EMBUN
"Agenda persidangan ini adalah pengajuan bukti-bukti dan saksi dari pihak penggugat. Apakah dari pihak penggugat sudah siap dengan bukti dan saksinya?" ujar Sang Hakim.
Aku berdiri untuk menjawab pertanyaan itu, di sampingku sudah duduk seorang wanita yang bernama Herni, seorang tergugat atas sengketa tanah yang menjadi tempat berdirinya rumah yang dia tinggali.
"Siap ketua. Pada hari ini kami akan mengajukan bukti-bukti berupa sertifikat tanah, dan saksi yang akan menguatkan bukti." Kemudian aku maju untuk memberikan bukti pada hakim, dan juga data diri saksi yang akan kami ajukan.
Lawyer dari penggugat yang merupakan tetangga Herni juga maju untuk memberikan bukti dari pihak mereka.
Aku kembali duduk dan memegang tangan Herni agar dia lebih tenang.
Pak Hakim menerima bukti dari kami kemudian memerintahkan panitera untuk memanggil saksi tolong panggil para saksi dari pihak kami terlebih dahulu.
Sebelumnya, Pak Hakim mengingatkan kepada saksi agar menjawab apa yang hanya diketahui saja, dilarang bertanya kepada tergugat dan tergugat yang tak lain adalah Herni juga dilarang memberi tahu informasi apapun kepada para saksi.
Setelah saksi paham, dia disumpah agar memberikan keterangan yang sebenar-benarnya. Kemudian jaksa penuntut maju untuk mulai bertanya pada saksi dari kami.
Pertanyaan diawali dengan identitas saksi kemudian kembali bertanya dengan kritis.
"apa hubungan saudara dengan tergugat atau dalam hal ini adalah saudara Herni?"Saksi yang bernama Pak Jaka itu menjawab,
"Saya adalah salah satu warga yang sudah sejak lama tinggal bersebelahan Pak Ginting atau ayahnya Herni,'"Apakah saudara tahu tentang riwayat tanah tersebut?"
Pak Jaka kembali menjawab, "Yang saya tahu, Pak Ginting punya dua petak tanah yang cukup luas. Beliau punya tiga anak, dua laki-laki dan satu perempuan. Sebelum beliau wafat, beliau sudah membagi tanah itu untuk ketiga anaknya. Waktu itu dia mengajak saya bertemu seorang ustadz di desa, bertanya tentang pembagian warisan itu sesuai ketentuan agama. Dari situ Pak Jaka mendapat pencerahan, akhirnya beliau mengumpulkan ketiga anaknya, ada saya juga dan Pak RT. Seusai aturan dua anak lelakinya mendapat bagian lebih luas, sedangkan Herni mendapat bagian lebih sedikit yang kini dia tinggali."
"Apa benar saudara saksi ini berada di tempat sewaktu ayah anda membagi warisan?" Jaksa penuntut bertanya pada Herman, Sang penggugat, yang tak lain adalah adik kandung Herni.
"Benar Pak, tapi saya tidak tau apa saudara saksi mendengar dengan jelas keterangan ayah saya." jawab Herman.
Jaksa kembali beralih pada Pak Jaka. "Anda yakin mendengar dengan betul apa yang waktu itu Pak Ginting ucapkan? Apa pendapat anda tentang hubungan keluarga ini? Anda lebih dekat dengan Herni atau Herman?"
Aku mengangkat tangan. "Keberatan. Pihak Jaksa Penuntut Umum mengarahkan saksi!" ucapku, karena aku merasa jaksa sedang mengarahkan agar saksi yang pihak kami ajukan terkesan lebih akrab dengan Herni.
"Keberatan diterima. Mohon kepada tim penuntut untuk hanya menanyakan fakta saja dan bukan opini kepada saksi. Silakan dilanjutkan!" Hakim mengabulkan.
Sidang dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih kritis. Suasana kembali memanas. Aku dan Mas Rama berusaha penuh menenangkan Herni dan juga mengusahakan hak milik tanah itu agar tetap menjadi milik Herni.
Satu jam berlalu dengan agenda mendengar beberapa saksi. Dan akhirnya setelah tiga kali sidang termasuk proses mediasi, sidang ini ditutup dengan hak milik tanah tetap pada Herni.
![](https://img.wattpad.com/cover/269732517-288-k944363.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
10. Saktah
Romance"Belajar apa hari ini Gus, dengan anak-anak?" "Tajwid. Anak-anak belajar Bacaan istimewa dalam al quran, bacaan gharib." "Kenapa membaca al quran harus dengan tajwid, Gus?" "Perintah Allah. Agar kita menjaga kemurnian Al quran, melafadzkan sesuai h...