Lee Haechan. Seorang pemuda kelahiran tanah Jeju yang disematkan nama asli sebagai Lee Donghyuck dan mengaku bahwa Lee Dongsook adalah nama lain dari sisi wanitanya. Chenle tahu itu. Ketika sebuah foto terselip di dompet si pemuda eksotis itu, tawanya menggema. Lebih keras dari terompet dan lebih melengking dari ringkikan kuda. Bangga menemukan sebuah harta karun yang tak bisa dikubur lebih lama lagi, Chenle berlarian. Tak mempedulikan teriakan perintah Haechan di belakangnya. Tangannya mengangkat tinggi-tinggi selembar foto di genggamannya. Memamerkan bahwa seorang Lee Haechan pernah menjelma menjadi seorang perempuan kala teater diselenggarakan.
Orang mungkin banyak berasumsi bahwa hidup manusia paling enteng untuk dijalani adalah milik Lee Haechan. Bagaimana bibirnya tersungging lebar. Bagaimana tawa itu terus berderai di udara. Atau bagaimana otak itu dipenuhi oleh banyak lelucon yang tak pernah gagal menghibur orang-orang di sekelilingnya.
Dulunya, Zhong Chenle tak punya setitik ketakutan pun akan sosok dari Jeju itu. Pernah sekali waktu itu, Chenle berujar santai, memangnya apa yang harus ditakutin dari Haechan? Kalau aku kasih uang lebih dulu, dia pasti gagal marah. Dan apa yang dikatakan memang pada fakta sebetulnya. Haechan jarang dililit oleh emosinya.
Seharusnya Chenle tahu bahwa seseorang yang amat sangat ceria seperti Lee Haechan, punya kadar emosi tertinggi yang amat mengerikan. Orang bilang, mereka-mereka yang punya banyak kebahagiaan dan paling sering mengudarakan tawanya adalah mereka-mereka yang amat mengerikan ketika ditimpa amarah. Ketimbang Renjun, Chenle lebih menakuti Haechan. Baginya, Renjun tak punya sisi mengerikan apapun atas kemarahannya. Bukan sekali 2 kali Chenle menyaksikan seberapa murkanya pemuda Huang itu akan kehadiran Lee Haechan yang tak pernah bosan bermain-main dengan emosinya. Jadi, kelewat sering menjadi saksi pelampiasan amarah Renjun, Chenle tak lagi terkejut-kejut.
Tapi, Haechan lain. Semua yang meluncur dari mulutnya 99% berisi candaan dan sisanya diisi oleh keseriusan. Maka dari semua lelucon itu, Haechan hampir tak pernah menunjukkan bagaimana rupanya ketika ia disambar amarahnya.
Tahu-tahu, rupa itu terungkap tepat di hadapan Chenle dan tertuju untuknya. Matanya membeliak lebar. Sorot penuh kesengitan itu seakan kuat bercokol di dalam pandangannya. Bercampur dengan rasa kecewanya, Haechan membentak keras. Lantang, tak peduli suaranya merangsek ke semua rungu. Sejak saat itu, Chenle tahu bahwa Lee Haechan menyerupai bayi harimau yang mungil dan nampak menggemaskan namun garang di dalam.
Ketukan sepatu yang sesekali berubah menjadi debum kecil akibat koreografi mereka, mengudara. Bersama dengan interupsi dari Lee Jeno di barisan depan, ketujuh-tujuhnya nampak larut ke dalam alunan musik. Mulanya Chenle tak ada bedanya. Mengikuti arahan, menggerakkan tubuhnya seperti yang dilakukan teman-temannya. Tapi tahu-tahu benaknya buyar. Itu ketika Lee Haechan datang mengambil tempat di hadapannya.
Pantulan 7 bayangan itu nampak amat sangat jelas di dalam cermin. Satu-satunya yang menyadari penurunan performa pemuda Zhong itu adalah Mark Lee. Maka, tangan kirinya terangkat. Memberi gestur kecil bahwa latihan ini dijeda untuk beberapa saat. Menurut, anggotanya berhenti bergerak. Kakinya melangkah, menghentikan lantunan musik pengiring yang sempat menggema beberapa menit.
"Chenle, kamu kenapa? Kurang sehat?" Penuh kelembutan, Mark melayangkan perhatiannya. Alisnya terangkat ketika yang ditanyai nampak mendongak. "Gerakanmu makin melambat. Kalau kamu memang lagi kurang sehat, kamu bisa absen dulu hari ini."
Tak punya keberanian lebih untuk membalas balik semua tatapan yang dikerahkan untuknya, Chenle menunduk. Menatapi ujung sepatunya yang bergerak kecil di bawah sana. Lagi, perasaan menyesal yang amat ia benci kembali menyergapnya.
"Maaf." Satu kata itu mengudara. Lirih dan teramat pelan.
Tapi Mark masih mengulas senyumnya. "Nggak apa-apa, itu bukan masalah besar. Kesehatanmu yang paling utama, kalau latihan—"

KAMU SEDANG MEMBACA
Lose Me If You Can ✔️
FanfictionSatu-satunya yang paling ampuh mengacaukan jiwa Park Jisung hanyalah masa depan. Tentang mereka, tentang dirinya bersama 6 pemuda itu. Mereka telah memulai garis awal bersama-sama. Maka seharusnya mereka pun berakhir dalam akhir yang sama pula. Tapi...