Saktah #11 : Malas Pangkal Bundas

4.3K 749 85
                                    

_ILYAS _

Tholabul 'ilmi faridhotun 'alaa kulli muslimin wal muslimat minal mahdi ilal lahdi...

Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim dan muslimah sejak dari ayunan hingga liang lahat.. (HR. Ibnu Majah)

Tholabul 'ilm sejatinya bukan hanya kewajiban murid atau santri yang masih duduk di bangku sekolah, tetapi kewajiban setiap insan yang masih diberi kehidupan. Setiap waktu dalam kehidupan adalah untuk belajar.

Belajar bukanlah selalu tentang pembahasan ilmu atau teori. Ketika kita mampu mengambil keputusan tersulit dalam hidup, itu adalah belajar. Ketika kita bisa ikhlas menerima semua bentuk takdir Allah tanpa mengeluh, itu adalah belajar. Ketika kita bisa berdamai dengan hal terburuk sekalipun itu juga belajar.

Banyak yang saat ini salah kaprah. Tak sedikit orangtua yang menuntut agar anaknya menjadi terbaik dalam hal akademik, tapi justru lupa mencontohkan bagaimana caranya belajar memperbaiki kehidupan.

Menjadi yang terbaik di akademik tentu hal yang luar biasa, tetapi memiliki anak yang mampu menghargai setiap hal kecil dalam hidup juga sama luar biasanya kan?

Dan di sinilah sebenarnya belajar tetap harus dilakukan. Belajar menjadi orangtua yang menghargai setiap usaha anaknya. Belajar menjadi orangtua yang menerima segala kondisi anaknya.

Aku sendiri juga merasakan beratnya belajar, menjadi orangtua dan guru tentu tidak mudah. Belajar mengamalkan apa yang diajarkan itu susah, belajar tetap ikhlas memberikan pelajaran apapun keadaan muridnya itu juga susah. Semua itu harus tetap diasah.

Jadi mari terus belajar selagi kita masih hidup. Belajar adalah kehidupan. Sejauh kita hidup, maka sejauh itu juga kita belajar.

"Sudah selesai menulisnya?" tanyaku pada santri-santri di kelas hari ini.

Seperti biasa aku ngaji bersama santri-santri tapi karena ini hari minggu, kelas diadakan pagi hari, dan kali ini ngaji tentang tholabul 'ilmi..

"Sudah, ustadz!"

Aku berdiri untuk lebih dekat dengan santri-santri agar penjelasaku lebih bisa diterima.

"Kita lanjut bab yang kemarin ya, tentang kegigihan dalam tholabul' ilm. Bab kemarin menjelaskan bahwa dalam proses belajar kita harus bersungguh-sungguh, dan dilakukan secara terus menerus. Kemudian lanjut lagi yaitu hindari kemalasan."

"Malas itu pangkal bundas. Tau artinya bundas?"

Aku menyapu pandangan ke seluruh santri berpeci dan berkoko putih ini. "bundas itu kalau kalian jatuh terus luka dan lecet. Nah seperti itu ibaratnya. Malas membuat hidup kita luka dan cacat."

"Dalam bab ini dijelaskan bahwa malas itu timbul akibat dari lendir atau dahak dan badan berminyak karena terlalu banyak makan! Jadi intinya apa?"

Ahmad bersuara. "Jangan banyak makan ustadz. Kalau dapat kiriman bagi ke temannya jangan makan sendiri!"

Seperti biasa jika Ahmad sudah bersuara maka kelas jadi gaduh. Tapi kali ini aku setuju dengan ucapannya.

"Terpaksa kali ini saya setuju dengan Ahmad. Kurangi makan, karena selain menyebabkan malas, makan juga bisa mengeraskan hati. Ada lagi selain soal makan. Yaitu tidur dan berbicara. Tiga hal ini harus selalu kita jaga, dalam proses tholabul 'ilm seharusnya kita prihatin. Usahakan sedikit makan, sedikit tidur dan sedikit bicara. Agar kita terhindar dari rasa malas dan hati yang keras sehingga kita akan mudah menyerap ilmu."

"Jangan sedikit-sedikit makan, sedikit-sedikit tidur ya! Tapi sedikit makan, sedikit tidur dan sedikit bicara yang tak berfaedah."

Aku mempersilahkan kalau ada yang ingin bertanya. Dan lagi-lagi Ahmad yang bersuara, meskipun pertanyaannya selalu keluar topik. Tapi tidak apa-apa, di sinilah aku harus belajar menjadi guru yang sabar dan melayani setiap keluhan anak didik.

10. SaktahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang