17. Merangkai Kembali

209 45 7
                                    

Lebih tinggi dari puncak gunung Everest, Huang Renjun berhasil menggapai kembali kebahagiaannya.

Mulanya Renjun tak pernah menyangka akan terperosok jatuh ke dalam palung gelap penuh akan kecemasan yang tak pernah berhenti menyergap. Mulanya, Renjun juga tak pernah menyangka akan takdir yang rupanya senang bermain-main bersamanya. Pikirnya, dia akan selamanya tinggal di palung itu. Membangunnya menjadi huniannya sendiri sampai seseorang menyadari keberadaannya dan menariknya dari tempat gelap yang amat mencekam. Tapi ternyata, takdir tak semudah itu untuk diterka-terka.

Di malam yang penuh akan keletihan tak terhingga, seseorang tahu-tahu menyeruak masuk ke dalam ruang latihan. Ampuh membuat semua gerakan terhenti tepat ketika bunyi ceklik pintu mengudara. Seorang staff dengan perawakannya yang mungil dan surai gelap sebatas lehernya menyita perhatian ketujuh pemuda itu.

"Kelompok B, kalian punya pesan dari Pak Direktur." Wanita itu bersender pada dinding. Memberi peluang bagi para pemuda itu untuk mendekat ke arahnya. Di detik selanjutnya, mereka menggerombol dengan menurut. Mengerjap polos bak kerumunan bebek yang tengah menyeberangi jalanan.

"Salah satu dari kita ada yang berbuat kesalahan lagi?" Mark Lee selaku pemimpin berusaha menduga-duga. Pelan dengan tatapan yang menelisik. Tak ingin mendengar kata iya atau kepala yang terangguk.

Entah karena Dewi Fortuna atau bukan, tapi kepala itu menggeleng. Harapan Mark yang sempat dibumbui akan kecemasan pun melenyap. "Kalian diundang ke panggung besok."

Seharusnya tak ada sesuatu yang dikagumi. Semua kata yang saling teruntai itu, tak ada satu ke-spesial-an apapun. Sebatas lima kata yang faktanya seakan mampu menyihir ketujuh-tujuhnya dalam satu waktu yang bersamaan. Pupil mereka membulat bersama mulut yang menganga—itu Park Jisung. Masing-masing dari mereka seolah tak bisa mempercayai rungunya. Ini terlalu mengejutkan. Sebuah informasi yang menyatakan akan kebolehan mereka hadir kembali di atas panggung. Menyapa banyaknya pasang mata di depan sana atau membiarkan telinga mereka tuli saking kerasnya jeritan-jeritan itu. Bagai harta karun yang teronggok di tengah gersangnya padang pasir, mereka seterkejut itu.

"Idol Teen sepakat untuk kasih satu kesempatan lagi buat mereka yang udah tersingkirkan lewat chance ticket. Itu kartu kesempatan, jadi bukan cuma kalian yang bakal ada di atas panggung besok tapi 3 kelompok lainnya yang juga sempat dieliminasi." Memaparkan, Mark Lee mengangguk antusias. Raut wajahnya tak bisa hengkang atas kejujurannya yang menyatakan bahwa jantungnya tengah menggila di dalam rongganya. "Jadi, Pak Direktur suruh aku buat bilang ini ke kalian. Dia juga mewanti-wanti buat jangan teledor apalagi curang." Matanya mengerling, sedikit menusuk ketika kata terakhirnya seakan ditujukan untuk pemuda Zhong di barisan belakang.

"A—s-sebentar, ini serius?" Masih tak bisa menjatuhkan seluruh kepercayaannya, Mark memastikan sekali lagi. Kehilangan kosa kotanya sekedar untuk menyusun pertanyaannya sendiri.

Bersama dengan sebentang senyum tipisnya, staff itu menganggukki. "Kamu pikir aku digaji buat kebohongan atau buat prank kalian semua?" Tatapannya disapukan. Memandang satu per satu sosok di hadapannya. "Hei, kamu Kanada. Awasi temen-temenmu. Jangan sampai kecolongan lagi. Jangan latihan terlalu keras, sewajarnya aja dan makan makanan yang baik. Jaga kesehatan kalian kalau mau lolos ke babak selanjutnya."

Nyaris memekik, Lee Haechan melangkah. Mendekat, mengikis jaraknya bersama sang staff agensi. "N-Noona, apa menurut Noona kita bertujuh bisa lewatin ini? Kalimat Noona barusan seakan kita yang bakal kepilih lewat tiket itu."

Wanita kepala tiga itu mengangkat bahunya. Acuh tak acuh, tubuhnya bangkit dari nyamannya dinding sebagai sandarannya. "Siapa yang tahu? Kalian yang punya paling banyak potensi. Ditambah, video penampilan pertama kalian sukses besar di WeTube. 100 juta penonton cuma dalam waktu 3 hari." Lalu senyum lebar yang melintang itu, ampuh menular pada pemuda-pemuda di hadapannya. "Udah ya, aku masih harus lanjut kerja."

Lose Me If You Can ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang