بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على سيدنا محمد
JADIKAN ALQURAN SEBAGAI BACAAN YANG PALING UTAMA
***Banyaknya usaha akan sulit mencapai asa jika sabar masih belum dibiasa. Lalai akan kebenaran bahwa proses menjemputnya tidak bisa instan tergapai. Kata kuncinya sabar. Sabar, hal ini tengah diusahakan Gus Zaki, mencari jalan keluar dan menunggu waktu paling tepat menyelesaikan kerumitan yang menimpa.
Jam dipergelangan tangan Gus Zaki sudah menunjukkan pukul sebelas malam, tapi ia masih betah duduk di teras rumahnya, mengabaikan sapuan angin malam yang dingin.
Jemarinya memainkan bibir gelas bekas kopi yang sudah tandas. Sebuah notifikasi pesan masuk dari aplikasi chat menarik perhatiannya. Gawai yang tergeletak di sebelah gelas itu lantas diraih. Mengernyit ketika sadar pesan itu datang dari nomor tak dikenal. Jarinya bergerak menyentuh, membuka room chat yang ternyata berisi kabar jika sosok yang ditunggu itu akan tiba tiga hari lagi. Bukan tanpa sebab sosok itu merubah keputusan, sebuah urusan penting di tanah air menjadi alasan kedatangannya. Ia tersenyum disela hembusan napas panjang, akhirnya usaha yang dilakukan tak sia-sia meski membutuhkan waktu tidak sebentar.
Tangan Gus Zaki langsung bergerak mengambil gelas, masuk ke ndalem untuk beristirahat guna mempersiapkan hari esok yang mungkin akan cukup panjang. Mengurus beberapa hal sebelum kedatangan sosok tersebut.
Kaki jenjang Gus Zaki menghentikan langkah ketika melihat sang adik keluar kamar dengan susah payah, tangan kanannya menggapai dinding sebagai penyangga sambil mengelus perutnya yang buncit. Arif yang sebelumnya bersama sang adik harus ke rumah sakit ketika mendapat panggilan.
"Mau kemana?" Gus Zaki mendekat sambil menggiring Kia menuju sofa sudut ruang tengah.
"Ambil buah di dapur, Mas." Tanpa diminta Gus Zaki langsung menuju dapur, mengambil bungkusan berisi berbagai macam buah dan buah mangga muda yang sudah di potong dalam kotak makan.
Kia tersenyum, menerima kotak makan berisi potongan mangga muda lebih dulu dan meminta bungkusan berisi buah lain di letakkan sebelahnya.
"Jangan banyak-banyak makan mangga mudanya, kasihan lambungmu," ujar Gus Zaki. Suara lirih darinya menghentikan gerakan Kia yang hendak kembali mengambil, menggeser tangannya pada bungkusan lalu meraih buah anggur.
Kia mengumbar senyum, kali ini disertai anggukan kepala. Ia teringat juga dengan nasehat dokter pribadinya pagi tadi untuk mengurangi makan makanan asam, takut pasien spesial yang tengah membawa buah cintanya itu terkena asam lambung.
"Mas, aku mau tanya boleh?"
Kunyahan Gus Zaki usai mengambil sepotong mangga muda terhenti. Pria dengan netra kelam itu menoleh pada sang adik, berdehem sebagai balasan.
"Sebenarnya apa yang terjadi antara Mas Zaki dan Zulfa?" tanyanya penasaran.
Helaan napas panjang terdengar. Pria itu tersenyum singkat sebelum melayangkan usapan di punggung saudara kembarnya.
"Ada kesalahan pahaman antara kami, Dek."
Kia memandang wajah sang kakak dengan rasa penasaran yang belum hilang. "Hanya itu? Tapi kenapa sampai sekarang Zulfa merasa digantung statusnya, apa Mas pernah memberikan harapan padanya selain karena permintaan umi?"
"Bukan begitu, lebih tepatnya karena permasalahan itu tidak diselesaikan segera oleh, Mas. Apa kamu mau bantu Mas selesaikan masalah itu?"
Kening Kia mengernyit, gurat kebingungan tercetak di wajahnya. "Masudnya bantu Mas yang bagaimana?" Ia diam sebentar sebelum menyambung kalimatnya. "Tapi kalau bisa bantu, Insyaallah Kia mau."

KAMU SEDANG MEMBACA
Sudera Untuk Brahmana
EspiritualSquel My Future Gus, tapi bisa dibaca terpisah (slow update) Kisah Nur Aniskurly dan Zaki Mustofa Althaf. Ganti judul dari Laksana menjadi Sudra untuk Brahmana . Dia bukan pria penuh senyum, dia pendiam, dia penuh rahasia. Aku suka, entah dari semua...