07. Kita atau Mimpi

303 73 3
                                    

"...waktu kalian cuma sisa 2 minggu. Agensi tahu itu bukan waktu yang lama, jadi kami minta supaya kalian bener-bener latihan. Nggak ada rengekan atau keluhan apapun mengenai waktu yang terlalu singkat ini. Kalian latihan di sini bukan cuma satu dua hari, jadi seharusnya selama hampir bertahun-tahun jadi trainee di sini, kalian tahu apa yang kalian butuhkan."

Bagai mantra yang menyihir pemikiran Park Jisung, kalimat itu tak ada hentinya menggema. Lebih keras dari ketukan irama. Lebih menggema ketimbang bariton Mark Lee yang menyerukan hitungan gerak mereka. Lebih mempengaruhi perasaannya ketimbang merdunya musik mengalun.

2 minggu jelas bukan waktu yang panjang untuk mempersiapkan segala-galanya. Tentang bagaimana mereka menghadapi audiens yang menyerupai lautan. Tentang bagaimana mereka mengondisikan vokal masing-masing atau tentang performa mereka di atas panggung nantinya.

Semangat, ketakutan dan kegugupan itu beraduk menjadi satu. Berhasil mengacaukan ketenangan Park Jisung untuk selalu santai dalam menghadapi keadaan. Kondisi yang akan dihadapinya nanti bukan sesuatu yang dengan gampangnya ia sepelekan. Semua ini mengulas tentang kelanjutan hidupnya. Masa depannya, mimpinya, semua perjuangannya tergantung pada apa yang ia lakukan.

Tepat pada hitungan terakhir, alunan musik berhenti mengudara. Mempertahankan koreo terakhir beberapa detik sebelum suara tepuk menggema. Berbalik, Mark menatap kelompoknya. Senyum lebar terulas, seakan mendongengkan seberapa lega dan bangganya ia akan teman-temannya.

"Latihan ketiga lebih bagus daripada yang sebelum-sebelumnya. Kita istirahat selama 20 menit, cukup?" Menyetujui, akhirnya manusia-manusia itu tergeletak di atas lantai. Menikmati seberapa lelah tubuhnya masing-masing. Melangkah, Mark membungkuk. Meraih botol minumnya untuk kemudian ditenggak beberapa teguk. "Kerja bagus temen-temen!" Sorakannya menyusul. Sekedar menjadi penyemangat bagi sang kawan seperjuangan dan dirinya sendiri.

Melingkar, ketujuhnya nampak masih berusaha menetralkan nafasnya masing-masing. Betah merebah, Renjun enggan bangkit dari sana. Menatap langit-langit ruang latihannya dengan berbagai macam perasaan yang sulit diartikan.

"2 minggu, apa itu cukup buat kita?" Tak ingin berpaling pada atap di atasnya, Renjun mengudarakan sebuah pertanyaan. Kepalanya nyaman berbantalkan lengannya sendiri.

Menyahut, dengan tegasnya Mark memberi jawaban. "Pasti cukup. Kalian punya banyak potensi dan pekerja keras. Waktu segitu pasti lebih dari cukup. Buktinya di latihan ketiga aku pikir ini udah hampir sempurna." Menoleh, Mark melayangkan tatapannya pada pemuda Na di seberang serongnya. "Bahkan Jaemin pun udah lebih baik. Kalau dia niat sedikit lagi, semuanya jadi bakal sempurna." Senyum lembutnya disinggung kan. Seakan menyalurkan banyak energi lagi pada sosok yang tengah ia tatap.

"Hyung." Suara bariton lainnya ikut mengudara. Bangkit dari acara merebahnya, Jisung menekuk kedua kakinya. Menyapukan pandangannya kompak ke seluruh anggota kelompoknya. "Tentang kelompok ini atau tentang penampilan pertama kita, aku yakin kalau hasilnya pasti memuaskan. Entah itu benar atau nggak, aku pikir kita bisa masuk ke babak yang lebih tinggi lagi." Menjeda, Jisung meneguk salivanya sendiri. Melanjutkan kalimatnya perlahan-lahan. "Dan kalau kita udah sampai di titik itu, apa selanjutnya?"

Yang diberi pertanyaan memaku di tempatnya masing-masing. Bukannya keenam-enamnya sama sekali tak mengerti maksud tersembunyi dari pertanyaan yang paling muda di sana. Hanya saja, untuk menduga-duga tentang masa depan, untuk menciptakan persepsi atau asumsi mengenai itu, teramat sulit. Mereka sama-sama manusia yang tak punya kekuatan khusus untuk menerawang masa depan atau apalah itu.

Apa itu masa depan?

Sebuah masa dimana hidup kita mengalami perkembangan yang positif atau justru negatif. Semua yang dilakukan kita saat ini, tak elak akan banyak berpengaruh untuk membawa perubahan tersebut. Dipersatukan bersama 7 pemuda dengan 1 mimpi yang sama, membuat gambaran masa depan mereka tak ada bedanya. Jeritan para penggemar, suara merdu, tarian yang memukau dan berbagai macam penghargaan. Itu yang mereka sebut sebagai masa depan dan mimpi yang sama.

Lose Me If You Can ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang