"Hei, kamu vote siapa? Sebelumnya aku pikir kelompok A lebih bagus, aku suka sama karismanya Jungmin. Tapi di SNS ada tagar Na Jaemin, dia ada di kelompok B. Wah bukan main, mereka berhasil ambil hatiku jadi aku vote kelompok B."
"Idol Teen tahun ini panas-panas banget. Aku nggak bisa pilih salah satu dari mereka."
"Buat apa mikir 2 kali? Kelompok A udah dipastikan ada anak kriminal yang kena skandal narkoba. Nggak akan aku lirik-lirik mereka lagi. Aku sepenuhnya dukung kelompok B."
Korea Selatan tengah dimabuk pemuda-pemuda berbakat yang berambisi meraih mimpi. Idol Teen, sebuah acara survival baru tahun ini digadang-gadang mendapat rating paling tinggi. Semua mulut sibuk membicarakan per trainee yang tergabung di beberapa kelompok. Cuap-cuap itu tak pernah berhenti mengudara. Lidah itu menyebutkan banyak nama, mengelu-elukan sang idola baru yang hampir merenggut semua kewarasannya.
Satu minggu dinilai waktu yang cukup untuk mengumpulkan banyak suara. Satu-satunya hasil yang paling adil untuk menjatuhkan keputusan akan kelompok mana yang tereliminasi lebih dulu.
Semuanya terpaksa memendam seluruh rasa kepenasaran masing-masing. Entah itu mereka-mereka yang tengah menanti-nanti banyak dukungan atau mereka yang memberi dukungan. Terlalu rumit dan menguras banyak tenaga sekedar memutuskan pilihan. Idol Teen punya banyak trainee berbakat yang dipamerkan. Bersama dengan visual yang memikat hati, kenyataan itu semakin angel untuk dicabut sebuah keputusan. Ibaratnya, belok ke kanan kalian dihadiahi sebuah kerajaan memukau mata sementara belok ke kiri, kalian dijanjikan dengan mewahnya kota metropolitan.
Dari ketujuh pemuda itu, Park Jisung-lah yang paling mengkhawatirkan hasil akhir hari ini. Di atas ranjangnya, kelopak mata itu tak kunjung lelah untuk mengamati langit-langit asramanya sendiri. Rungunya masih betah menangkap suara detik jam teratur yang bagai musik ketegangan. Menguak banyak ketakutannya yang sempat terkubur dalam. Dalam setengah menitnya, Jisung akan dipastikan mengubah posisi tidurnya. 30 detik saat itu, tubuh semampainya akan menghadap lurus bersama jelaga gelap yang mengamati atapnya. Di 30 detik berikutnya, ranjang akan berdenyit ngilu, Park Jisung baru saja mengubah posisinya menyamping menghadap dinding bersama dengan jemari yang melukis asal-asalan di atasnya.
Sementara yang ada di bawah ranjangnya, tanpa sadar mulai terganggu akan setiap pergerakan Jisung. Pelan, matanya terbuka. Amat sangat sipit sebab gagal menahan beban cahaya yang merangsek memaksa kesadarannya untuk cepat hadir. Kepalanya mendongak, menggelengkan kepalanya beberapa kali sekedar untuk membangkitkan banyak kesadaran lagi.
"Jisung, ayo cepat tidur. Ini udah setengah satu malam, kamu mau melek sampai jam berapa? Kita harus bener-bener bugar buat besok." Renjun menegur. Sempat membuat yang lebih muda terkejut untuk beberapa saat. Bahkan ketika si Jilin itu baru saja terbangun dari tidurnya, suaranya masih amat sangat terjaga kualitasnya. Tak ada serak apapun yang menyertai.
Butuh tempat berpulang, Jisung mengubah posisinya. Kepalanya menunduk meski hanya luasnya kasur yang menyambut obsidiannya. "Renjun Hyung, menurutmu besok kita dapat hasil yang bagus atau justru sebaliknya? Aku terlalu takut buat mikirin semua itu apalagi kemungkinan buruknya." Satu helaan nafas ditarik.
"Kita pasti berhasil, Jisung. Kamu nggak perlu khawatir kayak gitu, Chenle pun udah bilang kalau kita pasti bisa di kesempatan pertama ini." Renjun beringsut. Menarik selimutnya lantas kembali memejam. "Lagipula, terkadang apa yang kamu pikirkan nggak akan jadi kenyataan. Jadi, tidur aja dan tunggu hasilnya besok. Nggak akan ada apa-apa."
Renjun menyebut Chenle—itu wajar. Pertama kalinya Haechan bilang bahwa di antara mereka bertujuh, yang paling punya banyak aura kepositifan adalah seorang Zhong Chenle. Kalau kamu berada di dekatnya, kamu tak perlu takut merasa canggung sebab Chenle tak akan pernah membiarkan orang-orang di sekelilingnya gagal nyaman bersamanya. Tipe-tipe social butterfly yang banyak menyita atensi orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lose Me If You Can ✔️
FanfictionSatu-satunya yang paling ampuh mengacaukan jiwa Park Jisung hanyalah masa depan. Tentang mereka, tentang dirinya bersama 6 pemuda itu. Mereka telah memulai garis awal bersama-sama. Maka seharusnya mereka pun berakhir dalam akhir yang sama pula. Tapi...