2🍂 Jalan setapak

1.3K 150 9
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على سيدنا محمد

JADIKAN ALQURAN SEBAGAI BACAAN YANG PALING UTAMA

***
'Jika kau kaya, jangan sampai kekayaanmu itulah penyebabmu masuk neraka'

~luthfia~
_____


Aku, sebatas wanita biasa tanpa gelimang harta bak keturunan raja. Duniaku hanya berporos pada mereka, para peghina. Hinaan demi hinaan berdengung pada kedua telinga.

Aku, hanya dinggap sebuah kotoran yang harus disingkirkan. Mereka menghempas jiwaku hingga terkapar tak berdaya. Sakit, amat sakit malah. Fisik tak apa jika terluka karena luka fisik pun masih ada obatnya, tapi mereka melukai hati, menancapkan seribu belati disana. Entah luka itu bisa sembuh dan menghilang atau malah semakin parah hingga menimbulkan amarah yang suatu saat bisa menjadi bumerang.

Suara dentingan piring beradu dengan sendok menemani sunyi malam di warung tempatku bekerja ini. Warung sederhana dengan ukuran tak terlalu besar ini menjadi tempatku mencari rizki untuk mencukupi kebutuhan. Hanya pada malam hari aku bekerja, selebihnya Ibu lah yang bekerja. Selain menjadi buruh tani di sawah orang lain, Ibu juga bekerja di warung ini setelah selesai bekerja di sawah.

Pemilik warung ini adalah saudara sepupu almarhum Bapak, bagiku beliau satu-satunya kerabat yang masih menerima kehadiranku dan ibu.

Banyak dari mereka Si kaya yang memiliki ikatan darah namun seakan bertemu pun tak pernah. Mengaku kerabat jika memiliki kesamaan derajat. Memutus hubungan persaudaraan. Menyakiti perasaan dengan hinaan dan kesombongan.

Jika boleh memilih, lebih baik tak pernah kenal dan memiliki ikatan dengan mereka ketimbang harus menahan pahitnya hinaan.

Terkadang aku berpikir, mereka sering melakukan derma pada lingkungannya hingga dikenal namanya. Tapi, disis lain ada kerabat dekatnya yang menahan lapar karena memang tak ada yang bisa dimakan. Apakah itu benar?

Bukan! Aku bukan mengemis pada mereka. Aku juga bukan iri pada mereka, hanya mengatakan realita. Padahal kelak Allah akan meminta pertanggung jawaban dimana harta itu didermakan. Apakah harta itu sudah benar-benar didermakan atau hanya kamuflase untuk mendapat pujian? Entahlah. Esensi dari kebaikan menurutku bukan cuma pujian tapi lebih dari pada itu. Sesuatu yang mampu bermanfaat bagi diri sendiri serta orang lain.

"Nduk, kalau sudah lelah pulang saja. Pakde sama Bude ndak tega lihatnya." Inilah hal yang membuatku merasa masih ada orang yang baik padaku selain Ibu.

Aku mengangguk sekilas, mengemasi buku-buku pelajaran yang sengaja kubawa dan membawa sebungkus makanan yang sudah Pakde dan Bude berikan.

"Anis pulang dulu Pakde, Bude." Ku kecup punggung tangan sepasang suami-istri itu dengan takzim. Mengulas senyum lantas meninggalkan warung.

Berjalan di pematang sawah pada malam hari hanya berbekal senter bukan suatu hal mudah. Memang butuh melewati hamparan sawah untuk sampai di rumah.

Sesampai di ujung pematang sawah, kakiku mulai merasa sedikit sakit. Mungkin karena efek tergelincir siang tadi. Tanganku terhulur, memijat bagian yang sakit.

Sembari memijat, samar kulihat jalanan setapak di depaku seperti terdapat ular disana. Kuarahkan senter tepat ke arah jalan setapak itu, namun ternyata bukan ular melainkan sebuah kayu panjang. Tiba-tiba wajah pria bersarung itu kembali terlintas dalam pikiranku. Sebenarnya menurutku, dia orang yang baik. Tapi entah, aku takut saja bertemu dengan orang baru.

Takut jika ternyata dia sama dengan yang lain. Seorang yang pada akhirnya juga menghujaniku dengan hinaan. Tapi, jika dia orang baik, semoga saja Allah pertemukanku kembali dengannya untuk sekedar meminta maaf atas tuduhan tanpa alasan dariku padanya.

🍃🍃🍃

Aku update biar ndak mangkrak lama.

Mohon kritik dan sarannya🙏

Semarang 21 Desember 2019

Sudera Untuk Brahmana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang