05. Dibalik Fakta

388 82 2
                                    

Mau tahu sesuatu tentang Kang Junhee si penyelundup narkoba?

Dulu sekali, Kang Junhee hanyalah sebatas pemuda dengan hati selembut permen kapas. Hanya seorang pemuda yang dipenuhi banyak pinta. Banyak mimpi yang mesti ia gapai suatu hari nanti. Perangainya baik. Junhee berhasil menggaet banyak teman meski terkadang ia terlalu menonjolkan rasa puas terhadap dirinya sendiri. Benang kesimpulannya adalah fakta bahwa Junhee agak sombong. Terlepas dari itu, semua perilakunya masih dalam batas kewajaran. Manusia punya kelebihan dan kekurangan masing-masing bukan? Maka, wajar jika Junhee sedikit lecet kepribadiannya akibat kesombongannya.

Masa remajanya penuh dengan tabur bunga harum. Pagi harinya seakan selalu berhiaskan pelangi meski angkasa tengah bersedih. Yang hanya ada di dalam benaknya sekedar bermain, teman, meraih mimpi. Meski Junhee punya teman yang tak terhingga, tapi siapapun itu, akan tetap ia gaet sebagai teman baru. Entah dari kalangan darah biru maupun manusia biasa yang tulus.

Hari itu, tanpa sengaja, Junhee menyaksikan sebuah adegan menyayat hati. Di belakang sekolah, seorang pemuda nampak tengah dirundung beberapa kawanan siswi. Seakan tak pandang bulu, mereka-para perundung betina-itu kasar menendang tulang kering sang korban. Menghujaninya dengan berbagai caci-maki yang tak pernah habis. Memberinya pelajaran berupa tamparan tangan yang gema benturannya cukup memekakkan di setiap rungu.

Dari tempatnya, Junhee membeku. Bodoh kalau yang ia lakukan hanyalah menjadi saksi atas aksi itu. Hati kecilnya seolah diremas kuat-kuat. Selama ini, Kang Junhee selalu dikelilingi oleh orang-orang baik yang penuh ketulusan. Tak ada satu pun di antara mereka yang punya niat tersendiri untuk menjatuhkannya. Semua temannya ada dalam satu lingkaran kebaikan.

Kamu laki-laki! Kenapa diem aja?!

Batinnya meraung. Ketidakterimaan akibat perlakuan itu semakin melanda hatinya. Menolak bodoh di tempat, Junhee melangkah. Berbekal hatinya yang selembut sutra, dia berniat menjadi tameng si korban.

"Berhenti!" Tangannya direntangkan lebar-lebar. Sentakannya berhasil membuat mulut-mulut sampah itu diam untuk beberapa saat. Bagai laser, tatapan tajam itu disapukan. Menyimpan satu per satu wajah para perundung di hadapannya. Menanamkan janji pada dirinya sendiri bahwa kelima perempuan ini akan selalu berada di bawah pengawasannya. Meminimalisir korban yang serupa.

"Wah, kamu temennya? Nggak buruk. Berani melawan, nggak kayak dia yang cuma diem macam batu." Si mata bulat melipat kedua tangannya angkuh. Dagunya dinaikkan, mengerling sekilas ke arah mainannya yang masih nyaman membeku.

"Kenapa kamu berbuat kayak gitu ke dia?" Mengenyahkan basa-basi, Junhee melayangkan pertanyaannya. "Aku yakin dia nggak banyak berbuat kesalahan yang besar. Kalau kalian nggak punya kerjaan, jangan gini mainnya. Kamu bisa merusak mental orang kalau begini caranya."

Berlagak tertarik, perempuan itu menaikkan kedua alisnya. Keningnya mengerut bersama dengan telapak tangan kanannya yang menutup mulutnya. Gestur seseorang seakan dia tengah dibuat terkejut. "Oh gitu ya?! Aku baru tahu itu bisa merusak mental." Lantas kepalanya digelengkan, mengejek lebih jauh. "Tapi kamu itu juga sok tahu. Siapa yang bilang dia nggak punya kesalahan yang besar?" Kembali pada wujudnya semula, dia menyeringai. Mendecih kasar.

"Harusnya kamu juga sering berkaca. Kesalahanmu nggak kalah besarnya sama dia." Tajam, Junhee membalik perkataan sang musuh. Kakinya melangkah satu longkap. "Masalah ini bukannya ada di dia. Tapi ada di kamu. Kamu kan yang membesar-besarkan kesalahannya?" Telunjuknya teracung, mendorong kecil pundak si lawan bicara. Sukses menerbitkan ekspresi dendam di wajahnya. Mundur, Junhee menggaet tangan korban yang tengah ia lindungi. "Mau jadi apa negara ini kalau orang-orangnya kerjaannya cuma merusak mental orang lain?"

Memutus perdebatan itu, Junhee menarik laki-laki itu bersamanya. Menjauh dari halaman belakang sekolah. Diam-diam menggemakan sumpah yang amat sangat bercokol di dalam jiwanya. Tindak perundungan seperti ini, tak seharusnya dibiarkan. Sekolah seharusnya lebih ketat mengawasi apapun mengenai murid-muridnya. Entah itu sekecil kerikil atau apapun.

Lose Me If You Can ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang