Saktah #33 : Filosofi Alam

6.4K 829 112
                                    

Hari ini aku sangat bersemangat karena nanti sore berangkat ke Bandung, ya walaupun harus pakai acara dikerjain sama Mas Iyas, tapi semalam dia tidak benar-benar membiarkanku packing sendirian, dia membantuku dari awal hingga akhir.

Aneh kan? Udah tau mau berangkat, malah semua bajunya di keluarkan dari koper terus packing ulang, repot tapi seneng. Mungkin ini salah satu inspirasi lirik 'kalau cinta sudah melekat, tai kucing rasa cokelat'.

"Bang! Besok kalau punya anak, kasih namanya yang inspirasi alam ya!" ujar Rey di tengah-tengah acara mendadak siang ini.

Aku dan Mas Iyas membeli beberapa barang untuk dibawa ke Bandung, dan setelah muter-muter kota, berakhir di cafe milik Rey yang kebetulan di sana sedang ada Shanum juga, jadilah kita berempat ngopi cantik dalam satu meja.

"Kenapa begitu?" Mas Iyas menanggapi dengan santai.

Sebelum menjawab, Rey dan Shanum saling bertatapan kemudian tertawa. Dua orang ini kalau sudah begini pasti ada yang nggak beres.

"Wanita-wanita dalam hidup jenengan itu semua namanya nuansa alam, Bang!" jawab Shanum. "Yang pertama, Tsamara Jihan Pelangi, ada pelangi nya. Terus yang kedua, Fathin Nur Qomariyah, ada unsur bulannya, nah ini yang sah namanya Embun. Semua ada unsur alam semesta." lanjutnya kemudian kompak tertawa lagi bersama Sang Suami.

"Sungguh alami hidupmu, Bang!" sahut Rey.

Mas Iyas tetap menanggapinya dengan wajah santai tapi kemudian kakinya menendang kaki Rey yang membuat sepupunya itu mengaduh, tapi tetap tertawa puas.

"Ngawur kalian!" Hanya itu yang Mas Iyas ucapkan.

"Besok anak pertama kasih nama tumbuhan, Musa paradisiaca!" ujar Rey lagi.

"Apaan tuh?" tanyaku penasaran.

"Pisang," jawab Rey dan langsung aku ikut tertawa, pasalnya Mas Iyas paling tidak suka dengan pisang.

Kami bertiga tertawa sedangkan Mas Iyas tetap anteng dengan kopinya.

"Tapi emang ada filosofi sesuai namanya sih, pelangi itu indah, mewarnai langit tapi hanya hadir sesaat makanya Mbak Jihan cuma numpang lewat doang." ujar Shanum.

"Terus bulan, dia juga cuma hadir di waktu malam, nggak setiap saat, makanya Fatin juga nggak nyantol!" imbuh Rey.

Aku pikir obrolan ini hanya bercanda, tetapi kenapa malah aku jadi mikir?

"Yang pertama, hanya Jihan yang pernah ada niatan perjodohan, Fathin hanya sebatas rekan sesama pengurus panti. Dan yang kedua, jodoh nggak ada hubungannya sama filosofi Ngawur kalian itu!" jawab Mas Iyas tanpa terpengaruh sedikitpun, tetap tenang dan santai.

Sejoli di depanku ini kompak mendesah kecewa karena gagal memprovokasi Mas Iyas.

"Padahal mau mancing sisi puitisnya Bang Ilyas lho, Mbak! Susah amat. Sabar ya, Mbak Embun! Kalau udah nggak kuat, tukar tambah aja!" kata Rey dan langsung menghindar karena Mas Iyas bersiap menendangnya lagi.

Aku juga santai menanggapi Rey yang emang agak sableng. Semalam aku sudah menuntutnya karena membeberkan rencana mengerjai Mas Iyas, tapi ternyata aku salah, bukan dia yang kasih tau Mas Iyas tentang aku yang resign melainkan Mas Rama yang mengirim pesan selamat ke Mas Iyas. Satu hal yang masih membuatku penasaran juga, darimana Mas Rama bisa dapat nomor hp Mas Iyas.

"Kalian nggak tau aja sih kalau udah berdua sama aku!" jawabku yang membuat Rey dan Shanum kompak mencibir.

Sejoli di depanku ini semakin berteriak ketiak tanpa aku duga Mas Iyas membumbui kesombonganku tadi dengan mengusap lembut pipiku. Ya walaupun wajahnya tetap lempeng, tapi cukuplah membuat Rey dan Shanum merasa kalah saing.

10. SaktahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang