Bab 27 : Marah-marah

298 49 2
                                    

Jangan lupa screenshoot bagian yang menurut kalian menarik, and share di sosial media kalian.

Thanks  you, all.

H a p p y R e a d i n g .
———————————————

Semua yang berada di sana hanya diam dan menunduk karena bos mereka sedang marah. Mereka tak ada yang berani membuka suara sedikitpun.

Dania, ia sedang meluapkan amarahnya karena pegawai mereka lalai dalam bekerja. Tetapi belum ada juga yang mau mengaku siapa yang salah.

"Kenapa, sih, kalian kerjanya lengah, hah?! Pantas saja pelanggan pada komplen barang rusak, ternyata kalian mengangkutnya dengan brutal, dan menumpuk kardus dengan jumlah banyak. Kalian tahu kan, kalau itu kosmetik. Dan di kardusnya juga ada tulisan mudah pecah. Yang berarti KALIAN HARUS HATI-HATI."

"Kenapa semua diam? Nggak mau jujur ini ulah siapa?" sambungnya.

Dania memperoleh informasi dari para pelanggannya, lebih tepatnya pelanggan setianya, bahwa akhir-akhir ini mereka menerima barang rusak. Awalnya mereka maklum, mungkin karena barang banyak, jadi tidak dicek satu persatu. Namun, mereka membeli barang kembali, dan masih sama. Dalam kondisi rusak.

"Oke, kalau kalian nggak ada yang mau ngaku ... saya akan cek cctv."

Pegawai pria berambut gondrong itu maju dua langkah ke depan. "M-maaf, Bu. I-itu salah saya," ucapnya sembari tertunduk takut.

Dania menghela nafas. "Saya hanya mau kalian jujur, walaupun itu sebuah kesalahan."

Pegawai pria itu mengangkat wajahnya. "Maaf, Bu. Saya janji tidak akan mengulangi lagi. Tolong jangan pecat saya, Bu."

"Kalian boleh lanjut kerja." Daripada Dania tidak bisa mengontrol emosinya, lebih baik ia kembali ke ruangan.

"Hufft ...." Gadis itu mendudukkan dirinya di kursi kerjanya sembari menghela nafas lagi dan lagi. Punggungnya ia sandarkan di kursi, matanya terpejam. Tangannya pun bergerak memijit pelipisnya.

"Kenapa marah-marah?"

Dania bergejolak kaget saat mendengar suara seseorang. Setahunya tidak ada orang di ruangan ini selain dirinya. Apa jangan-jangan ... makhluk tak kasat mata? Dania menggelengkan kepalanya, menghilangkan pikiran absurdnya.

Saat matanya terbuka, yang pertama kali ia lihat adalah wajah tampan Farel. "Nggak ketok pintu lo, ya!" geram Dania.

Farel terkekeh karena raut wajah Dania yang berubah-ubah. Tadi kaget, lalu geleng-geleng, dan sekarang kesal. Gemas, batinnya.

"Kenapa marah-marah?" ulang Farel. Ia sudah duduk di kursi depan Dania yang hanya terhalang meja.

"Lo liat?" Bukannya menjawab, Dania malah bertanya.

Farel mengangguk. "Iya. Tadi gue ke sini, tapi baru sampe di pintu masuk, gue liat lo lagi marah-marah. Gue liatin aja dulu, nanti kalo gue samperin, gue yang digaplok lagi."

"Kesel banget gue, mereka kerjanya nggak bener."

"Pecat aja, lah," saran Farel yang tak disetujui oleh Dania.

"Kasian, dia pasti butuh duit. Gue nggak tega."

"Ya terus, lo mau gimana?"

"Gue maafin, tapi kalo ngulangi lagi, gue bakal pecat juga," balas Dania. "Oh, ya, ngapain lo ke sini?" tanyanya.

"Pengin liat lo aja." Farel menatap Dania dalam sembari tersenyum manis.

Dania tidak mau baper lagi, walau di hatinya senang karena jawaban Farel. Dania menutupi rasa senangnya dengan merotasikan bola matanya. "Gabut bener. Nggak ada kerjaan lain?"

"Meles, kerjaannya itu-itu mulu."

Dania ingin menyahut ucapan Farel, tetapi ponselnya berbunyi. Ia mengambilnya dan melihat nama ibunya tertera di username.

"Assalamualaikum, Dann," sapa ibunya dari seberang telepon.

"Waalaikumsalam, naon, Mah?"

"Mamah mau minta tolong, kamu—"

"Belanja?" sela Dania menebak.

Lita di seberang telepon tertawa. "Tau aja kamu. Belanja, ya, sayang. List belanjanya udah Mamah kirim lewat chat."

"Bentar aku cek." Dania menjauhkan ponselnya dari telinga. Lalu memeriksa pesan dari ibunya. Setelah itu ia kembali bertanya, "Itu aja, Mah? Nggak ada yang lain?"

"Euumm ... oh, ya, sama buku tulisnya Ara ya, Dann."

"Oke, Mah."

"Makasih, zheyeng. Muach." Lita memberikan kecupan virtual, walau hanya suaranya saja.

Dania terkekeh geli. "Mamah makin alay, ihh."

"Mimih mikin iliy, ihh." Lita menirukan ucapan Dania dengan di lebih-lebihkan.

Dania terbahak karena itu. "Udahlah, aku mau langsung ke supermarket. Dadah, Mamah."

"Dadah ...."

Dania menunggu ibunya yang memutus sambungan telepon. Lalu setelah itu, iya mengantongi ponselnya di saku celana yang ia kenakan.

"Siapa?" tanya Farel. Dania lupa kalau masih ada pemuda ini di ruangannya.

"Mamah, disuruh belanja."

Farel bangkit dari duduknya, "Ayo," ajaknya.

Dania menaikkan satu alisnya bingung, "Ayo, apa?" tanyanya.

"Gue anter ke supermarket." Dengan senang Dania setuju. Hitung-hitung irit uang kendaraan.

Hanya sepuluh menit dari Calista Store menuju ke supermarket. Sampai di dalam supermarket, Dania segera mengambil troli dan mengambil barang-barang pesanan ibunya.

Setelah sudah selesai, ia pun membayar belanjaannya. Dan Farel pun mengantar Dania pulang, karena gadis itu sudah tidak ada urusan lagi di store skincare-nya.

"Makasih, ya. Gue nggak nawarin lo mampir. Dah, sono pulang," ujar Dania saat mobil yang Farel kendarai berhenti di pekarangan rumahnya.

"Nggak tau terimakasih lo," hardik Farel.

"Lo budeg? Gue bilang 'makasih' tadi."

"Gue nggak denger, pake helm."

Dania menoyor kepala Farel. "Mata lo, helm! Sana pulang!" Baru saja ia akan turun, tetapi tangannya di cekal oleh Farel.

"Love you."

Dania tidak menjawab, ia malah terburu-buru keluar dari mobil, meninggalkan Farel yang tersenyum kecil.

"Buat baper, awas aja nggak tanggung jawab," gerutu Dania pelan sembari masuk ke dalam rumahnya.

Bersambung...

To Be Continue.

Love you too 😳

Follow coretan_tipx

Reader be like :  "Author banyak maunya, guys."

Plis, jangan jadi silent reader.

Not Baperan 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang