ILYAS
Bukan hanya Luham suaminya Alea yang punya kelebihan bisa melihat yang tak nampak oleh banyak orang, aku pun punya. Sekarang aku bisa melihat raut wajah umi sedang sedih namun beliau masih berusaha tersenyum karena di rumah sedang ada tamu.
Baru setelah tamuny pulang, abi pergi bersama simbah, aku mendekati umi yang sedang duduk di dapur. "Umi capek ya?" tanyaku.
Umi tersenyum simpul sebelum menjawab. "Alhamdulillah enggak sih, karena udah rutinitas, sering banyak tamu kan? Dibantu mbak-mbak pondok juga jadi nggak terlalu capek,"
"Kalau nggak capek berarti Umi lagi sedih. Ada apa?"
Dengan pelan umi menepuk lenganku sembari tertawa. "Jahat kamu! Umi sendiri dijebak!"
Aku membalas tawanya tapi juga tetap menunggu jawaban sambil menyedu teh, sebagai teman mendengarkan curhatan umi.
Umi menarik napasnya. "Kayaknya Umi melakukan kesalahan, Yas. Gara-gara Umi salah bicara, Mama Ralin jadi marah sama Rey dan papanya." terang umi dengan nada lesu.
"Memang mereka kenapa?"
"Kemarin itu lho, Si Rey kan matur sama simbah dia mau melamar seorang perempuan, pas Umi sama abi juga ada di situ. Terus Umi pikir kan Mama Ralin udah tau rencana Rey, ternyata belum. Dan kemarin pas ketemu, Umi bahas itu dan wajah Mama Ralin langsung berubah. Taunya jadi masalah. Kata abi, Mama Ralin marah sama Rey dan nggak merestui."
Aku lumayan terkejut dengan berita ini, sejak Rey cerita mau melamar Shanum waktu itu, aku juga langsung sibuk karena sedang masa ujian mahasiswa. Baru hari ini selesai dan aku belum ketemu Rey lagi.
Umi yang jarang sekali bahkan hampir tidak pernah bermasalah sama orang pasti kepikiran banget tentang masalah ini. Masalah umi hanya sebatas aku yang susah dibangunkan, atau Kia yang pulang kesorean. Menghadapi santri yang lumayan ngeyel aja umi sabar banget, dan sekarang dihadapkan dengan masalah keluarga begini, meskipun kalau aku lihat semua hanya salah paham.
Aku mencoba memegang tangan beliau agar lebih tenang. "Mungkin ini salah paham, Umi. Nanti Ilyas coba bicara sama Rey,"
"Umi juga yakin kalau Mama Ralin nggak marah sama Umi, tapi melihat ekspresi kaget campur kecewanya, Umi jadi merasa bersalah."
Aku kembali menenangkan umi dan malam harinya aku ke rumah Rey untuk melihat keadaannya. Walaupun sableng tapi aku yakin dia pasti sedih kalau bermasalah sama mamanya.
Maka malam ini aku sudah sampai di rumah Rey. Lapu teras masih gelap tapi mobil Rey di rumah. Aku coba untuk membuka pintu dan ternyata tidak dikunci. Bukan hanya lampu depan, lampu-lampu yang ada di dalam jug belum menyala. Terlebih dulu aku menyalakan lampu baru mencari Rey ke kamarnya.
Sesuai dugaanku, pasti dia kacau. Terlihat dari tiga kaleng kopi yang sudah kosong. Bahkan bukan hanya kaleng yang kosong, tatapannya ikut kosong.
"Pada kemana kok rumah sepi banget?" sapaku.
Rey menoleh dan kembali menatap ke arah jendela kamarnya yang masih dia buka lebar. Aku ikut duduk di sampingnya, bersandar di tempat tidur.
"Mama ke rumah eyang, papa ada kerjaan di luar kota," jawab Rey pelan.
"Ada apa?"
Rey terdiam cukup lama, baru setelahnya dia bercerita bahwa seharusnya malam ini dia bertemu keluarga Shanum untuk meminta izin melamarnya, tapi seperti yang sudah umi ceritakan tadi ternyata memang Mama Ralin kecewa karena tau rencana Rey malah dari umi, akhirnya beliau tidak merestui Rey dan Shanum.
"Udah minta maaf ke mamamu?"
"Udah, dan mama memilih ke rumah eyang sebelum memaafkan aku. Dan barusan Shanum juga kecewa karena aku nggak jadi kesana."
KAMU SEDANG MEMBACA
10. Saktah
Romansa"Belajar apa hari ini Gus, dengan anak-anak?" "Tajwid. Anak-anak belajar Bacaan istimewa dalam al quran, bacaan gharib." "Kenapa membaca al quran harus dengan tajwid, Gus?" "Perintah Allah. Agar kita menjaga kemurnian Al quran, melafadzkan sesuai h...