Ketika rasa suntuk menguasai diri, maka siapapun itu dipastikan tidak bisa mengatasinya tanpa bantuan sedikitpun. Opsinya ada banyak; pergi menghabiskan waktu bersama kawan, melakukan sesuatu yang lumayan sibuk atau setidaknya berbincang kecil. Kedengarannya sepele. Suntuk atau bosan bukan suatu hal yang bisa memperparah segalanya. Tapi beberapa orang tak pernah menyukai keberadaannya. Termasuk Zhong Chenle.
Sosoknya terduduk di atas sofa. Bak seorang raja bersama tahta kebanggaannya, Chenle nampak nyaman. Kedua kakinya ditimpakan pada sebuah meja. Dua kaleng soda mengapit kakinya di sisi kanan dan kiri. Netra itu enggan dilepaskan dari si layar kaca. Alih-alih kehilangan atensinya, Chenle justru kian disedot. Acaranya bukan sesuatu yang mengulas kemewahan atau berita politik yang tengah memanasi negeri gingseng. Sekedar pemberitaan sebuah boy group baru. Saling menyatu di atas panggung bersama tag line besar-besaran yang bergulir di bagian bawah layar kacanya—HOT DEBUT—begitu bunyinya.
Kepalanya mengangguk sekali-kali. Membandingkan seberapa sempurnanya performa mereka dengan kelompoknya sendiri. Seandainya semua kekacauan ini tak pernah terjadi, salah satu dari mereka pasti tengah menunggu giliran di balik panggung untuk giliran mengukir debut pertamanya.
Bersama dengan hembusan nafas berat, tapak kaki lain mengudara. "Nonton apa?" Kemudian, pertanyaan itu menyusul.
Berat walau sekedar menggerakkan leher untuk menoleh, Chenle tetap pada posisinya. "Boy group baru." Dagunya dikedikkan. Menjadi pengganti sebagai telunjuknya yang seharusnya berperan membimbing arah Mark untuk menunjuk apa yang ia maksud.
Si Kanada mendekat. Membawa goyangan kecil ketika tubuhnya ikut merebah di sofa yang sama. "Debut hari ini?"
Chenle menjawab, namun lewat anggukan kepala. Mark tak sempat menyaksikan momen itu sehingga jawaban untuk pertanyaannya sendiri, ia peroleh dari untaian kalimat yang saling merangkai setelah besarnya kata hot debut dipamerkan. Pertanyaannya memang benar. Ini hari debut mereka.
Namanya B.O.Y—Mark tak tahu betul apa kepanjangannya. Jumlahnya hanya 4 anggota. Lewat berita sekilas yang ditunjukkan berulang kali banyaknya, Mark mengulas satu kesimpulan. Fakta menarik bahwa salah satu dari anggotanya ternyata lahir di Belgia dan yang satunya lagi kelahiran Jepang. Menarik, ada darah campuran. Makin lama, dunia hiburan Korea Selatan agaknya makin meriah sebab berdatangannya mereka-mereka dari negeri yang berbeda.
Mereka semua tampan. Visualnya bukan main. Kemampuannya tak harus diremehkan. Si main vocal tak kalah mempesonanya dari Lee Haechan. Dari 10-100, Mark menorehkan angka 90 saking sempurnanya talenta mereka.
Tapi sebentar. Sesuatu menggelitik rasa penasaran si Kanada. Ada beberapa hal yang familier. Maka, matanya menelisik. Menyipit lucu ketika dirinya tengah berusaha mengungkap perasaan familier yang menyergap. Satu-satu, ia teliti. Bukan salah satu tampang dari anggotanya, bukan pula salah satu suara anggotanya. Apalagi tarian mereka. Tidak, bukan semua itu.
"C-Chenle." Tenggorokannya tercekat dibarengi dengan menggilanya degup jantung itu di dalam rongganya. Mark mematung. Pupilnya membesar. Refleks—mungkin—punggungnya bangkit dari sandaran sofanya. Ini buruk. Mark berharap memorinya salah atau keliru dalam menyimpulkan rasa familiernya tapi dia sendiri tak dapat menepisnya apalagi menentang.
"Kenapa Hyung?"
"Ini gila. Aku yakin ini bukan kebetulan." Mark bimbang di tempatnya sendiri. Kepalanya ditolehkan seakan tengah berusaha menemukan ketenangannya yang melarikan diri. Tangan kanannya terangkat menutup mulutnya. Gestur gugup khas si rantauan Toronto ketika ia mulai dilanda kepanikan yang turut menyertai. "I-itu, itu laguku! Laguku sama Haechan."
Chenle terbengong-bengong. Tak tahu bagaimana pastinya mengenai hal mengejutkan yang barusan diutarakan oleh Mark Lee. Tapi setahunya, ini sebuah kabar buruk yang mana Chenle pun tak bisa mengatasi kepanikannya. Rasa itu seakan menular bagai flu yang cepat menginfeksi penderitanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lose Me If You Can ✔️
FanficSatu-satunya yang paling ampuh mengacaukan jiwa Park Jisung hanyalah masa depan. Tentang mereka, tentang dirinya bersama 6 pemuda itu. Mereka telah memulai garis awal bersama-sama. Maka seharusnya mereka pun berakhir dalam akhir yang sama pula. Tapi...