Saktah #29 : Menjelang Pernikahan

5.7K 808 235
                                    


Terkadang ada sebagian orang tidak masalah menikah atau berteman dengan seseorang yang perangainya buruk dengan harapan bisa merubahnya menjadi baik, dan tak banyak yang berhasil, sekalipun berhasil pasti melalui banyak hal berat. Nasib buruk malah kita yang terseret arusnya.

Mungkin yang benar bukan merubah tapi membantu menjadi terbaik menurut dirinya sendiri.

Seperti yang coba aku lakukan pada Mas Ilyas. Membantu menjadi terbaik versi dirinya sendiri.

Diam, datar dan kaku itu sudah menjadi watak nya. Tapi kalau watak itu seharusnya ke semua orang bersikap sama, nyatanya sikap kaku dan datarnya itu hanya padaku.

Awalnya aku merasa terganggu tapi lama-lama terbiasa dan bisa menerima, mungkin sebenarnya versi terbaik dan ternyaman menurutnya itu adalah tidak banyak bicara dan aku harusnya bangga dong karena hanya padaku dia menunjukkan versi terbaik itu.

Subhanallah.. Sok bijak banget aku ini!

Padahal kenyataannya yang benar aku sedang geregetan sama Mas Ilyas, sedang mencoba menghibur diri sendiri aja sebenarnya.

Sejak tiga hari yang lalu kita masih aktif kirim pesan meskipun dibalasnya singkat-singkat. Terakhir aku pamit tidak punya banyak waktu karena harus menyelesaikan pekerjaan, eh dituruti beneran dong sama dia. Sejak itu juga dia tidak pernah kirim pesan lagi.

Memang harus banyak sabar kalau sama Mas Ilyas tapi anehnya rasa hatiku berbanding terbalik, mulutku bisa bilang kesel tapi hatiku sangat bahagia. Alhamdulillah

Aku masih suka melamun sendiri, apa benar akan segera menjadi istri Mas Ilyas? Seseorang yang memang sejak kecil sudah mengambil tempat terbanyak dalam hidupku selain mama dan papa.

"Bismillah..." ucapku untuk menyemangati diri sendiri.

Aku harus melupakan rasa kesel sama Mas Ilyas dan kembali semangat menyelesaikan sisa-sisa pekerjaanku sebelum berhenti kerja, terutama masalah Puput. Rasanya tidak sabar memberitahu Mas Ilyas bahwa aku akan berhenti kerja di Jombang karena kata Kia kakaknya itu masih suka pusing memikirkan bakalan LDR antara Semarang dan Jombang.

Biar tau rasanya pusing! Ha ha

Maka aku melangkah riang sambil terus mengucap syukur karena hari ini, di hari ke lima bulan Ramadhan, semua hutang kerjaan di kantor Mas Rama sudah selesai aku kerjakan. Sempat haru juga ketika harus pamit pada teman-teman dan Mas Rama.

Aku pulang dengan membawa barang-barang pribadiku ditambah beberapa barang yang teman-teman berikan sebagai kenang-kenangan. Aku sengaja tidak menurunkan barang-barang itu dari mobil karena akan dibawa pulang ke Semarang.

Dari kantor Mas Rama aku langsung meluncur ke rumah Puput, mencoba memberi bantuan terbaik. Aku melangkah dengan sedikit ragu mengingat pernah sangat mengecewakan mereka karena terpaksa harus mengundurkan diri sebagai kuasa hukum korban.

"Kak Embun?" sapa Puput begitu melihat aku keluar mobil, gadis itu sedang membantu ibunya menyiapkan dagangan di depan rumah.

Aku mencoba tersenyum ketika bersalaman dengan ibunya Puput walaupun terlihat sekali wajah kecewanya. Terbukti dengan beliau yang langsung masuk ke dalam rumah tanpa menjawab sapaanku.

"Duduk, Kak!"

Kemudian Puput pamit masuk dalam waktu yang cukup lama. Samar aku mendengar suara perdebatan, mungkin ibunya yang sedang memarahi Puput karena membiarkan aku duduk di sini.

Puput keluar dengan ekspresi wajah tak enak, dia sempat membawakan aku minuman kemudian ikut duduk bersamaku.

"Kak Embun ada apa ke sini?" tanya Puput.

10. SaktahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang