya, Mas? Apalagi kalau udah naik motor, nggak bisa banget ditinggal!"
Simbah ikut tertawa kemudian menyahut, "Ya diterusin aja apa gimana ini?"
Baik abi maupun Gus Haqi cuma tertawa mendengar lelucon simbah. Entah lelucon atau bukan, tapi simbah jarang berbicara kosong tanpa makna.
![](https://img.wattpad.com/cover/269732517-288-k944363.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
10. Saktah
Romance"Belajar apa hari ini Gus, dengan anak-anak?" "Tajwid. Anak-anak belajar Bacaan istimewa dalam al quran, bacaan gharib." "Kenapa membaca al quran harus dengan tajwid, Gus?" "Perintah Allah. Agar kita menjaga kemurnian Al quran, melafadzkan sesuai h...