Mereka bilang, Na Jaemin itu pemalas. Tak pantas terjun masuk ke dalam dunia hiburan dengan bakat pas-pasan miliknya. Katanya, dia mengandalkan tampangnya di bidang apapun lantas dirinya bisa mulus menghadapi semua itu. Katanya; halah kalau cuma modal tampang, kenapa mau jadi idol? Dia kan bisa jadi model.
Mereka hanya tak tahu bagaimana skenario hidup seorang Na Jaemin yang sebenarnya. Tapi pada akhirnya, Jaemin masih memaklumi. Teruntuk orang-orang itu, telinganya amat sangat tertutup rapat. Apapun itu, Jaemin akan membiarkan mulut mereka asyik membual lantas berakhir dengan buih-buih yang memenuhi rongganya.
Mereka tak tahu bagaimana Jaemin berusaha merelakan mimpinya. Mereka tak tahu seberapa besar hati Jaemin sampai dia rela banting setir, mengesampingkan minatnya untuk membahagiakan pinta sang Mama. Semua untaian kalimat yang dilontarkan untuk mencabik-cabik jiwanya, tak lebih dari sekedar katanya. Manusia itu lucu. Terkadang, mereka lebih mengandalkan apa yang mereka tangkap lewat telinga ketimbang mata yang menyaksikan semua saat untuk direkam dan disimpan apik di dalam memori masing-masing.
Seharusnya, Jaemin tak perlu diselimuti kekhawatiran sekecil apapun. Toh, dia tak ingin sepenuhnya ada di sini. Jadi ketimbang merasa cemas akan apa yang tengah menantinya nanti, Jaemin seharusnya merasa lega sebab ini kesempatan yang amat bagus untuk dirinya. Setahun lamanya bibir itu selalu berucap. Menggemakan pintanya, berharap Sang Kuasa mendengar suaranya. Mengabulkan keinginannya untuk segera angkat kaki dari sesuatu yang bukan minatnya. Tapi sekarang Jaemin bimbang. Ditimpa keraguan yang bukan main. Di saat Tuhan benar-benar mengabulkan pintanya selama ini, kenapa hatinya justru memberat?
Sebab Na Jaemin tak akan pernah membuat sang Mama dihujani rasa kecewa. Rumor manipulasi ini, fakta mengerikan ini, mau tak mau pasti sampai di telinga sang Mama. Memejamkan matanya, pemuda Na itu tak bisa membayangkan seberapa keras rasa kecewa menghantam mamanya tanpa henti.
Melirik, Jaemin bisa menangkap kemurungan yang menggelayuti sosok di sampingnya. Auranya menggelap. Kalimat Haechan yang menyatakan bahwa Zhong Chenle adalah orang paling banyak membawa sisi kepositifan di antara mereka bertujuh, kini tengah dilanda mendung. Jaemin tahu bahwa Chenle hanya sekedar berusaha menangani mimpi buruk teman-temannya. Namun dalam sebuah cara yang salah.
Zhong Chenle terlahir dari keluarga yang tak akan pernah mengenyahkan pintanya satu pun. Ketika ia merengek kepada sang Papa, menyebut-nyebut sepeda impiannya, maka 10 jam berikutnya benda yang dipinta akan hadir di depan dirinya sendiri. Begitu pun dengan mimpinya. Tanpa rasa keberatan apapun, keluarganya tentu menyanggupi sang anak untuk mengejar impiannya.
Chenle pernah bilang, pertama kalinya dia menyanyi adalah di sebuah konser. Kemudian, saat Jeno melayangkan pertanyaan, konser siapa? Dengan senyum tipis, Chenle menegaskan bahwa itu konser pribadi keluarganya. Kala itu, Chenle tengah berulang tahun di usianya yang mulai menginjak ke-10. Lantas sebagai perayaan, Chenle menggelar konser bersama keluarganya.
Ketika pintu dijeblak dengan amat sangat pelan, ketika itu pula kecemasan milik pemuda Zhong tak bisa dikondisikan lagi. Menghadap ke pimpinan direktur untuk pertama kalinya. Harus siap diinterogasi atau malah mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Kalian semua ternyata penuh sama kejutan. Ini agak menyesakkan. Aku pikir, kelompok kalian yang bakal bertahan sampai akhir. Kalian yang paling punya banyak potensi buat itu." Kalimat itu meluncur. Menyematkan banyak pernyataan kecewa yang ikut mengudara. Kemudian, kepalanya menoleh. Memusatkan seluruh atensinya untuk si pemuda China. "Chenle, aku bahkan punya dugaan kalau mungkin kamu yang bakal debut lebih dulu. Selama ini semua orang tahu kalau kamu yang punya semangat paling tinggi. Tapi kenapa tiba-tiba kamu malah berbuat curang? Manipulasi itu bukan perkara sepele."
Chenle tahu bahwa dirinya telah melebihi batas seharusnya. Chenle tahu bahwa dia kelewat berani untuk melakukan semua ini. Tapi, memangnya siapa yang masih bisa sanggup berasumsi bahwa mereka pasti akan berhasil ketika menyaksikan banyaknya kekhawatiran yang menyergap teman-temannya?

KAMU SEDANG MEMBACA
Lose Me If You Can ✔️
FanficSatu-satunya yang paling ampuh mengacaukan jiwa Park Jisung hanyalah masa depan. Tentang mereka, tentang dirinya bersama 6 pemuda itu. Mereka telah memulai garis awal bersama-sama. Maka seharusnya mereka pun berakhir dalam akhir yang sama pula. Tapi...