15🍂 Khawatir

379 77 11
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على سيدنا محمد
JADIKAN ALQURAN SEBAGAI BACAAN YANG PALING UTAMA
***

'Bahagia baru saja mendera, lantas kembali harus bersiap menyambut ujian yang sudah menyapa. Ternyata dua hal itu terkadang bergantian begitu cepat. Ya Allah, kuatkan hamba.'
______________

"Juragan, buka matamu! Jangan membuatku khawatir!" Pekikku di telinganya tapi tak ada tanggapan. Kurasakan tubuhnya melemah hingga benar-benar menjadikanku tumpuan seiring kesadarannya menghilang.

Tubuhku bergetar hebat. Kupaksa mengatur napas yang masih tak beraturan sebab kejadian mendadak ini. Perlahan sebisa mungkin melerai tubuh Juragan yang sudah tak sadarkan diri dalam posisi menyandar padaku. Dengan hati-hati aku baringkan tubuhnya di atas amben lalu berteriak kencang, memanggil siapapun yang mampu mendengar suaraku.

Tak butuh waktu lama, beberapa orang sudah datang dengan raut wajah terkejut melihat juragan tak sadarkan diri. Bahkan Ibu yang sudah terlelap ternyata terbangun dan turut keluar dengan ekspresi yang tak jauh berbeda dengan orang-orang di hadapanku. Meminta beberapa orang pria membopong tubuh Juragan masuk ke dalam ruang tamu rumahku untuk diobati.

Ibu membawa air dingin untuk mengompres lebam di wajah Juragan sedangkan beberapa orang membantu mengobati luka di lengannya. Aku mematung menyaksikan itu lalu tersadar ketika tatapan mata beberapa orang mengarah padaku seolah bertanya mengenai kejadian sebenarnya hingga mengalirlah ceritaku tentang kedatangan tiba-tiba juragan dengan keadaan seperti ini.

Rasa khawatir pada Juragan masih menyergapku. Semua kejadian barusan tak ubahnya seperti mimpi. Aku masih tak menyangka kejadian buruk telah menimpa pria baik itu, mendengarnya melontarkan kalimat yang terasa ganjil sebelum kesadarannya hilang. Ucapan Juragan itu membuatku bingung, dia seolah mendorongku mencari makna yang tersirat disana. Kalimat yang menurutku sulit dicerna karena aku bukanlah ahli bahasa atau pandai memaknai maksud ucapan yang tidak gamblang.

"Jangan pergi, jangan keluar dari jangkauanku," ucapnya tadi dengan tatapan lekat dari kedua mata legamnya. Saat itu kurasakan lengannya yang bersimbah darah mencengkram pundakku meski tak begitu kuat.

Kalimat dari juragan itu terus terngiang dalam pikiran hingga merenggut kesadaranku. Tak menyadari juga ruang tamu sudah lenggang, menyisakan beberapa pria yang menjaga Juragan sedangkan aku dan Ibu diminta tidur di rumah Pakde karena beliau pun turut menjaga Juragan.

Kedua mataku sejak tadi belum bisa terpejam meski hari sudah merangkak pagi buta. Ibu sudah terlelap begitu tenang beberapa saat lalu, sebelumnya beliau juga beberapa kali memintaku segera tidur tapi aku masih terjaga. Hatiku rasanya masih saja tak tenang, apalagi usai menyaksikan betapa payah kondisi Juragan tadi. Hal itu ternyata berefek besar padaku, runtutan agenda yang sempat kurancang untuk hari esok buyar. Pikiranku benar-benar tertuju pada kondisi Juragan serta maksud dari perkataannya tadi.

Akhirnya aku memilih duduk di sudut kamar beralaskan selimut tebal, menatap langit yang muram sebab awan mendung menutupi sinar rembulan melalui kaca jendela. "Apa yang sebenarnya terjadi padamu Juragan? Lalu apa maksudmu mengatakan itu? Sungguh, aku tak pandai memaknai ucapan tersiratmu," ucapku lirih. Menyandarkan kepala pada meja kecil di depan jendela hingga rasa kantuk datang.

"Semoga kamu segera pulih, Juragan. Kami tidak tenang melihat kondisimu begitu lemah," gumamku sebelum terhanyut ke dalam alam mimpi.

Sekitar pukul lima pagi suara alat masak beradu terdengar dari arah dapur, bahkan aroma harum masakan tercium dari sana. Terlihat beberapa wajan berisi masakan masih berada di atas kompor yang menyala, menandakan kegiatan masak belum usai.

Sudera Untuk Brahmana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang