18🍂 Disekap

417 65 10
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على سيدنا محمد
JADIKAN ALQURAN SEBAGAI BACAAN YANG PALING UTAMA
***

Terik matahari kian terasa hingga menusuk kulitku. Aku menepi untuk berteduh di bawah pohon rindang guna sedikit memberi jeda sejenak sebelum kembali mengayuh sepeda menuju pasar. Terkesan mendadak sebenarnya, sebelumnya memang tidak berniat ke pasar tapi tadi Mas Damar datang dan meminta dibuatkan tiga puluh bungkus keripik tahu sedangkan semua keripik tahu sudah dititipkan ke warung. Katanya ada seorang teman yang tertarik dan ingin membeli untuk dijadikan buah tangan kerabatnya yang datang.

Ketika sampai aku menitipkan sepeda di parkiran luar pasar sebelum masuk mencari bahan-bahan. Keberuntungan ada padaku karena pukul sebelas siang ini masih ada penjual tahu. Membeli beberapa kilo lalu membeli bahan-bahan lain yang tertulis dalam kertas kecil. Langkahku terhenti di depan pasar lalu berbalik kembali ke dalam ketika menyadari melupakan satu barang yang Ibu pesan.

Agak sedikit aneh sebenarnya ketika Ibu memintaku membeli sebuah caping bambu sedangkan beberapa hari lalu Bude baru saja membelikan Ibu itu. Apa mungkin untuk cadangan?

Beberapa lembar uang kuserahkan pada penjual barang-barang dari anyaman bambu di depanku. Ketika akan beranjak mataku malah menatap sebuah kipas dari anyaman bambu yang biasa dipakai penjual sate dan berakhir membelinya.

Berulang kupanjatkan syukur karena melalui usaha menjual kripik tahu penghasilan kami bertambah. Sekarang ibu sudah bisa menabung untuk kebutuhan mondokku katanya. Beberapa hari lagi aku akan berangkat ke pondok pesantren setelah semua perlengkapan yang dibutuhkan sudah lengkap.

Kata Mas Damar beberapa waktu lalu, aku akan diantar ke kompleks pondok dua karena memang biasanya santri baru bermukim di sana dan kompleks pondok pusat adalah untuk santri lama. Jarak keduanya tidak jauh sekitar dua ratus meter dan biasanya akan ada kegiatan rutin yang diadakan di kompleks pusat untuk semua santri dari dua kompleks. Informasi itu bahkan kudapatkan juga dari Mas Damar, bukan karena alumni lebih tepatnya memiliki teman yang pernah mondok di sana.

Semua belanjaan kumasukkan dalam keranjang sepeda. Kembali mengayuh sepeda menuju rumah dengan terik matahari kian menyengat sebab posisi matahari kini tepat di tengah-tengah langit. Keringat bercucuran turun dariku, dengan deru napas berat akhirnya aku menepi di sebuah warung sederhana. Memilih membeli minuman untuk menghilangkan dahaga serta berteduh sebentar sebelum kembali melanjutkan perjalanan menuju rumah.

Aku berdiri di samping penjual yang sibuk meracik makanan untuk memesan segelas es teh lalu duduk di kursi kayu paling sudut. Kedua mataku berbinar ketika pesanan datang, menyedot hingga sisa separuh lalu mengucap hamdalah kemudian menghabiskan. Ketika hendak beranjak tubuhku tiba-tiba membeku ketika mendengar seseorang memanggilku, menoleh mencari sumber suara dan berakhir saat sebuah lambaian tangan tertuju padaku. Seorang wanita dengan wajah tak asing kembali memanggilku dan memintaku mendekat.

"Kamu Anis, kan?" tanyanya memastikan sambil menepuk kursi sampingnya yang kosong, memintaku duduk.

"Iya, saya Anis."

Wanita itu tersenyum lebar, "Alhamdulillaah, akhirnya kita ketemu lagi. Sudah lama sebenarnya aku ingin bertemu kamu tapi, suamiku belum mengijinkan dan baru sekarang boleh pergi tapi bersama Mila karena aku ngidam sedang ia lagi sibuk sama pasiennya," ucapnya yang tidak kumengerti. Terdengar sosok itu mendengus panjang, memutar cincin yang melingkar di jari manisnya.

"Aku senang ketika melihat Masku itu dekat denganmu, ia sudah sangat lama sendiri." Lagi-lagi wanita itu mengucapkan kalimat yang sama sekali tidak kumengerti.

"Apa kita pernah bertemu?" tanyaku memotong ucapannya meski sedikit ragu. Sebab wanita itu seolah begitu kenal denganku sedangkan aku hanya ingat wajahnya tapi lupa tepatnya dimana dan kapan kami bertemu.

Sudera Untuk Brahmana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang