بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على سيدنا محمدJADIKAN ALQURAN SEBAGAI BACAAN YANG PALING UTAMA
***
Tubuhku mematung, melihat dari jauh dua sosok berbeda usia tengah berdiri berhadapan. Saling melontarkan percakapan yang sedikit bisa kudengar. Hanya keheningan cukup panjang setelahnya usai sosok dengan balutan kaos warna hitam serta sarung dengan warna senada menyerahkan sebuah amplop cukup tebal yang kuyakini berisi uang pada sosok di depannya.
Anggukan dia dapatkan setelah itu, memilih meninggalkan sosok pria dengan rambut warna kelabu tanpa ucapan. Membuatku tersadar dan segera bersembunyi di balik papan kayu. Meninggalkan posisi ini usai kupastikan sosok dengan kaos serta sarung warna hitam tadi telah pergi.
Kakiku berjalan pelan menuju sawah menemui Ibu. Berniat membantunya karena Ibu masih belum boleh kerja berat. Mengulas senyum tipis kala berpapasan dengan sosok yang kuikuti tadi, yaitu Juragan.
Hanya anggukan singkat yang kuterima, ia membalas senyumku tadi dengan cara berbeda. Itulah Juragan, tak banyak membuka suara. Jikapun berbicara hanya seperlunya dan itu pasti hal penting.
Kakiku telah masuk ke tanah sawah yang basah, mengambil benih di sepetak sawah lain sebelum mulai menanam. Aku meminta Ibu berhenti kala melihat peluh menumpuk di keningnya serta gerakan tubuh yang mulai melambat. Menyambung pekerjaan Ibu hingga benar-benar selesai.
Kumandang adzan menghentikan kerja para petani, berduyun-duyun meninggalkan sawah menuju langgar kecil di ujung pematang. Aku meminta Ibu langsung kesana sementara aku menyusul usai mencuci tangan.
Segera berjalan cepat menuju langgar kala suara iqomah terdengar. Mengambil air wudhu lantas segera menempatkan diri di barisan shaf wanita paling belakang.
Mataku memanas mendengar kultum dari imam usai shalat jama'ah. Entah siapa yang menjadi imam, suara imam ini berbeda dari biasanya. Baritonnya berat dengan penyampaian yang begitu tegas namun dengan nada lembut.
Aku tidak langsung bangkit dari posisi usai kultum tadi selesai. Memilih menuntaskan rasa tak menentu dalam hati dengan berdiam sejenak sembari merapalkan wirid kemudian di sambung membaca Alquran beberapa halaman. Sebelumnya aku sudah meminta Ibu pulang ke rumah lebih dulu, sebab kami para petani yang bekerja di lahan Juragan hanya bekerja setengah hari.
Senyap begitu terasa usai satu persatu jama'ah meninggalkan bangunan berupa jajaran papan kayu yang berdiri tegak ini. Tersisa segelintir orang yang melantunkan ayat Alquran dan wirid dengan pelan ada pula yang berbincang ringan di teras. Entah berapa lama aku berdiam hingga akhirnya memutuskan bangkit dari posisi dan berjalan keluar.
Langkahku terhenti usai mendengar seruan dari luar langgar, tepatnya di samping padasan tempat wudhu pria. Tampak sosok berpenampilan tak jauh berbeda dengan Juragan berjalan tergopoh-gopoh ke arah Juragan yang tengah duduk bersila di emperan.
Masih di posisi yang sama kulihat sosok itu mendekati juragan sembari memanggil juragan dengan sebutan 'Gus'. Bahkan yang membuatku tidak mengerti ketika sosok tadi berjalan dengan lutut ketika mendekati juragan. Membisikkan sesuatu yang langsung disambut juragan dengan tepukan di punggungnya lantas bergegas pergi bersama dengan sosok tadi.
Sebenarnya siapa Juragan? Kenapa semua yang bersangkutan dengannya seperti dirahasiakan?
****
Pria dengan balutan kaos serta sarung berjalan cepat menuju bagian UGD sebuah rumah sakit. Saat sampai di depan UGD sebuah isakan pelan dari seorang gadis kecil menyambutnya. Mengulurkan tangan meminta pria itu menggendongnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sudera Untuk Brahmana
SpiritualSquel My Future Gus, tapi bisa dibaca terpisah (slow update) Kisah Nur Aniskurly dan Zaki Mustofa Althaf. Ganti judul dari Laksana menjadi Sudra untuk Brahmana . Dia bukan pria penuh senyum, dia pendiam, dia penuh rahasia. Aku suka, entah dari semua...