بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على سيدنا محمد
JADIKAN ALQURAN SEBAGAI BACAAN YANG PALING UTAMA
***Suatu hal yang menurutmu baik belum tentu dianggap baik juga oleh orang lain, apalagi diukur dari pemikiranmu saja itu kurang tepat.
"Ada beberapa santri putri yang matur sama umi tentang kejadian itu," ucap pengasuh pondok ku itu.
Masalah ini muncul karena salah satu santri putri melaporkan pada umi jika kemarin malam aku janjian bertemu dengan kang Dafa. Sebuah tuduhan yang tidak bisa kuterima. Mereka keliru jika mengatakan hal itu sebuah kesengajaan, kejadian itu terjadi tanpa rencana.
Aku mengatur napas yang sempat tak beraturan usai mendengar ucapan kurang menyenangkan dari beberapa santri sebelum Umi datang. Menahan rasa sakit karena tuduhan mereka.
"Kenapa, Nduk?"
Aku mengangkat wajah perlahan hingga tatapan mata kami hampir sejajar, memandang sosok wanita berwajah teduh seumuran Ibu yang menanti jawabanku.
"Yang dikatakan mereka benar kalau saya bertemu dengan kang Dafa, tapi tanpa sengaja, umi. Malam itu saya diminta Mbak Ifa ambil barang di dekat ndalem dan saya berpapasan dengan kang Dafa saat akan kembali ke koperasi."
Kirana tersenyum separuh, menggeleng pelan. "Mohon maaf, Umi. Saya juga melihat Anis berbicara dengan Kang Dafa, bukan cuma berpapasan," imbuhnya memberatkan tuduhan padaku yang ditanggapi oleh Umi dengan anggukan.
"Apa ucapan Mbak Kirana itu benar, Mbak Anis?" Kembali Umi bertanya padaku masih dengan suara yang lembut.
"Leres, Umi. Saya mengucapkan terima kasih pada Kang Dafa karena sudah menyampaikan titipan keluarga saya, hanya itu," balasku apa adanya.
Umi kembali mengangguk pelan, menampung masing-masing penjelasan dari berbagai pihak sebelum mengambil keputusan. Beliau terdiam sesaat sebelum meminta salah seorang santri putra yang lewat di depan aula kecil untuk memanggil Kang Dafa yang sedang membantu Abah mengambil buah mangga di halaman belakang. Sementara Mbak Ifa, beliau meminta tolong santri putri yang sedang piket di ndalem untuk memanggilnya. Mungkin mencari kebenaran melalui penjelasan yang datang dari berbagai pihak yang masuk dalam permasalahan ini. Bertabayyun lebih tepatnya.
Mbak Ifa yang belum tau permasalahan ini berjalan ke arah kami dengan raut wajah bingung. Mengambil posisi duduk di sampingku usai mengecup punggung tangan Umi.
"Benar Mbak Ifa kemarin malam meminta tolong Anis ambil barang di dekat ndalem?"
Mbak Ifa mengangguk. "Nggih, Umi. Malam itu saya minta tolong Anis ambil bungkusan sampo yang lupa dibawa ke koperasi."
Dua santri putri yang menjadi saksi pertemuanku dan Kang Dafa masih diam, sedangkan Kirana yang melaporkan masalah ini mengukir senyum kecut.
Jihan yang merupakan santri bagian keamanan tidak turut bersuara. Sosok itu terkejut ketika tiba-tiba ada panggilan dari umi yang memintaku dan beberapa santri putri datang termasuk dirinya ke aula kecil, tempat biasa santri yang sering melanggar peraturan menerima hukuman.
Suara ketukan pintu seketika memecahkan suasana yang sempat hening. Santri putra yang kami tunggu kedatangannya berjalan pelan menghampiri kami, ia duduk di sudut ruangan dengan jarak tak begitu jauh dari Mbak Ifa. Santri putra dengan kaos bergambar wayang itu sedikit menundukkan kepalanya.
Umi menjelaskan pada Kang Dafa secara singkat alasan ia dipanggil ke tempat ini sebelum melayangkan pertanyaan padanya.
"Malam itu saya memang berpapasan dengan Anis tanpa sengaja dan dia memanggil saya lalu mengucapkan terima setelah itu pergi. Kami tidak janjian untuk bertemu, umi." Jawaban kang Dafa tersebut sontak menjadi titik terang permasalahan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudera Untuk Brahmana
EspiritualSquel My Future Gus, tapi bisa dibaca terpisah (slow update) Kisah Nur Aniskurly dan Zaki Mustofa Althaf. Ganti judul dari Laksana menjadi Sudra untuk Brahmana . Dia bukan pria penuh senyum, dia pendiam, dia penuh rahasia. Aku suka, entah dari semua...