Bukan sebuah doa, bukan pula sebuah permohonan. Tapi kenapa terkaannya berakhir dengan fakta yang nyaris mirip secara keseluruhan?
Ini perihal sebersit penyesalan yang sempat menyambar Lee Haechan. Merutuki dirinya sendiri. Menyesali karena dirinya kelewat berani menduga-duga sesuatu yang ternyata malah benar-benar disulap menjadi kenyataan. Haechan pernah berasumsi diam-diam. Tentang mereka—kawan-kawannya—yang pelan-pelan mulai menerbitkan teka-tekinya sendiri. Dimulai dari Lee Jeno, disusul oleh Zhong Chenle diikuti oleh Park Jisung.
Semuanya kian dibuat runyam ketika pekikan Jeno keras mengudara. Para audiens yang susah payah ditahan kru untuk tetap di tempat, menyeruak. Menyingkirkan orang-orang itu. Berlarian dengan banyaknya tanda tanya yang mendasari. Mereka membeliak tak percaya. Saat itu, semuanya menyaksikan seseorang tengah memangku pemuda lain bermandikan darahnya. Beberapa dari mereka kelewat ngeri sampai memutuskan untuk membalik langkahnya. Persetan dengan dukungan atau acara survival paling meriah tahun ini, nyatanya acaranya tak lebih dari sebuah ajang penuh misteri yang berhasil menghantui para pengunjungnya.
Malam itu, Haechan ada di sana. Di barisan paling depan. Memaku, tak bisa percaya akan apa yang tengah ia pandang. Park Jisung tergeletak di sana. Bagai tubuh tanpa jiwa yang bisa mengendalikannya layaknya manusia. Lantas di tengah-tengah semua kericuhan, seseorang menyerebak. Itu Na Jaemin yang tahu-tahu menghambur. Berusaha menyadarkan si maknae walau ia tahu kemungkinannya sekecil menemukan jarum pada tumpukan jerami.
"Buat apa kalian diem aja?! Kita butuh ambulan!" Raungan itu mengudara. Lebih keras dari apapun. Ampuh membuat kondisi kalang kabut. Para kru mulai berusaha mengamankan salah satu pejuang mereka. Sisanya menggenggam ponsel, menghubungi pihak rumah sakit untuk segera mengirim mobilnya.
Pada titik itu, Haechan seakan tak punya akal lagi. Semuanya lenyap tak berbekas. Kakinya dipaku, tempat itu tak mengizinkannya untuk ikut membantu Jaemin dan Jeno. Terlalu pilu. Kedua tangannya membawa getaran yang kian hebat di tiap detiknya. Keringat sebesar bulir jagung itu mulai menghantam dirinya. Ini mengerikan. Sebuah teka-teki mengerikan ketika tahu-tahu Park Jisung ditemukan dalam keadaan semengenaskan ini.
Ini lebih mengejutkan dari datangnya sekumpulan mayat hidup. Jisung yang sama sekali tak pernah terlibat bersama masalah sekecil apapun diserang oleh rasa sakit yang seharusnya tak ia dapatkan. Haechan ingin terbebas dari lilitan amarahnya, tapi sayangnya ia tak bisa. Siapa yang patut disalahkan atas semua ini?
Ketika itu, Haechan berpaling. Mengenyahkan netra gelapnya dari sebuah tragedi mengerikan yang tepat berjarak beberapa meter darinya. Kepalanya ditolehkan. Sekilas, waktunya pas bersamaan dengan sosok Mark Lee yang datang terlambat. Langkahnya tak kalah tergopoh-gopoh. Si pemimpin mulai ikut turun tangan.
Haechan menunduk. Menyangga kepalanya dengan kedua tangannya sendiri. Semuanya makin runyam. Entah apa yang salah tapi semuanya disulap menjadi persaingan menyeramkan yang tak bisa diterka dengan akal sehat.
3 meter darinya, Jeno terduduk. Tak beralaskan apapun, merelakan dirinya dilapisi akan dinginnya lantai koridor. Surainya mulai kusut. Tatanan itu tak bisa mempertahankan kerapihannya lebih lama lagi. Bekas merah tanpa sadar menjiplak jelas di kedua pipinya. Itu darah Park Jisung yang nyaris mengering. Dibiarkan teronggok tak dibereskan.
"Aku harap kamu tahu sesuatu."
Tahu-tahu, kalimat pelan yang hampir tak ditangkap oleh rungunya mengudara. Jeno mendongak dalam hitungan yang lambat. Seseorang menjulang di hadapannya. Na Jaemin cukup mengerikan bersama datarnya muka yang kini tak pernah meninggalkan ekspresinya.
Tak tertarik, Jeno abai. Kepalanya digelengkan pelan. "Aku nggak tahu apa-apa." Jawaban yang amat sangat tak diharapkan nyatanya malah menampar Jaemin. Harapannya pupus akan kesaksian Jeno yang mungkin bisa sedikit membawa seberkas titik terang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lose Me If You Can ✔️
Fiksi PenggemarSatu-satunya yang paling ampuh mengacaukan jiwa Park Jisung hanyalah masa depan. Tentang mereka, tentang dirinya bersama 6 pemuda itu. Mereka telah memulai garis awal bersama-sama. Maka seharusnya mereka pun berakhir dalam akhir yang sama pula. Tapi...