Bab 28 : HTS

289 46 9
                                    

28. Hubungan Tanpa Status

Seperti sebelum-sebelumnya, screenshoot bagian yang menurut kalian menarik, and share in your sosmed.
Thank.

Ha p p y R e a d i n g .
———————————————

Satu minggu sudah setelah Farel mengucapkan 'love you' kepada Dania, mereka berdua tidak bertemu kembali sampai sekarang. Dania yang sibuk dengan toko kecantikannya sembari membantu mengurus restoran ibunya. Sedangkan Farel? Pemuda itu menghilang entah kemana.

Ternyata benar, Farel memberi harapan setinggi langit, lalu membuatnya jatuh ke jurang yang sangat dalam. Bukan-bukan! Bukan jurang, Dania malah digantung setelah sampai di atas langit.

Dania menggeleng karena perumpamaan absurd yang ia pikirkan. Daripada memikirkan itu, lebih baik ia mengecek barang yang baru sampai di gudang.

Kaki jenjangnya melangkah keluar ruangannya, dan menghampiri salah satu pegawai yang bertugas di gudang.

"Pak, saya minta data barang yang baru datang hari ini," pungkasnya.

Pegawai pria itu mengangguk, dan menyerahkan kepada Dania kertas berisikan data yang beralaskan papan yang biasanya digunakan untuk ujian sekolah.

"Ini, Mbak. Tapi ada satu merek toner yang stoknya habis dari pusatnya," sahut pegawai pria itu. Dania yang meminta sendiri dipanggil 'Mbak' oleh semua pegawainya.

Dania mengambil kertas itu lalu menganggukkan kepalanya. "Tidak apa. Silakan, Bapak lanjut kerja yang lain, saya mau ke dalam gudang dulu."

Pegawai itu mengangguk dan pamit untuk kembali bekerja. Dania pun melangkahkan kakinya ke dalam gudang.

"Facial wash, facial scrub, toner, serum, sunsceen ...." Gadis itupun mengabsen satu persatu barang yang berada di sana.

Dalam store-nya, ia tidak hanya menjual skincare tetapi juga segala jenis make up. Maka dari itu, banyak pembeli yang puas dengan barangnya. Hampir semua yang mereka butuhkan ada di sana.

Dania mendekatkan diri ke rak sebelah kanan, di atas sana ada kardus berisi stok bedak padat. Ia ingin mengeceknya, namun kardus itu berada di bagian paling atas.

Mata bulatnya menelusuri penjuru gudang, mencari barang yang bisa ia panjat untuk mencapai rak atas, namun tidak ada.

Tak pantang menyerah, tangannya mencoba meraih kardus tersebut dengan kaki yang direnggangkan, atau ditarik ke atas. Akhirnya ia mencoba mengambilnya dengan kedua tangan. Sudah setengah bagian dari kardus yang keluar rak, itu artinya sedikit lagi kardus itu berhasil ia ambil.

"DORR," teriak seseorang dari belakang Dania sembari menepuk kedua pundaknya, sehingga gadis itu tersentak kaget.

Akibatnya, Dania tak fokus memegang kardus, dan kardus itupun jatuh. Gadis itupun memejamkan matanya, pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.

BRUGH. Suara kardus jatuh sudah terdengar, namun Dania tidak merasa tubuhnya tertimpa apapun. Yang ia rasa adalah tubuhnya seperti didekap seseorang.

"Awww ...."

Mendengar rintihan seseorang, Dania membuka matanya. Yang pertama kali ia lihat adalah wajah kesakitan Farel yang jaraknya sangat dekat dengan wajahnya.

Dania melototkan matanya kaget. "Lo nggak papa?" tanyanya.

"Lo buta, sakit, nih!"

Dania meringis, lalu menggiring Farel untuk ke ruangannya. "Lo, sih, ngapain juga ngagetin gue. Bukan salah gue, loh, ini. Tapi salah lo," dumelnya.

Farel sudah duduk di sofa yang berada di ruang Dania. Ia meringis sembari memegang punggungnya yang terasa sakit.

Jadi, waktu kardus itu ingin menimpa tubuh Dania, Farel dengan sigap melindungi tubuh Dania dengan cara mendekapnya dengan sedikit membungkuk. Alhasil, punggung tegapnya yang tertimpa kardus.

"Jangan ngomel, dong. Sakit, nih." Farel berkata dengan nada manja, dan menatap Dania dengan raut wajah yang memelas.

Kok, jadi manja, sih, nih anak? Batin Dania bertanya-tanya.

Dania menghela nafas, "Ya terus ... gue harus gimana?" dengusnya.

"Pijitin gue."

Dania duduk di sofa sebelah Farel. "Lo hadep sana," titahnya.

"Hadep mana?" tanya Farel bingung. Mungkin akibat dari punggungnya yang sakit, pemuda itu jadi sedikit lemot.

"Ish! Ya, munggungin gue, lah. Yang mau dipijit punggung, kan? Bego banget."

Farel ber-oh, lalu menuruti perkataan gadisnya. Eh, sejak pada Dania menjadi gadis-nya kembali? Mungkin itu harapan Farel saja.

Dania dengan telaten memijit punggung tegap Farel sembari mendumel. Farel hanya diam menikmati pijatan Dania. "Kayaknya lo cocok, deh, jadi tukang pijit," celetuknya.

Dengan kesal, Dania mencubit pinggang Farel. "Mulut lo!" Farel hanya terkekeh kecil menanggapinya.

Sekitar sepuluh menit Dania berhenti memijit karena tangannya terasa pegal.

"Eh!" Dania terkejut karena tubuh Farel ambruk di pahanya. "Rel, lo mati? Masa cuma ketiban kardus lo mengembuskan napas terakhir? Nggak lucu!"

Tidak ada sahutan dari pemuda itu. Dania mengerjap matanya berkali-kali, lalu menepuk-nepuk kencang pipi Farel. "Rel, bangun. Nanti gue yang di marahin Mamih lo, kalo lo mati."

Farel terusik karena tepukan kencang di pipinya berkali-kali. Ia membuka matanya untuk menyesuaikan cahaya di dalam ruangan.

Pemuda itu bangkit dari tidurannya di paha Dania, lalu menyenderkan punggungnya di sofa. "Berisik banget, sih, lo!"

Dania menyengir, "Gue kira lo mati, hehe," sahutnya. Gadis itu memperbaiki posisi duduknya agar lebih nyaman.

"Enak aja!"

"Ya, lo, sih. Orang dipijit malah ngebo. Mana nggak ada suaranya. Gue nethink, lah," ucal Dania. "Gimana punggung, masih sakit?" tanyanya kemudian.

Farel memutar kedua sendi bahunya, "Lumayan enakan. Emang berbakat lo, Dann." Pemuda itu kembali merebahkan tubuhnya di paha Dania yang terbalut celana training abu-abu.

Dania, kok, pakai training ke store? Pikir Farel dalam hati. Ia baru ingat, Dania memang tak pernah memikirkan penampilannya. Gadis itu menyukai pakaian oversize. Walau terkadang, Dania berpakaian formal ketika akan ada acara penting.

"Lo ngapain, sih?" pekik Dania ketika Farel memeluk pinggangnya, dan menenggelamkan wajahnya di perut rata Dania yang terbalut hoodie putih.

"Gue lagi ngobrol sama anak kita yang ada di perut lo."

"Anak kucing!" Dania mendengus, Farel semakin hari semakin stres!

Farel mendongak, menatap wajah Dania dari bawah, lalu pemuda itu terkekeh karena wajah kesal Dania.

Merasa diperhatikan, Dania menunduk. "Apa lo liat-liat!"

"Mata lo bulat-bulat."

"Seperti bulu ulat." Lalu mereka berdua saling pandang dan detik berikutnya mereka menyemburkan tawanya. Receh sekali humor mereka.

"Dann, pantai, yuk!" ajak Farel.

Mata Dania berbinar. "Serius? Ayo, mumpung masih sore," sahutnya antusias.

Farel tersenyum melihatnya. "Habis ke pantai, ke pasar malem. Mau?" Pemuda itu menaik-turunkan alisnya.

"MAU!" Tanpa sadar Dania menangkup kedua pipi Farel yang masih berada di pangkuannya. Membuat pemuda itu tersenyum lebar.

Bersambung...

To Be Continue.

Baper nggak, baper nggak?

Dania anak orang baper, tuh!

Farel: "Dania tanggung jawab lo!"

Follow me coretan_tipx

Not Baperan 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang