بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على سيدنا محمد
JADIKAN ALQURAN SEBAGAI BACAAN YANG PALING UTAMA
***Dalam salah satu hadits dijelaskan bahwa sebaik-baik orang yang ada di antara kita adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya. Selain itu pahala yang menanti untuk didapatkan tentunya bukan minim. Jika pahala membaca satu huruf saja dinilai pahala sepuluh kebaikan, maka tak tanggung-tanggung pastinya pahala orang yang mengajarkan. Berbekal itu tentu membuatku semangat meski hanya mendapat tugas mengajarkan membaca huruf hijaiyah.
Pagi hari sesudah acara khataman itu aku mendapatkan tugas yang menurutku istimewa dari umi untuk mengajar ngaji anak-anak di kampung sebelah.
Malam yang seharusnya menjadi peluangku menuntaskan masalah antara aku, kakak dari Kirana dan Juragan tak dapat dilaksanakan. Kakak dari Kirana itu tiba-tiba meninggalkan tempat usai menerima panggilan dari ponselnya sedangkan Juragan usai acara rampung tak terlihat keberadaannya.
Siang ini setelah melaksanakan salat dzuhur berjamaah segera aku bergegas mengambil jilid yang sudah disiapkan kemudian berangkat dengan berjalan kaki.
Aku menghela napas panjang, menata kembali satu-persatu jilid yanbu'a yang jatuh merata di lantai setelah tak sengaja bersenggolan dengan salah satu santri putra yang lewat. Tepatnya pukul satu siang aku keluar pondok bersama Mbak Atika menuju musholla kampung sebelah.
Sepanjang perjalanan Mbak Atika menjelaskan sistem ngaji anak-anak di kampung itu karena yang kutahu memang ia yang sejak lama ditugaskan oleh Umi.
"Biasanya ngaji sama anak-anak itu paling cuma dua jam, Nis. Dan ya kudu sabar pokoknya." Aku mengangguk pelan, mengikutinya melepaskan sandal sebelum masuk musholla berkubah hijau.
Mataku berpendar, melihat anak-anak dengan kisaran usia sekolah dasar sebagian sudah duduk rapi dan sisanya masih asik berlari kesana-kemari.
Suara salam dari Mbak Atika menghentikan polah anak-anak, semuanya merapat ke arah kami dengan wajah polos yang menggemaskan.
Mbak Atika mulai membuka dengan meminta anak-anak membaca surat Al Fatihah bersama-sama disambung doa sebelum membagi tugas denganku. Ia mengambil anak-anak sekolah dasar kelas atas sedangkan aku mendapatkan bagian anak-anak sekolah dasar kelas bawah.
Satu jam waktu berjalan, masing-masing anak yang sudah selesai ngaji akan mundur ke belakang bergiliran dengan yang lain. Untuk anak-anak yang masih sekolah dasar kelas bawah itu kembali banyak polah. Ada yang berlari, berseluncur di atas lantai musholla yang licin dan ada juga yang melepas sarung hingga menyisakan celana pendek lalu bermain dengan sarung tersebut entah untuk menabok temannya atau yang lainnya.
Aku hanya tersenyum tipis, kembali mengingat nasihat Mbak Hara tadi pagi. Ia bilang hindari kata jangan ketika menghentikan mereka saat bermain. Contohnya ketika larangan berlari bisa dialihkan menggunakan kata lebih baik duduk, lebih bagus diam, duduk yang manis. Dan sebisa mungkin menarik perhatian mereka dengan melayang pertanyaan yang membangkitkan antusias mereka.
Tidak mudah, tentu saja hal itu cukup sulit dipraktekkan. Hanya satu wejangan singkat dari umi yang saat ini kupegang, jadilah guru yang disayangi bukan ditakuti. Dan marah adalah hal yang bisa membuat ditakuti, jika perlu diingatkan cukup dengan cara lembut jika berhasil dan cara tegas kalau belum juga mendapatkan respon baik. Ingat, bukan marah tapi tegas.
Kami mengakhiri ngaji usai menambah hafalan surat pendek anak-anak lalu ditutup dengan doa kafaratul majelis.
"Seru, Nis?" tanya Mbak Atika ketika kami berhenti di warung untuk membeli air minum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudera Untuk Brahmana
SpiritualSquel My Future Gus, tapi bisa dibaca terpisah (slow update) Kisah Nur Aniskurly dan Zaki Mustofa Althaf. Ganti judul dari Laksana menjadi Sudra untuk Brahmana . Dia bukan pria penuh senyum, dia pendiam, dia penuh rahasia. Aku suka, entah dari semua...