18. Tersematnya Simpati

200 43 2
                                    

Bagai 2 kutub yang amat berkebalikan, manusia dan alam seakan tak pernah bisa mencerminkan satu sama lain. Tak menuntut lebih namun hanya sedikit menyayangkan fakta bahwa langit biru yang biasanya nyaman menyapa netra, membuat semua obsidian terpaku padanya, mengaguminya, kini dinaungi oleh gelapnya awan. Mendung. Kehilangan sinarnya yang sedikit menggelapkan hati karenanya.

Seakan telah menumpahkan kesedihannya, tuan awan di atas sana baru saja merubah ceritanya, merubah hujan deras yang sempat menerjang menjadi rintik air yang nyaman singgah di rungu. Genangan air berubah menjadi percik-percik kecil yang sempat melayang kecil sebelum berakhir pada titik yang berbeda. Penyebabnya karena beberapa pijakan kaki di atas tanah.

Bersama payung Moomin di tangan kanannya, Mark Lee nampak melangkah bersisian dengan Jaemin. Sesekali netranya menerawang. Seakan ikut mendengarkan kesenduan alam yang tengah dicurahkan padanya.

"Hyung bener nggak malu pakai payung kartun kayak gini?" Pertanyaan itu mengudara.

Mark menoleh. Menemukan yang lebih muda nampak tengah mengulas senyum lebarnya. Gigi-gigi rapi itu menyapa mata untuk menampilkan seberapa manis senyum yang ia ulas.

Beberapa menit yang lalu, Mark berhasil membuat Jaemin merasa getaran yang aneh-antara menggemaskan dan tersentuh. Tak mendapati adanya payung lain yang bisa mereka gunakan, pada akhirnya Mark menerima payung menggemaskan milik Huang Renjun. Tapi bukan itu bagian terbaiknya. Melangkah keluar dari gedung asrama, Mark mengudarakan sebuah kalimat.

"Sini, aku aja yang pegang." Tangan kanannya terulur. Siap menerima alihan payung dari Jaemin.

Pemuda Na itu menoleh. Kedua alisnya kompak terangkat bersamaan tangannya yang berhenti bergerak untuk membuka payung menggemaskan milik Renjun. Tatapannya sedikit menelisik. "Memangnya Mark Hyung nggak malu pegang payung kayak gini? Aku aja yang pegang, nggak apa-apa."

Tapi, yang namanya Mark Lee memang tak pernah mengesampingkan keras kepalanya. Atau dia terlalu berjuang dalam menghadapi sesuatu? Apapun itu, pemuda rantauan Toronto di sampingnya memang sedikit asing dengan arti kata menyerah. Semua konteks yang dia hadapi akan dia perjuangkan semaksimal mungkin bahkan mengenai siapa yang lebih pantas memegang payung Moomin Renjun.

"Kenapa aku harus malu? Lagipula aku leader kalian, jadi aku yang seharusnya pegang payung itu. Melindungi anggota dan nggak nyusahin mereka."

Bagian itulah yang membuat Jaemin berakhir menyerahkan benda di genggamannya. Fakta lain tentang Mark Lee adalah keinginan terbesarnya yang gencar ia lakukan; melindungi anggotanya, melindungi teman-temannya. Dari sorot mata penuh tekad itu, Jaemin bisa menangkap kilat kepedulian yang amat tinggi. Bahkan ketika dirinya terancam mati di dalam mulut hiu pun, Mark mungkin bisa menggantikan posisinya.

"Hyung, kamu leader kita bukan bodyguard kita. Bukan cuma kamu yang punya kewajiban melindungi kita, sebaliknya juga gitu." Kalimat itu meluncur. Bersama harapan yang membumbung tinggi bahwa Mark akan bisa menangkap makna tersemat di dalam untaian katanya. Entah berhasil atau tidak, tapi Mark mengulas senyum tipisnya disusul dengan kepalanya yang mengangguk kecil.

15 menit yang lalu, Na Jaemin dan Mark Lee keluar sebagai korban atas kekalahan mereka. Batu-kertas-gunting. Sebuah permainan yang kelewat adil untuk menentukan siapa dari mereka yang diputuskan untuk melakukan sesuatu. Diselimuti rasa tegang bersama ketakutan yang terus menyergap. Kening mengerut dengan tangan yang ikut bergetar. Lalu dalam hitungan ketiga, pekikan keras akan menggema saling tindih. Puncaknya adalah ketika 2 pemain terakhir tersisa.

Letupan-letupan bahagia itu belum juga memudar sedikitpun. Alih-alih melenyap, perasaan itu justru semakin menggebu. Gila, membuat suara-suara itu tak hentinya mengudara bersama dengan tawanya yang berderai. Masih tentang keajaiban, ketulusan, garis takdir yang tak terduga dan kesempatan terbesar mereka. Maka, didasari oleh janji Lee Haechan yang mengatakan bahwa dirinya rela memasak banyak makanan malam ini, Mark dan Jaemin meluncur ke sebuah toko swalayan.

Lose Me If You Can ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang